..Memang, sejatinya hening selalu menemani dimanapun Yeonjun berada. Kapan saja. Dan kini hening benar-benar menyelimutinya dan juga Seori. Tak memberi mereka sedikitpun ruang untuk bicara sesaat.
Ya, gadis itu juga sama diamnya seperti Yeonjun. Ia tak mengeluarkan kata apapun sejak saat pintu mobil tertutup. Dan perjalanan mereka hanya dipenuhi dengan suara dalam pikiran mereka masing-masing.
Bising tapi juga bisu.
Siapa yang mampu menebak bahwa sebenarnya banyak sekali yang Yeonjun pikirkan belakangan ini. Namun ia juga mendapatkan sesuatu yang belum pernah menyentuh hidupnya sebelumnya. Yeonjun tidak yakin apakah itu adalah yang ia tunggu dan ia cari selama ini atau bukan. Tapi jika boleh jujur, Yeonjun sangat menginginkan satu hal terkabul setelah ini.
Satu hal yang... sedikit egois? Mungkin.
"Ke arah mana setelah ini?" Melegakan jika suara Yeonjun hadir saat ini. Itu artinya Seori bukanlah patung bernyawa yang Yeonjun antar pulang, kan?
"Belok kanan setelah taman di depan sana. Kau bisa menurunkan aku di situ, aku akan jalan sendiri nanti."
"Kau yakin?"
Seori mengangguk yakin. Lagi pula ia cukup sadar diri bahwa kehadirannya bisa saja, kan, menganggu Yeonjun atau semacamnya. Juga paham betul jika tidak ada ruang dalam diri Yeonjun yang tersisa.
Seori memang pendiam, tapi ia tahu semua hal tentang Yeonjun dan Yeji dulu. Lelaki itu hanya penuh akan Yeji saja. Tidak ada yang lain. Mereka seimbang, dan Seori juga tahu itu. Mungkin ini hanya kesalahannya saja, jikalau dulu ia tidak terbawa suasana. Pasti semua ini juga tidak akan hadir.
Sekarang apa yang harus dilakukan Seori? Apakah ia harus mengabaikan Yeonjun, atau justru membantu Yeonjun untuk sembuh dari luka lamanya. Tapi jika dilihat dari berbagai sudut pun, Yeonjun belum ingin dan sepertinya tidak akan pernah ingin lepas dari gelisahnya sendiri. Yeonjun merasa sakit, tapi jika sakit itu hilang ia akan lebih menderita.
Siapa yang akan pergi? Aku atau dia?
"Aku bukan kekasihmu, Yeon. Aku bisa pulang sendiri tanpa kau antar hingga depan rumah, hahaha."
Tawa sumbang dari Seori justru memekakkan telinga Yeonjun. Dirasa ada yang tidak beres dari gadis di sampingnya ini, Yeonjun melakukan rem mendadak hingga membuat jidat Seori hampir membentur dashboard mobil.
"Apa yang kau lakukan, Yeon?"
Yeonjun terdiam sesaat. Ia menoleh ke arah Seori dengan raut setengah datar dan juga setengah sendu. Ia tak tahu ke arah mana pembicaraan ini akan berjalan. Ia tidak tahu juga apakah ini akan menjadi sebuah hal besar nantinya.
Namun Yeonjun sangat ingin mengatakannya pada Seori sekarang juga. Tentang pengakuannya.
"Bagiku, belum pernah aku temukan seseorang yang mengubah hidupku secara penuh. Memaksaku melihat dari banyak sisi di dunia. Menempatkan perasaan dan juga ego dengan sentuhan lembut."
"Juga, membuatku jatuh dan patah secara bersamaan. Ya, dia itu Hwang Yeji. Hanya dia yang bisa melakukan banyak hal itu padaku dan juga hidupku."
"Seori, aku tidak tahu apakah ini akan berakhir cepat atau lambat. Tapi hal yang paling aku ingini dalam waktu dekat adalah bisa mendengar suaranya lagi. Melihat binar matanya lagi. Aku... aku sangat rindu padanya melebihi apapun. Teman dekatmu itu– dia adalah tokoh utama dalam hidupku. Aku juga, sangat mencintainya. Jika dia masih ada di sini, apa dia akan marah kalau aku mengantarmu pulang seperti ini? Hahaha... cemburu itu tanda cinta, kan?"
Sungguh, hal yang paling tidak Seori duga. Setitik air mata yang meluncur di pipi Yeonjun sangat membuktikan bahwa rasa kehilangan belum juga berakhir. Rasa cintanya yang begitu besar, rasa rindunya yang kian lama tak tertahankan, dan juga sepi karena kehadirannya selalu diharapkan walau semua itu hanyalah angan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUPHORIA [✔]
Fanfiction"Aku yakin kita pasti akan bertemu di lain waktu." -dariku untukmu, Si penyuka buku dan penikmat kesendirian. Semoga Tuhan mengizinkan kita untuk menatap satu sama lain, lagi. P.s. 143-637 . . . . . in TXTZY line Written by @Imchole ----- read first...