Sebelum baca jangan lupa vote dan comment yaa. Aku pengen tau respon dari readers setiaku<3
Selamat membaca^^
***
Edwin barusan nyium pipi gue?! Logikaku seketika terhenti.
Beberapa menit terdiam, aku pun langsung menoleh ke samping dimana Edwin berada. Dia berdiri memunggungiku? Apakah dia menyesal telah menciumku?
"Ed-edwin, lo nga-ngapain barusan nyi-nyiu-" belum usai kalimat yang ingin aku lontarkan, tiba-tiba saja ia menyela.
"U-udah selesai kan fotonya. Ayo kita lanjut jalan!" ucapnya dengan cepat. Ia pun langsung mengambil ponselnya dari tanganku dan berjalan mendahuluiku, tanpa mau melihat ke arahku.
"Dia juga gugup sama kayak gue. Apa jangan-jangan dia malu?" monologku yang masih terdiam menatap Edwin yang terus berjalan meninggalkanku.
Tersadar kalau Edwin semakin jauh dari tempatku berada, aku pun segera berlari menyusulnya. "WOY, EDWIN! TUNGGUIN GUE!" teriakku sambil berlari.
Setelah aku berhasil menyusulnya, kini aku berjalan di sebelahnya dengan terus menatap ke arahnya.
"Jalan tuh liat ke depan, kalo lo jatuh gue lagi yang repot." katanya dengan nada datar. Aku hanya mengedikkan bahuku sebagai respon.
Aku lihat-lihat wajahnya tidak terlihat seperti seseorang yang merasa malu, maksudku setelah kejadian ciuman tadi dia nampak biasa saja. Yah, meskipun dia sempat gugup tadi.
Saat aku akan bertanya kembali mengenai kejadian sebelumnya, tiba-tiba ia mengatakan bahwa kami telah sampai.
Refleks aku menoleh ke depan, dan betapa terkejutnya aku setelah melihat penampakan sebuah rumah pohon. Terlihat tua namun sangat indah, bahkan dilengkapi dengan sebuah ayunan.
"Wahhh, ini rumah pohon punya siapa?" tanyaku masih dengan terkagum-kagum melihat rumah pohon tersebut.
"Punya gue." jawab Edwin setelahnya.
"Serius? Ini lo buatnya sendiri apa manggil tukang kayu?" aku pun menoleh meminta penjelasan.
"Ayah gue yang buat sewaktu gue kecil." jawabnya dengan masih melihat rumah pohon tersebut.
"Gilak, keren banget ayah lo. Kreatif!" hebohku masih dengan terus mengaguminya.
"Ayah gue doang nih yang keren? Gue-nya nggak?" tanyanya dengan menaikkan sebelah alisnya.
Mulai lagi deh sifat ngeselinnya keluar. Batinku.
"Iya, ayah lo doang yang keren. Lo-nya nggak." jawabku dengan ketus.
"Kok bisa gitu? Gue kan juga buatan ayah loh." katanya dengan senyum jahil.
Mendengar pernyataannya itu, seketika alisku menukik tajam. Aku menatapnya dengan kesal. Sepertinya dia senang sekali membuatku marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] My True First Love
Teen Fiction|| FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ || Ini kisah seorang gadis SMA yang bertemu dengan laki-laki misterius di sekolahnya. Pertemuan tersebut membawanya pada kehidupan baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Lalu, bagaimanakah hubungan mereka sela...