3. Bandara

574 68 12
                                        

Kalau bukan karena titipan Mama, mungkin Vanka tidak akan kesusahan membawa semua barang-barangnya. Tangan kiri Vanka menggenggam pegangan koper. Tangan kanan Vanka membawa kardus titipan Mama. Vanka mendecakkan lidahnya kesal. Seperti orang mudik saja pakai segala membawa tentengan kardus!

Gita pun tak kalah repotnya. Ia terlalu banyak membawa oleh-oleh dari Blitar--dan itu semua belum termasuk oleh-oleh dari Surabaya.

Walaupun bawaan Gita lebih banyak dibandingkan Vanka, anehnya Gita tidak merasa kewalahan sedikit pun. Bahkan ia masih bisa memainkan ponselnya yang ukurannya lebih besar dari telapak tangannya.

"Pan, gue cari oleh-oleh dulu ya buat Nyokap. Lo tunggu di Starbucks aja. Sekalian pesanin gue Greentea Frappuccino yang grande," perintah Gita kepada Vanka.

"Iya, Nyonya. Ada lagi nggak?" Vanka menatap Gita yang sekarang mulai ribet dengan barang-barangnya. "Udah sini, biar gue aja yang bawa koper sama tas lo."

Gita menatap Vanka ragu. "Yakin lo? Bisa nggak? Apa kita ke Starbucks dulu baru gue ke tempat oleh-oleh?" Gita bingung sendiri.

Vanka menggeleng. "Nggak usah. Ribet, Git, bolak-balik."

Gita mengangguk setuju dan menyerahkan semua barang yang dipegangnya berpindah ke tangan Vanka. Kardus titipan Mama ditaruh di atas koper. Tas milik Gita disampirkan ke bahu kiri Vanka. Tangan kanan Vanka menggandeng koper milik Gita. Benar-benar ribet sejadi-jadinya bawaan Vanka kali ini.

Tibalah Vanka di sebuah tempat duduk kosong. Tas dan kopernya yang berat itu ditaruh begitu saja dengan posisi menutupi meja dan jalan. Vanka langsung memesan pesanannya. Cotton Candy Frappuccino adalah minuman favortinya di Starbucks.

Setelah melakukan pembayaran, Vanka bergegas ke mejanya sambil merapikan barang-barangnya yang menghalangi pengguna jalan.

Tiba-tiba seorang pria tersandung mengenai roda koper Vanka yang diletakkan di tengah jalan. Pria itu hanya menoleh sekilas dan terus berjalan. Untung saja pria itu tidak memarahi Vanka.

Vanka langsung meminggirkan kopernya. Tak lama terdengar pramusaji menyebut namanya. "Atas nama Vanka dan Gita."

Vanka berjalan cepat mengambil pesanannya. Secara bersamaan pria yang tersandung koper Vanka tadi juga dipanggil namanya oleh pramusaji. "Atas nama Bastian."

Vanka dan Bastian saling bertatapan. Berdiri bersampingan mengambil pesanan. Sekilas ekor mata Vanka mengamati pria yang berdiri di sebelahnya. Pria itu mengenakan kaus navy dengan logo Polo berwarna merah serta jam tangan besar yang melingkar di lengannya. Pria itu memiliki tinggi badan proporsional. Jika Vanka boleh menebak, bisa jadi pria ini adalah seorang atlet atau guru olahraga.

Pria itu balik menatap Vanka lamat-lamat. Lalu berjalan menuju kursinya. Vanka mengekorinya dari belakang. Di mana letak kursi mereka juga searah.

Tiba-tiba nada dering telepon Vanka berbunyi kencang. Berisik sekali hingga semua mata tertuju menatapnya.

Karena tangan kanan dan kirinya penuh dengan minuman, terpaksa Vanka mengapitkan minuman Gita pada lekukan sikunya sebelah kiri. Dengan cepat Vanka mengambil ponsel di dalam saku depan celananya dan mengangkat telepon.

Saking seriusnya berbicara, tanpa disengaja Vanka menginjak ujung sepatu milik Bastian hingga sepatunya lepas. Bastian refleks menghentikan langkahnya. Vanka yang berada di belakangnya langsung tertabrak oleh punggung bidang pria itu.

Hello You Apps! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang