((8.a))

3.1K 538 152
                                    

Sebelum baca, tekan vote sebelah kiri.

***

Alvin terbangun setelah mendengar tangisan di sampingnya. Dia langsung bangkit dari tidurnya saat mendapati Rebecca yang terisak. Alvin yang baru menyadari, bahwa dia sudah lepas kendali dan tidak menjaga prinsipnya, dia merasa sangat syok dengan kenyataan itu. Akan tetapi, tangisan Rebecca membuat dia merasa khawatir.

"Apa yang terjadi? kenapa kamu menangis? Apa terjadi sesuatu? apakah aku menyakitimu?" tanya Alvin dengan nada tak sabaran.

Rebecca menggeleng. "Semua sudah terjadi, Mas," kata Rebecca sambil mengusap air matanya. "Kita sudah berbuat terlalu jauh," kata Rebecca.
Melihat itu, Alvin diliputi keheranan, bukankah Rebecca yang menjebak nya sampai berbuat sejauh ini, wanita ini yang lebih dulu merayu, bahkan ketika Alvin menolak beberapa kali walaupun dia mulai dikuasi hasrat.

"Apa kau menyesal?"

"Aku tidak tidak menyesal, karena aku sangat mencintaimu. Aku khawatir apa yang terjadi malam ini malah membuatku hamil, Mas tau sendiri bahwa kita tak memakai pengaman. Jika aku hamil, Mas akan bertanggung jawab, kan? Kita melakukan ini atas kesadaran kita, kita sama-sama mempertanggung jawabkan jika kekhawatiranku terbukti."

Alvin mengangguk cepat. "Tentu saja Mas akan menikahi kamu, saya tak mungkin menelantarkan darah daging saya sendiri."

Mendengar itu Rebecca tersenyum bahagia dan memeluk alvin dengan erat. "Terima kasih telah menjadi orang yang sangat perhatian kepadaku, Mas. Aku sangat bangga karena telah bertemu dengan Mas dan kita pun saling mencintai." Rebecca berkata dengan matanya yang basah.

"Mas berjanji tak akan pernah meninggalkan saya?" kata Rebecca sambil mengusap air matanya kembali.

"Dalam keadaan apapun, saya tidak akan pernah meninggalkan kamu. Saya berjanji dengan Seluruh jiwa raga saya," kata Alvin.

Rebecca mengangguk, kemudian memeluk Alvin kembali. Alvin tidak mengetahui, Rebecca menyunggingkan senyum puas. Sebelumnya, tentu saja Rebecca memastikan foto yang sudah terkirim itu sudah dihapus.

"Sebentar, Mas harus membersihkan diri terlebih dahulu," kata Alvin. "Karena malam ini Mas harus pulang, ini sudah jam 2 malam.$

"Malam ini Mas menginap di sini saja," kata Rebecca dengan manjanya sambil menahan pergelangan tangan Alvin.

"Aku harus pulang," kata Alvin menolak.

"Tapi, besok malam menginap di sini lagi, ya," kata Rebecca.

"Kita tak bisa tidur bersama, Mas tidak bisa memberikan janji sebelum kita menikah, ketika kita sudah menikah, kita akan selalu bersama, kemanapun berdua, kamu harus bersabar sampai waktu itu tiba."

Mendengar itu, Rebecca hanya pasrah. Baru saja Alvin beranjak dari atas ranjang, getaran dari handphonenya yang berada di tas kantornya, membuat dia membuka benda itu.

Bastian ... Nama Bastian yang tertera di sana, Alvin memandang handphonenya yang berbunyi itu dengan tatapan bingung. Tak biasanya Bastian menelponnya kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. Apakah Dayu mengadu pada adiknya itu karena dia tak pulang malam ini? Begitu pikir Alvin.

"Sedang di mana kamu, Mas?"
tanya Bastian terdengar sangat dingin dari seberang telepon.


"Aku sedang berada di sebuah tempat."

"Bisa kita bertemu?"

"Ada apa?" kata Alvin merasa ada yang aneh.

"Ada sesuatu yang sangat penting, aku yang mencarimu atau kau pulang sendiri, Mas? Aku tahu kau tak ada di rumahmu."

"Aku akan pulang ke rumah Mama."

"Apakah posisimu tidak begitu jauh dari rumah Mama?"

"Aku akan sampai dalam waktu 15 menit."

"Aku tunggu."

Perbincangan itu menarik perhatian Rebecca, wanita itu berdiri dan berkata, "Siapa, Mas?"

"Bastian, adikku," sahut Alvin.

***

Bugh! tubuh besar itu tersungkur ke tanah begitu saja. Bahkan ketika dia baru keluar dari mobilnya dan belum sempat melangkahkan kakinya, semua hantaman keras memukul wajahnya hingga hidungnya mengeluarkan darah yang sangat banyak.

Alvin yang belum paham apa yang sebenarnya terjadi, merasakan pandangannya berkunang-kunang. Ia berusaha untuk bangkit, namun sontak saja sebuah pukulan kembali menghantam dahinya sehingga dia terjengkang ke belakang.

Alvin membuka matanya, dia terkejut melihat siapa yang telah menghajarnya seperti itu, tidak lain adalah Bastian. Adiknya sendiri.

"Apa yang kau lakukan?" kata Alvin marah, tapi belum selesai dia mengucapkan kalimat itu, sebuah tendangan menghantam perutnya sehingga dia merasakan sakit yang teramat sangat di ulu hatinya.

"Aku tidak perlu berbicara lewat mulut, tapi aku hanya butuh menghajarmu sampai kau minta ampun ...."

"Hentikan! apa yang kau maksud? kamu kenapa? Kenapa menghajarku seperti ini?" Alvin mengusap darah yang mengucur di hidungnya dan meludahkan cairan asin yang terasa di mulutnya. Darah.

"Andai kau bukanlah saudara yang berasal dari rahim ibu yang sama, aku sudah membunuh malam ini juga!"

"Aku tidak mengerti, Bastian."

"Tak perlu mengerti, yang jelas fotomu dengan pose dalam keadaan telanjang dengan selingkuhanmu, sudah sampai ke tangan Mbak Dayu. Dan kau tau apa yang terjadi sekarang? anakmu sedang sekarat. Dasar tak ada otak, Papa tak pernah mengajarkan perbuatan keji pada kita, kenapa kau melakukannya? Hah?" Bastian mengamuk dengan suara meninggi, urat keningnya bermunculan dengan wajah yang tegang dan memerah.

Sedangkan Alvin, tak mampu berkata-kata.

***
Di Karya Karsa sudah tamat

Merengkuh Peluh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang