3. Drei

24.9K 1.7K 55
                                    

Gak komen lose streak:)

...

Arkan berjalan kembali ke rumah setelah membeli parfum. Langkahnya berat, seakan setiap langkah yang diambilnya menambah beban di pundaknya. Dunia yang ia ciptakan, kini menjadi tempat di mana ia terjebak, dan semakin lama berada di dalamnya, semakin ia merasa muak.

Sesampainya di rumah, Arkan merasa kelelahan, tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental. Rumah besar yang megah itu sekarang hanya terasa seperti penjara bagi dirinya. Namun, dia tidak punya pilihan lain selain masuk.

Pak Slamet, penjaga rumah, menyambutnya dengan senyuman saat dia membuka gerbang. "Selamat datang, Tuan Muda Reyhan. Sudah kembali?"

Arkan memaksakan senyum tipis yang lebih menyerupai seringai. "Ya, gue balik lagi ke sini. Tempat yang paling nggak pengen gue datengin," pikirnya, tapi hanya menjawab singkat, "Iya, Pak."

Pak Slamet tersenyum lembut, mulai bertanya dengan ramah, "Bagaimana perjalanannya, Tuan? Apakah parfumnya sesuai keinginan?"

Arkan menatap Pak Slamet dengan mata lelah. "Cuma parfum, Pak. Nggak usah dipikirin," balasnya dingin, sembari berjalan melewati penjaga itu tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut. Dia hanya ingin segera masuk ke kamarnya dan mengunci diri.

Begitu masuk ke dalam rumah, Arkan langsung berpapasan dengan Aldean, kakak tertua Reyhan. Aldean menatapnya dengan tatapan dingin, seperti biasa. Huh, Arkan menyesal membuat karakter Aldean menjadi seperti itu.

"Kamu dari mana saja?" tanya Aldean dengan nada yang tidak menunjukkan ketertarikan, seolah-olah dia hanya bertanya karena harus.

Arkan yang merasa kesal dengan pertanyaan tersebut hanya mengangkat bahu. "Jalan-jalan sebentar. Ada masalah?" jawabnya dengan nada sarkastik yang jelas-jelas tidak peduli dengan pendapat Aldean.

Aldean tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya menggeleng pelan dan kembali pada aktivitasnya, membiarkan Arkan lewat begitu saja.

Arkan segera naik ke lantai atas, menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, dia membanting pintu dan menaruh plastik berisi parfum yang baru saja ia beli dengan kasar ke meja rias Reyhan. "Kenapa semuanya di sini berasa kayak mimpi buruk, sih?" gerutunya pada diri sendiri.

Ia menjatuhkan dirinya di kasur, menatap langit-langit kamar yang tampak terlalu bersih, terlalu kosong. Semua di dunia ini terasa begitu salah, seolah dunia yang ia ciptakan menolak kehadirannya.

"Gue nggak bisa terus kayak gini," gumam Arkan sembari menghela napas. "Harus ada rencana, sesuatu yang konkret buat bertahan di sini," tambahnya lalu bangkit dari kasur dan berjalan ke meja belajarnya.

Arkan mengambil buku catatan yang akan ia gunakan untuk mencatat rencana bertahan hidup. Dia membuka lembaran untuk ia isi tulisan, berusaha menyusun daftar tindakan yang bisa ia lakukan untuk tetap aman dan tidak menarik perhatian.

"Gue harus jauhin Natasya. Cewek itu terlalu sempurna, terlalu baik, dan itu nggak masuk akal. Sesuatu yang berlebihan pasti ada masalahnya," tulis Arkan sembari mengingat interaksinya dengan Natasya sebelumnya. Ia tidak suka berada di dekat gadis itu, apalagi merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Gue juga harus berhati-hati sama Devan. Dia terlalu deket sama Reyhan yang asli, bisa-bisa dia sadar kalau gue bukan adik yang dia kenal," tulisnya lagi, mencoba mengantisipasi kemungkinan terburuk.

Setelah menuliskan beberapa rencana lagi, Arkan menutup buku catatannya. "Nggak banyak yang bisa gue lakuin sekarang, tapi setidaknya ini awal yang bagus," ujarnya sembari meletakkan buku itu kembali ke posisi awalnya.

Arkan merebahkan diri lagi di kasur, mencoba meredakan kegelisahan yang masih menghantui pikirannya. "Mungkin besok gue bisa mikir lebih jernih. Atau mungkin enggak," gumamnya dengan nada penuh keputusasaan.

ARKAN | Transmigration Of The NovelistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang