Bab 27 || Perasaan

221 29 54
                                    

Jika dia memang ditakdirkan untukku, maka sejauh apapun dia pergi, dia akan selalu kembali kepadaku.

***

"Kina, gue mau bilang kalo gue-"

"Kina!" panggil seseorang di ambang pintu.

Belum selesai Rey menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba seseorang datang memanggilku. Aku pun menoleh ke belakang, Rey juga ikut mengalihkan perhatiannya pada orang tersebut.

"Rafa?" Iya, orang tersebut adalah Rafa.

Rafa berjalan mendekat ke arah kami, dengan nafas yang sedikit terengah-engah. Sepertinya dia sehabis berlari. Ada hal penting apa sampai membuatnya tergesa-gesa menghampiriku?

Setelah Rafa berdiri di sampingku, ia menatap tajam tanganku yang masih digenggam oleh Rey. Aku pun tersadar, dan segera melepaskan genggaman tangan Rey.

"A-ada perlu apa ya, Raf?" tanyaku padanya dengan gugup.

Rafa pun menjawab dengan senyuman, meskipun senyumnya terlihat sedikit berbeda, "Oh itu, tadi gue disuruh Ibu Sari buat manggil lo ke ruang guru."

Hah! Apa jangan-jangan Rafa malah laporin gue ke wali kelas ya. Duh, mampus nih gue! Dalam hati aku ketar-ketir mengetahui dipanggil oleh Ibu Sari.

"Ka-kalo boleh tau, kenapa ya gue dipanggil? Apa karna-" ucapanku terjeda. Aku sedikit ragu membahas kejadian itu lagi.

Sepertinya Rafa paham akan apa yang ingin aku bicarakan. Dia kembali tersenyum menatapku.

"Lo tenang aja kok, masalah tadi udah selesai. Gue gak ngelaporin lo ke guru manapun. Lo dipanggil Buk Sari karena dia mau nitip tugas buat kelas XI IPS 1," jelasnya dengan lembut.

Hahh, syukur deh gue gak dilaporin. Gila, Rafa baik banget. Gak salah gue pernah ngecrush-in dia. Sayang banget gue harus mundur, tapi ini jadi keputusan yang terbaik sih. Batinku menerima.

"O-oh gitu. Thank's ya, Raf. Kalo gitu gue pergi dulu,"

"Oh ya, Rey, tadi lo mau ngomong apa?" aku langsung teringat dengan ucapan Rey yang terpotong.

Aku sempat melihat Rafa yang menatap Rey dengan tajam, ada apa dengan mereka berdua? Jika memang Rey bertengkar dengan Rafa, tapi Rafa terlihat baik-baik saja. Tidak ada sedikitpun lecet ataupun luka di wajahnya. Apa mungkin Rey memang tidak berkelahi dengan Rafa? Ah sudahlah, aku tak mau pusing memikirkannya.

Sebelum menjawab pertanyaanku, ia sempat melirik Rafa sekilas, "Bukan apa-apa. Mending lo ke ruang guru sekarang."

Sebenarnya aku masih penasaran dengan apa yang ingin Rey katakan tadi. Tapi aku juga sedang terburu-buru saat ini. Aku merasa sedikit aneh sih, tidak biasanya Buk Sari menitipkan tugas padaku. Biasanya beliau akan meminta tolong kepada Indra selaku ketua kelas.

Tapi, yasudahlah. Mungkin Indra sedang ada urusan, maka dari itu beliau meminta tolong kepadaku.

Aku hanya merespon ucapan Rey dengan anggukan, setelahnya aku meninggalkan Rafa dan Rey berdua di UKS.

Apa mereka akan baik-baik saja ya, jika aku tinggalkan begitu saja? Sejujurnya aku khawatir dengan mereka berdua. Mereka terlihat bersitegang, apa mungkin mereka memiliki masalah yang belum terselesaikan? Hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

Aku pun bergegas pergi ke ruang guru. Sesampainya di ruang guru, aku langsung menghampiri Buk Sari yang tengah duduk memeriksa tugas-tugas siswa.

"Permisi, buk. Ibu manggil saya?" ucapku dengan sopan.

Buk Sari langsung menoleh dengan terkejut, "Loh, Kina? Indra mana?"

"Hah, Indra buk? Saya juga kurang tau. Tadi Rafa bilang ke saya, kalau ibu memanggil saya kemari," jawabku jujur. Aku sedikit kebingungan, mengapa Buk Sari justru menanyakan Indra?

[1] My True First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang