4. Tentang Gosip di Kantor

277 59 0
                                    

Alih-alih Aster juga ikut berbalik dan pergi ke arah yang berbeda, dia malah mengikuti langkah Arsen. Dia mengekor di belakang Arsen yang sedang menarik tangan Aily. Membuat Aily yang menyadari hal itu berkali-kali menoleh pada Aster.

"Arsen, Arsen, sebentar!" Pinta Aily bersamaan dengan langkahnya yang dipaksa dia hentikan.

Cara itu berhasil membuat Arsen juga menghentikan langkahnya. Menatap Aily dengan satu alis yang terangkat, sebelum akhirnya dia menyadari ada Aster yang mengikutinya di belakang.

"Mau mu apa, hah? Kenapa malah mengikuti aku kemari!" Seru Arsen dengan tatapan tajamnya pada Aster. Dia sudah begitu jengkel dengan Aster di sana.

Akan tetapi, bukannya merasa bersalah dan merasa terintimidasi oleh Arsen, sekarang Aster malah mengusap tengkuknya dan menunjukan cengiran lebar hingga matanga nyaris hanya menyisakan satu garis saja. "Aku lupa jalan pulang," ucapnya tanpa merasa bersalah.

Aily yang melihat dan mendengar apa yang dikatakan Aster lantas tertawa. Lagi-lagi dia jadi merasa Arsen yang seperti itu. Wajah mereka terlalu mirip. Walaupun tak mungkin Arsen bertingkah seperti itu, apalagi menunjukan cengiran lebar seperti itu. Untuk tersenyum saja rasanya jarang!

Berbeda dengan Aily, Arsen justru semakin memutar bola matanya malas. Helaan nafas berat juga dia lakukan. Benar-benar tak habis pikir kalau dia benar-benar memiliki saudara kembar. Apalagi dengan tingkahnya yang seperti itu. Benar-benar tak cocok untuk Arsen.

"Arsen! Memangnya kau tega meninggalkan Aster? Sepertinya dia tidak hafal di jalanan sini," ucap Aily mencoba membantu Aster.

Aster mengangguk setuju. Bersemangat.

"Kalau begitu, kau pulang, Aily," jar Arsen pada Aily.

Namun, Aily menggelengkan kepalanya. Lagi-lagi dia mencoba untuk tidak menuruti apa yang dikatakan Arsen. Mana mungkin juga dia menyia-nyiakan kesempatan untuk bersama Arsen sekaligus Aster. Aily juga penasaran pada Aster, siapa tahu, Aily juga bisa mendapatkan informasi tambahan tentang Arsen dari Aster. Katanya, saudara kembar memiliki ikatan yang kuat bukan?

"Aku akan ikut bersama kalian. Mau bertemu dengan Mami Airin juga," ucap Aily.

Sekarang, bahkan Aily sudah melepaskan tangan Arsen darinya, dan bergerak untuk berdiri di samping Aster. Dimana keduanya kini menatap Arsen dengan mata yang mengerjap berkali-kali menatap Arsen.

Seperti dua kucing terlantar yang minta untuk dipungut. Mereka menatap Arsen dengan penuh harap.

"Shit!" Umpat Arsen pelan sebelum akhirnya berjalan melewati keduanya. Berjalan kembali ke arah pulang.

"Wow, bisa mengumpat juga ternyata," ucap Aster setelah mendengar umpatan yang diperdengarkan Arsen.

Sebelum pada akhirnya, dia menatap Aily dan saling menunjukan senyuman lebarnya.

"Yes!" Seru keduanya dengan hi five yang mereka lakukan. Hingga selanjutnya berlari-lari kecil mengekor di belakang Arsen.

***

"Airin? Apa kau mendengarku? Airin!"

Airin tersentak. Tepat saat satu gebrakan di mejanya telah dia dengar. Dimana kini, Seorang pria berusia 40tahunan itu sudah berada di hadapannya. Hal yang membuat Airin terkejut dsn lantas berdiri hingga menundukkan kepalanya untuk meminta maaf.

"Ah, maaf, Pak. Aku sedang tidak fokus," ucap Airin penuh penyesalan hingga menunduk pada pria itu berkali-kali.

Dimana pria yang ada di hadapannya kini adalah seorang Direktur pemasaran di tempatnya bekerja. Meski Airin juga tak paham kenapa dia bisa datang ke tempatnya seperti ini. Padahal, biasanya Airin yang akan dipanggil ke ruangannya, atau sekadar bertemu di ruang meeting.

"Jangan berlebihan. Lain kali jangan masuk kerja kalau hanya untuk melamun!" Seru nya.

"Baik, Pak. Maaf. Apa bapak kemari untuk menanyakan soal laporan beberapa platform pada bulan ini? Aku bisa mengirimkannya, padahal Bapak bisa—"

"Tidak. Bukan itu," ucap pria itu sembari mendekat pada Airin. "Aku mau mengajakmu pulang bersama. Bagaimana kalau kita mampir untuk minum-minum sebentar?" tanyanya setengah berbisik pada Airin.

Ruangan Airin yang menyatu dengan karyawan lain membuatnya terlihat berhati-hati, meski jaraknya sedikit jauh tetap tak bisa berbicara dengan nada yang normal. Sebab tak ingin mereka tahu kalau dia baru saja mengajak Airin.

"Maaf, Pak. Aku tidak bisa," tolak Airin dengan masih mencoba bersikap sopan.

Dia tak begitu menyukainya. Ini bukan kali pertama pria itu mengajaknya pergi. Berkali-kali hingga bahkan pernah memaksa juga pernah dilakukan. Tapi, Airin tetap harus bersikap profesional. Karena bagaimana pun pria itu tetap atasannya.

"Cih, sombong sekali. Aku hanya mengajak pulang bersama saja."

"Maaf, Pak. Bukan begitu, tapi aku benar-benar tidak bisa."

Airin benar-benar ingin sekali melempar tumpukan kertas itu pada wajah pria di hadapannya. Benar-benar sudah muak dengan tatapannya yang seolah merendahkan Airin di sana.

"Ayo, pokoknya kita pulang bersama saja! Kalau tidak, aku akan membuat laporan mu kacau kala—"

"Sayang sekali, Pak Yun. Nona Bae sudah berjanji akan pulang bersamaku."

Pria itu dan Airin lantas menoleh pada seseorang yang baru saja berucap seperti itu. Dimana di sana, Yun Yuno, sang Direktur pemasaran itu lantas menundukkan kepalanya.

Nyatanya, Choi Vee yang kini sudah mendekat ke arah keduanya. CEO perusahaan.

"Tuan Vee?"

Kehadiran si Direktur pemasaran saja sudah membuat karyawan di sana saling melirik dan berbisik satu sama lain. Sekarang, Vee malah terang-terangan mengatakan hal seperti itu. Meski saat ini para karyawan tengah menunduk dan terlihat sibuk dengan komputernya masing-masing. Tapi, Airin tahu kalau sebenarnya mereka juga tengah menyimak. Hingga pada akhirnya gosip akan menyebar esok hari.

"Kembalilah ke ruangan mu!" Seru Vee pada Yuno. Dimana Yuno lantas menundukkan kepalanya dan menuruti perintah Vee.

Nyatanya, meski Vee lebih muda darinya, dia tetap paling berkuasa.

Airin menghela nafasnya saat Vee kini sudah menatap Airin dengan senyuman lebarnya di sana. Dia bahkan berdiri tepat di depan Airin.

"Tuan Vee, apa kau kemari untuk data klien yang dibicarakan saat meeting kemarin? Ah, sebelumnya terima kasih karena sudah mau berbohong demi membuat Pak Yun menyerah," ucap Airin.

Dia sengaja mengatakannya dengan lantak. Masa bodoh dengan gosip soal dia yang didatangi Yun Yuno. Setidaknya itu lebih baik daripada akan tersebar rumor tentang dirinya dengan Vee.

Bersandar pada meja kerja Airin, bersamaan dengan dirinya yang berada tepat di hadapan Airin. Vee melipat kedua dadanya di depan dada, dia menatap Airin dengan mata yang memicing.

"Memangnya kau lupa kalau aku akan mengantarkan mu pulang? Katanya, mau membeli sesuatu juga untuk bisa makan bersama dengan anak-anakmu.  Kita bisa berbelanja bersama ke supermarket dan— Ahh!"

Vee mengaduh. Tepat saat Airin menginjak kaki Vee di sana.

Mencoba protes pada Airin, tapi Vee sudah terlebih dahulu mendapatkan tatapan tajam dari Airin.

"Semua orang sedang memperhatikan!" ujar Airin tanpa gerak bibir yang jelas.

Vee lantas menoleh ke belakang. Menatap para karyawan yang terlihat langsung menunduk saat menyadari Vee menatap ke arah mereka.

"Kenapa, Airin? Takut mereka tahu kalau aku menyukaimu?"

Lagi-lagi, Choi Vee, sialan!
Habislah Airin dengan gosip yang akan menyebar nantinya.

TO(GET)HERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang