BAB 6 || Surat Kang Sayur

297 85 11
                                    

Hari ini adalah hari Sabtu, karena SMA Taruna Bakti menerapkan full day school jadi hari ini semua siswa diliburkan. Rencananya siang nanti aku ada kerja kelompok Sosiologi di rumah Sinta. Maka dari itu, sekarang aku berusaha memanfaatkan waktu untuk bersantai sebelum matahari bergerak semakin tinggi.

Saat ini aku sedang duduk bersandar di kepala ranjang sambil membaca novel kesukaanku. Namun, belum ada sepuluh menit aku menikmati ketenanganku di pagi hari, tiba-tiba kedatangan bang Haris merusak segalanya.

"Dek! Lo lagi ngapain?" dia Haris Sanskara, abangku satu-satunya.

Tanpa mengetuk pintu kamarku, ia langsung menerobos masuk tanpa permisi. Dan sekarang ia sedang duduk di pinggir ranjangku, menatapku dengan senyum tak bersalah.

"Bang, kalo mau masuk ketuk pintu dulu!" kataku sambil menatapnya tajam.

"Udahlah, pake ketuk pintu segala lagi. Kayak siapa aja lo, sampe gue harus ijin dulu mau masuk kamar adek sendiri." ucapnya santai sambil tersenyum menyebalkan.

"Terserah lo dah bang." ucapku sambil memutar bola mataku malas.

"Trus lo mau ngapain kesini, bang?" tanyaku tanpa minat.

"Kalo bukan karena mama yang minta, gue males kali nyamperin lo dek." katanya sambil menghembuskan nafas kasar. Namun, aku hanya mengernyit, menunggu jawaban tujuan utama bang Haris masuk ke kamarku.

"Nih, ambil! Titipan surat dari orang penting." ujarnya sambil menyerahkan sebuah amplop putih kepadaku.

"Surat? Orang penting?" kataku ragu sambil mengambil surat tersebut dari tangan bang Haris.

"Tadi, kata mama dia dikasi surat ini sama tukang sayur keliling pas lagi belanja. Katanya buat lo, dari orang penting." katanya menatapku sambil mengedikkan bahunya.

"Jangan-jangan lo lagi PDKT-an sama kang sayur keliling itu ya dek?" tanyanya dengan wajah serius sambil berusaha menahan tawanya.

"Enak aja lo bang! Yakali gue PDKT-an sama kang sayur! Mana itu kang sayur udah aki-aki lagi! Gue masih waras kali bang!" kataku dengan suara agak keras sambil memukul bahunya.

"Hahaha... Kan siapa tau dek. Lo kan dari lahir belum pernah pacaran. Siapa tau lo pengen pacaran tapi gak punya gebetan, makanya itu tukang sayur lo gebet biar bisa jadi pacar lo." ejeknya sambil tertawa.

"Dasar abang durhaka lo! Mending gue yang belum pernah pacaran, daripada lo yang ditempelin sama cabe mulu. Gak risih lo?" kataku sambil tersenyum miring.

"Wesss, itu artinya abang lo ini ganteng dek. Makanya cewek-cewek pada ngerebutin abang lo ini. Lo harusnya bangga." katanya lagi sembil menepuk-nepuk dadanya bangga.

"Idih, najis lo bang! Tapi kenapa lo masih jomblo sampe sekarang? Lo belum bisa move on dari mbak Yuli ya bang?" tanyaku dengan penasaran.

Sekedar info buat kalian, kalau bang Haris itu pernah pacaran sekali dengan seorang perempuan bernama Yuli, teman semasa SMA-nya. Mereka sudah 2 tahun menjalin hubungan, tetapi sewaktu mereka lulus SMA malah putus dengan alasan sudah tidak cocok lagi. Bagiku itu alasan yang klasik!

Hingga sampai saat ini bang Haris masih betah menjomblo. Oh iya, bang Haris adalah mahasiswa di salah satu Universitas Negeri di daerah ini, dia mengambil jurusan arsitektur dan sekarang sudah semester 4. Oke sampai disini dulu info mengenai hidup bang Haris.

"Gue udah move on dari lama. Cuma gue masih betah aja kayak gini, bebas jadi gak terikat hubungan sama siapapun. Selain itu, gue juga belum ketemu sama cewek yang cocok buat gue." katanya dengan nada sendu.

"Iyadah bang terserah lo, tapi mukanya jangan sedih gitu kali." kataku dengan tersenyum jahil.

"Siapa yang sedih, gue mah happy-happy aja kali." katanya dengan raut wajah sebahagia mungkin.

[1] My True First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang