Sebelumnya aku mau ucapin terima kasih buat kalian yang udah baca cerita ini. Terima kasih atas kesabarannya menunggu kelanjutan cerita ini.
Kalian tau? Aku tuh sayang banget sama kalian para pembaca setiaku, hehe. Semoga kalian masih tetap setia sampai cerita ini menemukan akhirnya^^
Sebelum baca jangan lupa vote dan komen yaa, selamat membaca semuaa<3
***
"Nih," Rey menyodorkanku sebuah minuman dingin.
"Thanks," ucapku tersenyum sambil menerima minuman tersebut.
Kami berdua sedang duduk di taman komplek perumahanku. Aku sengaja memintanya untuk tidak langsung mengantarkanku pulang ke rumah.
Setelah apa yang terjadi di sekolah tadi, Rey memaksaku agar pulang bersamanya. Erina pun setuju dengan perkataan Rey, ia khawatir jika aku pulang sendiri dengan kondisi yang menyedihkan.
Jadilah, aku berakhir di taman bersama dengan Rey.
"Pipi lo gak mau diobatin dulu?" tanyanya sambil melihat pipiku yang kemerahan akibat cengkraman Kak Indah.
"Gak usah, nanti juga ilang sendiri merahnya," jawabku enteng.
"Emangnya gak sakit?"
"Perih dikit sih, hehe," kataku sambil terkekeh.
"Ck, lo tunggu sini," ucapnya sambil berlalu meninggalkanku.
Aku yang tak sempat bertanya kemana dia akan pergi, memilih untuk menurut saja menunggunya disini.
Sejak kejadian tadi, Arga terus berusaha untuk menghubungiku. Namun, aku selalu mengabaikannya. Saat ini aku belum bisa berbicara dengannya, kekecewaanku padanya sangatlah mendalam.
Kurasa di sekolah nanti, aku akan berusaha sebisa mungkin menghindar darinya. Aku juga perlu waktu untuk meredakan emosi dan kekecewaanku.
Disaat aku tengah asik dengan pikiranku sendiri, Rey datang dengan membawa satu plastik penuh es batu.
"Anjir, lo ngapain beli es batu sebanyak ini?" heranku padanya.
"Buat kompres pipi lo," katanya, lalu kembali duduk di sebelahku.
"Kompres doang sampe beli sebanyak ini?"
"Ck, gue malu kalo beli dikit," katanya sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Sumpah ya, dia memang benar-benar seorang lelaki. Apa salahnya membeli es batu sedikit? Kenapa harus malu???
"Terserah lo deh, gak bisa berkata-kata lagi gue," ucapku dengan pasrah.
Ia pun kembali menoleh menatapku. Kulihat dia meletakkan seplastik es tersebut di antara kami. Lalu ia mengeluarkan saputangan dari saku celananya, dan mengambil beberapa es batu kemudian membalutnya dengan saputangan tersebut.
Rey perlahan bergeser dan duduk mendekat kepadaku. Jarak kami kini cukup dekat, hanya terpisahkan oleh es batu yang berada di antara kami.
Tangan kirinya mulai menyentuh daguku, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk memegang es yang sudah terbalut dengan saputangan.
"Ma-mau ngapain lo?" aku langsung menepis tangannya dari wajahku.
"Ya mau kompres pipi lo lah," jawabnya kesal.
"Gue bisa sendiri, siniin es nya," kataku sambil meminta es batu yang ia pegang.
Namun, ia menolak dan bersikeras untuk tetap mengompres pipiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] My True First Love
Teen Fiction|| FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ || Ini kisah seorang gadis SMA yang bertemu dengan laki-laki misterius di sekolahnya. Pertemuan tersebut membawanya pada kehidupan baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Lalu, bagaimanakah hubungan mereka sela...