Arkan melangkah pelan di koridor sekolah, sesekali berhenti untuk melirik ke dalam kelas-kelas yang dilewatinya, mencari sosok Fikri yang menghilang setelah kejadian di kantin. Dia tahu Fikri pasti masih kesal karena dijadikan bahan olokan tadi. Sambil tetap memperhatikan sekeliling, Arkan tak lupa melontarkan godaan kepada adik-adik kelas yang kebetulan lewat. Namun, pikirannya tetap terfokus pada tugas utamanya: menemukan Fikri dan memastikan bahwa temannya itu tidak membuat masalah.
Saat berjalan, Arkan tiba-tiba melihat Bagas dan Rian berjalan cepat di depannya, seolah sedang mengejar seseorang. Dia mempercepat langkahnya dan segera bergabung dengan mereka.
"Eh, lo ngapain, Gas?" tanya Arkan, mencoba menyesuaikan langkahnya dengan kedua temannya.
"Kita lagi ngikutin si Fikri. Dia ngambek abis tadi kita godain," jawab Bagas dengan napas sedikit terengah.
Arkan mengangguk pelan, memahami situasi. "Dia di mana sekarang?"
"Dia ada di depan, lagi ngobrol ama seseorang," jawab Rian sambil menunjuk ke arah ujung koridor, tempat Fikri sedang berbicara dengan seorang pemuda.
Mereka bertiga memperlambat langkah, menyelinap di balik pilar-pilar besar di koridor, mencoba tidak menarik perhatian Fikri. Tiba-tiba, suara tawa pelan namun meremehkan terdengar di belakang mereka.
"Siap, hayo lagi ngapain? Siap-siap bolos kah?" suara Revanka tiba-tiba mengagetkan mereka bertiga.
"GYAA!!" seruan panik keluar serentak dari mulut Bagas, Rian, dan Arkan. Mereka bertiga langsung menoleh ke belakang dan melihat Revanka yang sedang tersenyum penuh arti.
"Shit! Ngagetin aja lo!" seru Arkan sambil memukul bahu Revanka dengan kesal, meski pukulannya lebih seperti sentuhan ringan. Sementara itu, Bagas dan Rian hanya bisa berdiri kaku di tempat, tidak berani melawan karena ini Revanka, salah satu kakak Arkan yang terkenal keras.
Revanka tertawa kecil. "Lagi ngapain kalian? Ngikutin Fikri?" tanyanya sambil melirik ke arah Fikri yang terlihat sedang berbicara serius dengan seseorang di ujung koridor.
Arkan menghela napas berat, jelas terlihat kesal dengan gangguan dari kakaknya. "Iya, lagi ngikutin Pikri... eh-eh maksudnya Fikri," ucap Arkan sambil menampar mulutnya sendiri, merasa kesal karena secara tidak sengaja mengeluarkan nama olokan Fikri.
Revanka memiringkan kepalanya, tampak kebingungan. "Yang mana Fikri?"
"Itu bang, yang nggak pernah makek dasi," jawab Bagas cepat, meski suaranya terdengar agak gemetar.
Revanka mengangguk, menatap Fikri dari kejauhan. "Emang tu bocah ngambek ama kalian?"
Arkan mengangguk pelan. "Hooh," jawabnya singkat, mencoba menutup percakapan secepat mungkin.
Revanka menyipitkan matanya, tetapi tidak melanjutkan pertanyaannya. "Oke, lanjutkan deh," katanya akhirnya.
"Dah ya, bangsat, gue mau ngintilin si Fikri dulu," kata Arkan sambil menarik tangan Bagas dan Rian untuk menjauh dari Revanka.
Bagas dan Rian menatap Arkan dengan ekspresi bingung. "Bang Revan ditinggal masa?" tanya Rian dengan nada khawatir, melirik takut-takut ke arah Revanka yang kini berdiri sendirian.
"Biarin," jawab Arkan santai tanpa menoleh.
Jawaban santai dari Arkan membuat Bagas dan Rian terkejut. "Bah! Nggak ada takut-takutnya emang lo, Rey?" tanya Bagas tak percaya.
"Nggak ada dong, Bagas zheyeng," balas Arkan dengan nada bercanda, meskipun dalam hatinya dia masih merasa sedikit tegang dengan kehadiran Revanka barusan.
"Jijik!" keluh Bagas dengan nada menjijikkan, meski sedikit tertawa.
Mereka bertiga akhirnya sampai di tempat di mana Fikri berdiri. Arkan tiba-tiba berhenti, membuat Bagas dan Rian hampir tersandung ke depan. "Cok! Anjing lo!" seru Bagas kesal, menatap Arkan dengan pandangan tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN | Transmigration Of The Novelist
Fiksi RemajaJangan dibaca kocak, gue yang nulis aja gak paham ama yang gue tulis sendiri bjirt. Entah ini karma atau memang sudah ditakdirkan, Arkan, seorang novelis ternama tiba-tiba saja bertransmigrasi dan memasuki novel yang ia buat sendiri. Menjadi seorang...