Bab 1 Awal Yang Kurang Beruntung

117 77 141
                                    


Selamat membaca 2994 kata dari
"Semesta Yang Tak Mau Mengalah"

                     _______________

      Awal yang kurang beruntung

                                 ●
                                 ●

Suara burung berkicauan menyambutku saat aku baru saja keluar dari rumah. Kuhirup udara pagi yang sejuk, mataku menerawang ke depan sana, tepatnya di depan gerbang rumahku. Bukan rumahku juga, melainkan rumah kakakku.

"Sepi." Monologku.

Aku berjalan melewati gang-gang sempit sembari mencekal tas ransel ku yang kugendong. Mataku menjelajah ke jalanan, melihat apakah masih ada kendaraan yang melintas atau tidak. Karena di sekitar daerahku tak jarang ada kendaraan lewat, jadi aku memutuskan untuk menunggunya di depan gang rumahku saja.

Kududukkan pantatku pada kursi panjang yang terletak disamping jalan, sembari menatap jalanan yang ramai akan kendaraan yang melintas. Mataku berbinar ketika menemukan satu angkutan berwarna merah berjalan mendekat.

Aku berdiri ketika angkut tersebut berhenti di depanku. Kumasuki angkutan tersebut, lalu membayarnya, kemudian duduk di kursi bagian paling pojok.

Aku terduduk memandang ke arah luar, tanganku terulur membuka jendela, seketika angin langsung menerpa wajahku.

Aku menikmati setiap terpaan angin yang menerpa wajahku, tanpa menoleh sedikitpun pada seseorang yang kini mengisi kursi disampingku.

Tanganku terulur hendak mengambil earphone di dalam tas ranselku, kepalaku menoleh pada sosok yang duduk disampingku.

Pria dengan kumis tebalnya, serta rambut panjangnya. Persis seperti preman.

Dengan cepat aku langsung kembali memposisikan dudukku, dan langsung memasang earphone yang sudah kuambil tadi.

"Ekhem." Kudengar pria itu berdehem. Biarpun aku memakai earphon, namun aku tidak menyalakannya, sengaja memang. Karena aku takut, pria disampingku berbuat yang tidak-tidak padaku. Karena secara kebetulan di dalam angkutan ini hanya ada aku dan pria itu.

Mataku bergerak gelisah ketika pria itu semakin mendekatkan duduknya denganku. Angkutan sudah melaju membelah jalanan kota, namun di dalam angkutan hanya ada aku dan si pria preman.

"Ekhem, bisa geser lagi?" Pintaku.

Si pria itu menoleh padaku, membuatku takut saja.

Tak lama, pria itu menggeser tempat duduknya, aku pun bernafas lega.

"Ha! Aaa ngapain! Lepas!" Secara tiba-tiba, si pria itu menarik paksa tanganku. Membuatku menjerit. Si supir pun tak kalah terkejutnya ketika aku menjerit. Dia memberhentikan laju angkutannya, dan berniat hendak turun untuk menolongku. Namun tatapan tajam dari si pria preman itu membuat nyali sang supir menjadi ciut. Alhasil, sang supir kembali melajukan angkutannya dibarengi dengan jeritan 'tolong' dariku.

"Jalani terus mobilnya!" Ujar si preman itu sambil terus berusaha menyuruhku untuk duduk kembali. Aku terus meronta meminta dilepaskan, namun tenagaku tak sebanding dengannya.

"Lepas! Tolong!" Jeritku.

Wajahku sudah memerah menahan tangis, pakaianku yang sudah rapi pun kini sedikit berantakan.

Preman itu menatapku tajam, aku langsung memalingkan wajahku takut.

"Ikut sini!"
"Hentikan mobilnya!"

Semesta yang Tak Mau MengalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang