Happy reading....
●●●●
Hari ini hari senin. Aku yang biasanya nggak pernah ingat hari sejak nggak punya kegiatan apapun jadi ingat hari saat ini. Aku bahkan sampai membuat lingkaran merah di kalender pada tanggal 13 November. Hari ini hari spesial, karena hari ini aku akan menjadi seorang guru. Iya, aku diterima di TK Matahari. Setelah Heru pulang, sorenya aku mendapatkan panggilan telepon yang menyatakan bahwa kau diterima bekerja sebagai guru. Yipppiieee!!!
Setelah mendapatkan telepon itu aku langsung memberitahu Heru yang kebetulan menghubungiku untuk memberitahu bahwa dia sudah sampai di rumah dengan selamat. Dia merasa senang dan mengucapkan selamat untukku, dan sejak saat itu aku jadi rutin untuk berkirim pesan pada Heru, walaupun hanya sekedar menanyakan kabar atau kegiataannya saat itu.
Ponselku bergetar, ada pesan dari Heru.
Calon Masa Depan
Selamat bekerja di hari pertama, semoga lancar ya, Terena. Semangat!
Hanya sesederhana itu untuk membuatku menjadi luluh.
Aku langsung membalas pesannya dan memberikannya semangat juga. Hari minggu ini dia akan mengajakku untuk berkencan. Ketempat pemancingan bisa dibilang kencan, kan? Bisa kan?! Oke bisa, ya!
Dan itu akan menjadi kencan pertama kami, aku bahkan sudah siap membuat list cemilan apa yang ingin aku buat nantinya, sambil menunggu hasil tangkapan ikan kami. Sepertinya otakku sudah dipenuhi dengan yang namanya Heru Langit Basri.
Aku menyalami Mami dan langsung mengikuti langkah Papi menuju mobil yang akan ke toko sekalian mengantarku karena TK tempat aku mengajar melewati toko bangunan keluarga kami.
“Baik-baik ya sama anak orang, Dek. Jangan sampai dibuat nangis.” Pesan Mami sebelum Papi mengegas mobilnya.
“Kamu yakin Dek mau ngajar anak kecil?” Tanya Papi yang masih terlihat ragu.
“Iya, Pi. Adek kan suka sama anak kecil.”
“Kamu kan berantem terus dulu sama Adi dan Naya.” Papi mengingatkanku dengan dua sepupuku itu.
“Yah habis, anaknya Tante Nara nakal semua, nggak mau dengerin Adek. Kan bikin Adek kesal sama mereka. Diajarin belajar baik-baik, eh bukunya malah dicoret-coret, disobekin lagi, ya Adek marahin mereka.”
“Kan anak kecil Dek, ya emang harus sabar. Papi kan udah bilang buat kerja di toko aja.”
Aku mengedik ngeri. Papi ini kalo di rumah aja udah mengerikan hak patennya atas anak-anaknya, apa lagi kalo aku harus kerja di toko yang statusnya sebagai karyawan. Waktu itu pas lagi nggak ada pembeli dan aku baru mau buka youtube, Papi langsung menceramahinku panjang lebar, ngebuat aku nangis termehek-mehek dan trauma untuk kerja lagi di toko. Sejak saat itu aku menjauhi toko kecuali buat nganter barang Papi yang ketinggalan.
Papi itu kalau kerja, mau anak, mau saudara yang namanya karyawan yah karyawan. Sama rata, sama rasa. Dari pada batinku tersiksa, lebih baik aku di rumah aja bantu Mami masak yang bisa bikin aku makin ahli buat masak untuk si calon masa depan. Tuh kan, aku senyum-senyum lagi tiap kali mikirin dia.
Papi menepikan mobilnya saat sampai di depan TK, aku menyalami tangan Papi dan pamit. “Baik-baik ya ngajarnya. Jangan ngajarin yang aneh-aneh, karena anak kecil itu ingatannya kuat, bisa kebawa sampai nanti dewasa.”
Dengar nasehat Papi yang diucapkan dengan nada datar itu sempat membuat aku ketar-ketir, karena apa yang Papi bilang emang benar, anak kecil ingatannya bagus banget, bisa kebawa sampai gede, belum lagi resiko mereka yang curhat sama orang tua di rumah.
Oke Terena, kamu pasti bisa!
●●●●
Hari pertama kerja semua berjalan lancar, walaupun tadi sempat ada insiden murid nangis karena rebutan bunga dari kertas origami yang aku buat. Namun, akhirnya bisa terselesaikan dengan jalur damai.
Enaknya jadi guru TK, masuk jam delapan dan pulang jam sebelas, walaupun gaji nggak seberapa tapi aku senang karena udah bisa kerja. Ingatkan aku untuk mentraktir Kalista nanti saat aku menerima gaji pertamaku. Huahahaha... Kenapa rasanya senang sekali sampai aku bisa sombong. Kalau begini kan aku siap untuk ketemuan reunian itu. Atau mungkin aku bisa mengajak teman kuliah sekalian pamer sama kerjaanku. Huaahahaha… Aku merasa sangat sombong.
Aku melangkah riang keluar dari ruang guru setelah pamit dengan beberapa guru yang masih menunggu jemputan mereka. Aku merogoh ponselku dari saku bajuku dan menemukan pesan dari Heru.
Calon Masa Depan
Saya sudah di depan.
Aku masih bingung dengan maksud pesan itu sampai akhirnya aku melihat mobil hitamnya terparkir di depan sekolah. Aku nggak tahu kalau dia mau menjemputku.
Dia turun dari mobilnya dan menyambutku dengan senyuman, dan membawaku ke sisi sebelahnya dan membukakan pintu untukku, yang langsung kuucapkan terima kasih.
Dia sudah duduk di balik kemudi sambil tersenyum menatapku. “Gimana hari pertamanya?”
Aku tersenyum senang, “Sukses!” Seruku semangat, “Cuma tadi ada yang nangis, karena rebutan bunga dari kertas origami yang saya buat.” Aku langsung menceritakan kronologisnya pada Heru yang mendengarkan ceritaku dengan baik, masih dengan posisi yang sama, sedikit memiringkan badannya ke arahku dan menatap tepat di mataku. Kami belum beranjak dari depan sekolah.
“Terena…”
Aku langsung menatapnya, membalasnya juga tepat di matanya, menunggu kelanjutan ucapannya.
“Gimana kalau kita mulai manggil aku kamu? Kayaknya kalau panggilan saya terlalu formal, lagian kita udah kenal hampir tiga minggu.”
“Oke,” aku mengangguk setuju.
“Oke, aku anter kamu pulang.” Dia langsung memutar kunci dan beberapa detik kemudian kami sudah berada di jalan.
“Kamu kok sudah keluar jam segini?”
“ Hari ini jadwal pagi aku visit di rumah sakit cabang, siangnya baru di rumah sakit utama.”
“Terus masuk lagi jam berapa?” Tanyaku.
“Jam satu. Gimana kalau kita makan siang bareng?”
“Kalau aku masakin aja mau nggak? Kayaknya sih sempat kalau kamu masuk jam satu.”
Dia melirikku sekilas sebelum kembali fokus ke jalan. “Kamu nggak capek? Kan habis ngajar.”
“Nggak kok, aku masih cukup kuat kalau cuma buat masak.”
“Kalau nggak ngerepotin kamu aku mau, lagian aku juga udah kangen sama masakan kamu.”
“Oke aku bakalan masakin kamu sambel terasi.”
“Pake ikan asin dong request.”
Aku meliriknya tidak percaya, “Kamu suka ikan asin?”
“Aku pikir sambel terasi, ikan asin dan lalapan adalah menu sempurna dan penggugah selera. By the way, ikan asin salah satu favoritku. Dan sambel terasi kamu juga sudah masuk list favorit aku.”
Mami, anakmu nggak kuat! Pengin nikah secepatnya dan cocolin ini laki pake terasi tiap hari.
●●●●Bersambung...
Sagaara24_

KAMU SEDANG MEMBACA
Terena
RomantizmKenalin tokoh cerita kita, Terena Melani Kresna. Anak bontot di keluarga Kresna. Dan anak yang paling dicemaskan masa depannya. Bagaimana tudak, jika Terena diusia 24 dia masih menjadi pengangguran, belum lagi dia tidak memiliki pasangan. Maminya se...