J-16

470 60 8
                                    

🔥🔥🔥



Jeno masih terdiam di dalam mobilnya, tak berniat untuk keluar. Lelaki Lee itu menatap kosong jalanan di depannya. Jeno tidak tahu harus bereaksi seperti apa, dia terlalu shock saat hyung-nya menarik tangan Jaemin dan memeluk gadis itu erat. Untuk pertama kalinya Jeno melihat Jaehyun menangis. Seumur hidupnya dia tak pernah melihat Jaehyun serapuh itu. Apalagi pada saat gadis Na mendorong Jaehyun sekuat tenaga kemudian menampar pipi Jaehyun. Adegan itu masih terlintas di benak Jeno.

Bagaimana Jaemin berlari masuk dengan badan bergetar dan bagaimana Jaehyun yang tertunduk dan bersedih. Semua itu Jeno lihat dengan mata kepalanya sendiri dengan terbisu. Kejadiannya terlalu cepat tapi amat sangat membekas pada ingatan Jeno.

Sedalam itukah arti Jaemin untuk hyung-nya?

Bahkan mata itu menyiratkan bahwa Jaemin adalah semesta untuk Jaehyun. Yang Jeno tidak mengerti kenapa Jaehyun malah memilih untuk menjadi brengsek dan bertunangan dengan Doyoung? Meninggalkan luka untuk semesta nya dan juga dirinya sendiri.

"Jeno? Bukankah kamu tadi sudah pulang?" seorang gadis menepuk pundak Jeno yang kini terdiam di kursi lorong rumah sakit.

Pemuda Lee itu menengok kemudian tersenyum kecil.

"Tadi Lucas meneleponku dan memintaku untuk mengganti shift-nya, ibunya sakit." Pemuda Lee itu tidak berbohong. Pada saat Jeno kalut, Lucas menghubunginya. Meminta Jeno untuk menggantikan shift-nya karena keadaan darurat. Tanpa berpikir panjang Jeno menyanggupi, toh jika dia kembali ke apartemennya, pikirannya ribut dan dia tidak menyukai hal itu.

"Ingin kopi?"

"Sure."

Setelah menawarkan kopi, gadis itu pergi meninggalkan Jeno. Tak lama dia kembali dengan dua cangkir kopi di tangannya. Kemudian segera memberikan salah satu cangkir kopi pada Jeno.

"Thanks, Siyeon."

"Tidak masalah. Ngomong-ngomong kamu terlihat lebih lesu dibanding saat pergi tadi. Apa ada masalah?"

Siyeon teman satu sejawatnya menatap lekat Jeno yang sedang menyesap kopinya.

"Tidak. Aku baik-baik saja, mungkin aku sedikit lelah mengingat tadi siang aku belum sempat makan."

"Ah, ingin aku bawakan makanan?"

"Tidak. Tidak perlu, aku bisa membelinya nanti. Lagipula sepertinya ada panggilan." Jeno menolak dengan halus tawaran teman sejawatnya itu seraya memperlihatkan ponselnya yang berdering menandakan jika Jeno dibutuhkan.

Pemuda Lee itu pamit kemudian berhambur ke arah ER. Setidaknya mungkin dengan dia bekerja akan sedikit melupakan perasaannya yang sedang kacau balau.

Jaemin bergelung di dalam selimut, badannya masih menggigil dengan peluh yang memenuhi dahinya. Berulang kali Jaemin mencoba untuk menarik nafas lalu menghembuskannya. Segala upaya yang dia pelajari selama sesi terapinya untuk mengatasi paniknya dia praktekkan. Hal itu berhasil dia lakukan meskipun butuh waktu yang cukup lama. Hingga ketukan di pintu kamarnya terdengar.

Jisung memanggil namanya, bertanya apakah Jaemin baik-baik saja. Gadis Na mencoba menetralkan suaranya yang bergetar agar tidak terdengar oleh Jisung. Dia tidak ingin membuat khawatir adiknya itu. Setelah nafasnya dirasa teratur, gadis Na itu menjawab jika dia baik-baik saja dan membuat alasan jika dia kelelahan dan ingin segera tidur. Jisung percaya, kemudian berlalu kembali ke kamarnya sendiri. Setelah merasa Jisung sudah tidak lagi berada di depan kamarnya, Jaemin menangis dalam diam. Hatinya kalut, tapi entah kenapa perasaan takut yang lebih mendominasi.


















[Nomin] J untuk JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang