"Hai!"
Arkan menatap perempuan di depannya dengan tatapan penuh kebingungan. Tidak seperti Arkan, Bagas malah menunjukkan ekspresi jijik dan kesal, seolah-olah melihat sesuatu yang sangat tidak diinginkannya. Rian? Dia hanya diam saja, meskipun dalam hati dia sedang misuh-misuh, mengutuk situasi yang tiba-tiba menjadi sangat tidak nyaman.
"Tch! Lo lagi, lo lagi. Kenapa sih? Dari sekian banyaknya cewek cakep di sekolah ini, harus elo yang muncul?!" Bagas menatap perempuan itu dengan tatapan tajam. Jari telunjuknya dia tekan ke dada perempuan tersebut dengan penuh kekesalan.
"Me-memangnya kenapa? A-aku kan ha-hanya i-ingin be-bertemu dengan Ar- Re-reyhan..." jawab perempuan itu dengan suara gemetar, tubuhnya bergetar hebat karena takut atau mungkin gugup.
"Dih! Pakek nanyak!" Bagas menekan jari telunjuknya lebih keras lagi ke dada perempuan tersebut, sebelum akhirnya menjauhkan jarinya dengan rasa muak yang jelas terlihat di wajahnya.
"Kenapa?" Suara Arkan terdengar dingin, penuh ketidaksabaran. Tatapannya semakin tajam ketika perempuan itu berani mengerlingkan mata ke arahnya. Arkan berdecih dengan nada meremehkan, lalu memalingkan wajahnya dengan cepat. Hampir saja dia menyebutkan nama aslinya tadi, sialan! Untung dia masih bisa menahan diri, meskipun dalam hati dia ingin sekali mengutuk situasi ini.
Rian yang melihat kedua temannya menahan emosi, hanya bisa tersenyum kecil. Dia mendekati perempuan itu, lalu dengan lembut menepuk-nepuk kepalanya. Tindakan yang membuat suasana hati Arkan dan Bagas semakin buruk.
"Natasya, kau lihat sendiri kan? Reyhan tidak mau bertemu denganmu, jadi, kau pergi saja sana," kata Rian dengan lembut, seolah-olah sedang berbicara dengan anak kecil yang tidak mengerti.
"Woi, gue juga nggak mau bertemu ama si lonteh," ucap Bagas dengan nada ketus, langsung memadamkan rasa senang yang sempat muncul di wajah Natasya.
"Nah, Natasya, sekarang lo boleh pergi dari sini dengan anggun," Rian melanjutkan dengan senyuman manis yang seolah-olah mempertegas bahwa Natasya memang tidak diinginkan di sini.
"Nggak mau, Rian! Mau sama kamu!" seru Natasya sembari memeluk Rian dengan tiba-tiba, membuat situasi semakin canggung. Rian langsung melepaskan pelukan Natasya dengan paksa, lalu menghela nafas panjang, seperti seseorang yang baru saja diselamatkan dari bahaya.
Dengan senyum yang dipaksakan, Rian meraih kedua tangan Natasya, menatapnya lekat-lekat. "Natasya, gue ulangi perkataan gue sekali lagi, lo bisa pergi sekarang..."
Tangan Arkan terkepal erat, napasnya mulai terdengar lebih berat. Semakin lama, wajah Natasya semakin membuatnya muak. Bagaimana mungkin karakter yang dia ciptakan bisa begitu menjengkelkan?
"RIAN! APAKAH KAU MENYUKAIKU?!"
"EH?!"
Seketika suasana menjadi sunyi. Semua orang yang ada di sekitar mereka, baik yang sedang berlalu lalang maupun yang hanya lewat, terdiam. Apa-apaan Natasya itu? Membuat situasi semakin kacau saja. Arkan bisa merasakan kemarahannya semakin memuncak.
"Kalau Rian memang suka dengan Natasya, bilang aja, nggak usah malu. Tapi maaf ya, Natasya udah punya Reyhan. Kita juga nanti bakal nikah. Iya kan, Reyhan?" Natasya tersenyum manis ke arah Arkan, seolah-olah mengharapkan dukungan.
Arkan hanya menatapnya dengan penuh rasa jijik, sebelum akhirnya melontarkan kalimat yang penuh sarkasme. "Dih! Boong lo, Nat. Mana mungkin gue mau nikah ama orang kek elu!"
Natasya terkejut mendengar balasan Arkan, tetapi dia tetap mencoba untuk bertahan. "Ta-tapi Reyhan, bukankah ayahmu bilang akan menikahkan kita berdua karena kau menghamiliku?" tanyanya dengan suara yang dibuat melas, seolah-olah mencoba meraih simpati.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN | Transmigration Of The Novelist
Genç KurguJangan dibaca kocak, gue yang nulis aja gak paham ama yang gue tulis sendiri bjirt. Entah ini karma atau memang sudah ditakdirkan, Arkan, seorang novelis ternama tiba-tiba saja bertransmigrasi dan memasuki novel yang ia buat sendiri. Menjadi seorang...