"Itu bukan anakku, bu," ucap Arkan, suaranya dingin dan penuh keyakinan. Matanya memandang Diana tanpa ada sedikitpun rasa takut atau bersalah.
"Hiks... Kau tidak mengakuinya, Reyhan..." Natasya kembali terisak, menunduk, berharap mendapatkan sedikit empati dari Arkan. Namun, reaksi Arkan hanyalah sebuah decak tidak peduli.
Jayden yang sejak tadi diam, kini menghela napas berat. "Reyhan, sebenarnya daddy tidak ingin mengatakan ini, tapi kau harus ditunangkan dengan Natasya." Kalimat itu meluncur dari mulutnya dengan tegas, tanpa ada ruang untuk penolakan.
Bagaikan petir yang menyambar di siang bolong, ucapan Jayden membuat kepala Arkan berputar. Ia menatap tajam ke arah Natasya, kemarahan terpancar jelas dari sorot matanya. Tanpa berpikir panjang, dia menarik lengan Natasya dengan kasar, menyeretnya menuju kamarnya.
Brak!
Pintu kamar ditutup dengan keras, menggema di seluruh ruangan. Arkan memojokkan Natasya ke dinding, tubuhnya menjulang di atasnya, matanya yang tajam menelusuri setiap inci wajah Natasya. Wajahnya dipenuhi oleh amarah yang tak terbendung.
"Sebenernya, apa rencana elo?" tanya Arkan dengan suara rendah dan mengancam, seolah-olah dia bisa menghancurkannya kapan saja.
Natasya terdiam, bibirnya mengulas senyuman manis yang tak seharusnya muncul di tengah situasi ini. Perlahan, dia mengalungkan tangannya di leher Arkan, mendekatkan wajahnya hingga napasnya terasa hangat di telinga Arkan. "Mendapatkanmu, sayang...," bisiknya dengan nada menggoda, bibirnya hampir menyentuh telinga Arkan.
"Gila! Lo gila, Natasya!" Arkan melepaskan diri dengan kasar, mendorong Natasya menjauh dari dirinya. Rasa jijik dan kemarahan bercampur di hatinya.
Natasya hanya tertawa pelan, senyumannya semakin melebar. "Aku gila karena kamu, Arkan," balasnya, menatap Arkan dengan penuh keyakinan, seolah-olah dia sudah memenangkan permainan ini.
Arkan terdiam, matanya membulat, kepalanya mulai dipenuhi pertanyaan. Tunggu, bagaimana bisa? Bagaimana bisa Natasya tahu? Apakah dia sadar kalau dia hanyalah karakter fiksi yang dia ciptakan?
"Lo...," ucap Arkan terpotong, tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya, dan dia hanya bisa menatap Natasya yang tersenyum seolah-olah dia memiliki semua jawaban.
Natasya mengangguk kecil, lalu berbalik dan berjalan perlahan menuju kasur. Dia duduk di pinggir kasur, tatapannya tidak pernah lepas dari Arkan. "Kau yang menciptakanku, kan? Tuan Arkan...," ucapnya dengan suara yang rendah dan lembut, tetapi penuh dengan arti yang dalam.
Arkan menggigit bibir bawahnya, tanda bahwa dia benar-benar khawatir. Ini bisa gawat kalau terus begini. Natasya bukan hanya menyebalkan, dia juga berbahaya. Sial! Ini seperti melihat cermin yang mencerminkan semua keputusan buruk yang pernah dia buat sebagai penulis.
Natasya tertawa kecil lagi, melihat ekspresi khawatir Arkan. "Ya, sebenarnya aku juga tidak menyangka sih, kalau aku hanyalah karakter fiksi buatan manusia," lanjutnya, suaranya terdengar ringan, seolah-olah kenyataan itu adalah hal yang remeh baginya.
Arkan menarik napas dalam-dalam dan duduk di kursi yang ada di dekatnya. Dia menatap Natasya lekat-lekat, berusaha mencari celah dalam logika yang terbalik ini. "Y," satu kata itu meluncur dari bibirnya tanpa sadar, seolah-olah dia ingin mengatakan lebih banyak, tetapi tak tahu harus mulai dari mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN | Transmigration Of The Novelist
Teen FictionJangan dibaca kocak, gue yang nulis aja gak paham ama yang gue tulis sendiri bjirt. Entah ini karma atau memang sudah ditakdirkan, Arkan, seorang novelis ternama tiba-tiba saja bertransmigrasi dan memasuki novel yang ia buat sendiri. Menjadi seorang...