19. Neunzehn

11K 986 1
                                    

Tiin...

Suara klakson mobil terdengar keras di depan pagar rumah megah keluarga Pramana. Arkan menginjak rem dengan lembut, kemudian mematikan mesin. Ia membuka pintu mobilnya dengan santai, menunggu Berliana duduk di kursi samping pengemudi.

"Udah?" Arkan menatap Berliana dengan ekspresi datar, suaranya tanpa emosi, seolah semuanya adalah rutinitas biasa.

Berliana mengangguk pelan, memasang sabuk pengamannya dengan gerakan cepat namun tidak bersemangat. Tanpa menunggu lama, Arkan segera menancap gas menuju rumah Gabriella. Mobil melaju di jalanan yang mulai sepi, lampu-lampu jalanan bersinar lembut menerangi malam.

"Kok ke sini sih? Katanya ke club," tanya Berliana dengan nada bingung, matanya menatap Arkan yang tetap fokus mengemudi. Ada sedikit nada curiga dalam suaranya, karena ini bukan yang dia harapkan.

Arkan hanya melirik sekilas ke arahnya sebelum kembali memusatkan perhatian ke jalan. Matanya tetap pada jalan di depan, kedua tangan menggenggam setir dengan mantap. "Diem aja lo, nanti juga tau," ucapnya singkat, tanpa berniat menjelaskan lebih lanjut. Suaranya terdengar dingin dan tidak mengundang pertanyaan lanjutan.

Berliana mendengus kesal, lalu memalingkan mukanya, menatap keluar jendela. Lampu-lampu jalanan yang mereka lewati menciptakan bayangan yang bergerak di wajahnya. Matanya tiba-tiba melotot ketika melihat siapa yang berdiri di depan rumah Gabriella. Bayangan samar seseorang yang dia kenal sangat baik muncul di pandangannya.

"Loh, kok si lesbi ada di sini? Reyhan!" serunya, nadanya berubah menjadi keras dan tidak suka.

Gabriella keluar dari rumah dengan langkah mantap, langsung menatap Berliana dengan pandangan yang penuh kebencian. Berliana pun membalas tatapan itu dengan tatapan serupa, keduanya seperti dua singa betina yang siap menerkam satu sama lain.

Arkan menghela napas panjang, merasa terganggu dengan ketegangan yang mulai terasa di dalam mobil. "Udah masuk aja, nanti juga tau," ucapnya dengan nada malas, tak mau terlibat lebih jauh dalam perseteruan mereka. Hatinya sudah cukup jengah melihat tingkah laku mereka yang selalu bermusuhan.

Gabriella, Cassandra, dan Crista masuk ke dalam mobil tanpa berkata apa-apa. Suasana di dalam mobil menjadi hening, hanya ada suara mesin yang berderu pelan. Arkan tetap fokus mengemudi, tanpa sedikit pun niat untuk membuka percakapan. Dalam diamnya, dia merenung, memikirkan apa yang akan terjadi setelah malam ini.

Setelah beberapa saat, mereka tiba di tempat tujuan. Arkan mematikan mesin dan segera melihat ke belakang untuk memastikan semuanya sudah siap. "Udah sampe, ayo turun," perintahnya dengan nada datar, lalu keluar dari mobil. Gerakannya tenang, tapi ada sesuatu di matanya yang tampak lebih dalam dari biasanya.

Keempat gadis itu mengikuti Arkan keluar dari mobil, meski masih dengan wajah penasaran dan sedikit bingung. Arkan memimpin mereka masuk ke dalam club yang sudah ramai dengan pengunjung. Suasana di dalam club dipenuhi dengan musik yang berdentum keras, cahaya lampu disko yang berputar-putar, dan orang-orang yang bergerak mengikuti irama. Tapi Arkan tetap tenang, berbeda dari mereka yang tampak sedikit terintimidasi oleh suasana sekitar.

Dia mengarahkan mereka ke sebuah sofa yang sudah dipesan sebelumnya, di sudut ruangan yang lebih tenang, tapi masih bisa menangkap semua pemandangan yang terjadi di dalam club. Mereka bisa melihat lantai dansa dan bar dengan jelas dari posisi itu, tetapi suara bising sedikit teredam.

"Cepetan, nanti gue bilang kenapa gue ngajak kalian berempat," ucap Arkan sambil menunggu mereka duduk. Nada suaranya dingin, tak ada sedikit pun kesan terburu-buru.

Berliana, Gabriella, Cassandra, dan Crista duduk di sofa, menatap Arkan dengan penuh pertanyaan. Mata mereka menuntut jawaban dari Arkan, seakan menembus ketenangannya. Berliana akhirnya membuka mulut, mencoba memecahkan kebekuan di antara mereka, "Cepat."

Arkan menghela napas lagi. Dia melirik ke arah seorang wanita berpakaian seksi yang sedang menggoda beberapa pengunjung di seberang ruangan. Wanita itu tampak menikmati setiap tatapan yang dilemparkan ke arahnya, seolah sedang memamerkan dirinya sendiri. Perlahan, Arkan mengarahkan pandangan mereka ke wanita itu.

"Buat Berli, lo pasti tau kan kenapa gue ngajak lo ke sini?" Arkan menatap Berliana tajam, seolah menantang apakah dia bisa menebak alasan sebenarnya.

Berliana meneguk birnya sebelum menjawab, "Tentu, untuk mengetahui rahasia Natasya." Nada bicaranya terdengar yakin, tetapi dalam hatinya ada ketidakpastian yang dia coba sembunyikan.

Gabriella, Cassandra, dan Crista segera mengarahkan pandangan mereka ke Arkan, menunggu penjelasan lebih lanjut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gabriella, Cassandra, dan Crista segera mengarahkan pandangan mereka ke Arkan, menunggu penjelasan lebih lanjut. Mereka tidak terbiasa dengan Arkan yang biasanya pendiam dan sarkastik, sekarang tampak begitu serius. Arkan menghela napas lagi, lalu menunjuk ke arah wanita berpakaian seksi yang dia lirik tadi.

Crista tersentak, dia memfokuskan pandangannya ke arah yang ditunjukkan oleh Arkan. "Kok, rada mirip ama... Natasya?! " ucapnya, suaranya hampir tak percaya, seperti menolak kenyataan yang ada di depan matanya.

Arkan menyesap bir non-alkoholnya dengan santai, seolah ini adalah hal yang sudah ia ketahui sejak lama. "Kan emang Natasya," jawab Arkan dengan nada yang lebih dingin, seperti memberi tahu sesuatu yang seharusnya sudah jelas dari awal. Dalam benaknya, dia sudah mempersiapkan diri untuk reaksi yang mungkin akan terjadi.

Berliana menatap datar ke arah Arkan. "Jadi ini rahasia Natasya yang ingin lo beri tahu?" tanyanya dengan nada tajam, meskipun dalam hatinya mulai merasakan ketegangan yang berbeda. Rahasia ini bukan hanya sesuatu yang besar, tetapi juga sesuatu yang bisa menghancurkan segalanya.

Arkan menghentikan acara menyesap bir non-alkoholnya, meletakkan gelasnya dengan perlahan di atas meja. Lalu, dia menatap Berliana dengan serius. "Yep! Betul banget. Dan gue pengen lo ngehancurin si Natasya bareng ama kita," ujarnya dengan senyuman miring yang membuat suasana semakin tegang. Ini bukan tawaran biasa-ini adalah undangan untuk sesuatu yang jauh lebih gelap.

Keempat gadis itu terdiam. Berliana, yang paling terpengaruh, mulai memikirkan ucapan Arkan dengan serius. Menghancurkan Natasya? Memangnya semudah itu? Apa yang sebenarnya diinginkan Arkan? Berliana menatap Arkan dalam-dalam, mencoba mencari jawaban dari mata pemuda itu. Bagaimana mungkin dia bisa setega ini, bahkan terhadap kekasihnya sendiri? Tapi di sisi lain, keinginan untuk membalas dendam juga mulai tumbuh dalam dirinya.

Setelah beberapa saat, Berliana akhirnya mengangguk. Matanya masih menatap Arkan, tetapi sekarang dengan kebulatan tekad yang baru. "Aku mau," jawabnya dengan tegas, suaranya hampir berbisik namun penuh dengan determinasi.

Arkan tersenyum tipis, merasa puas dengan jawaban Berliana. "Bagus," jawabnya singkat, sambil kembali menyesap bir non-alkoholnya. Malam itu, rencana untuk menghancurkan Natasya mulai terbentuk, dan Arkan tahu bahwa ini hanya permulaan. Di dalam kepalanya, skenario demi skenario mulai terjalin, membentuk rencana yang lebih besar dan lebih kompleks dari yang bisa dibayangkan oleh siapapun yang terlibat.

Berliana menatap kembali ke arah Natasya, yang sedang tertawa dengan seorang pria yang baru dikenalnya. Wajah Berliana mengeras, hatinya dingin. "Jadi, kapan kita mulai?" tanyanya, meskipun ia sudah tahu jawabannya.

Arkan hanya tersenyum, memandang ke arah Natasya dengan sorot mata yang dingin. "Segera," jawabnya singkat, lalu mengalihkan pandangannya ke para gadis lain. Mereka bertiga mengangguk, memahami bahwa keputusan ini tidak bisa diubah lagi. Mereka telah masuk ke dalam permainan yang dimainkan oleh Arkan, dan tidak ada jalan keluar lagi.

Malam itu, di sudut club yang bising, sebuah konspirasi baru lahir. Konspirasi yang akan mengubah banyak hal, menghancurkan kehidupan, dan membongkar rahasia yang selama ini disembunyikan di balik senyuman manis seorang gadis bernama Natasya.

.....

1124 kata✓

ARKAN | Transmigration Of The NovelistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang