Hari pertama Arsen dan Aster bersekolah di sekolah yang sama. Dimana hari ini juga Airin berniat mengantar keduanya sembari berbicara pada guru di sana, sekalian meminta agar Aster di tempatkan di kelas yang sama dengan Arsen.
Walaupun Arsen sempat menolak dengan keras sebelumny, pada akhirnya Airin tetap bisa membuat Arsen menurut. Hingga akhirnya Arsen setuju meski tak sepenuhnya setuju.
Sebenarnya, bukan maksud Airin memaksa Arsen. Hanya saja, Airin ingin mereka menjadi semakin dekat jika terus bersama. Apalagi, kalau bisa Airin juga ingin mereka saling membantu satu sama lain, menjaga satu sama lain selama bersekolah di sana.
"Arsen, Aster, apakah sudah siap semuanya?" tanya Airin pada dua putranya yang masih berada di dalam rumah.
Sedangkan Airin kini sudah berdiri di depan pintu. Menunggu kedua putranya keluar dari sana sehingga mereka bisa berangkat bersama.
"Sebentar, Mam! Aku sedang merapikan rambutku!" Seru Aster di dalam sana.
Mendengar hal itu, Airin lantas menghela nafasnya. Baik Arsen atau Aster, keduanya memang begitu mengutamakan kerapian.
Sembari menunggu keduanya selesai, Airin berniat mengeluarkan mobil miliknya dari garasi. Dia berjalan ke arah sana, namun langkahnya terhenti saat dia sudah berdiri tepat di hadapan mobilnya.
"Astaga! Kenapa jadi kempes begini? Sepertinya kemarin masih baik-baik aja," keluh Airin.
Pasalnya, mobil miliknya kini terlihat kempes di salah satu ban bagian depan. Airin sampai memastikan dengan berjongkok di sana. Dan memang benar, mobilnya kempes.
"Bocor?"
Airin menoleh, bersamaan dengan dia yang sudah bangkit dari posisinya. Menatap Arsen yang kini sudah berdiri di belakang Airin.
"Sepertinya," jawab Airin dengan sebuah anggukkan.
"Aku bisa berjalan saja ke halte dan naik bus," ujar Arsen kemudian.
Airin lantas menggeleng dengan cepat. "Tidak. Biar Mami memanggil taksi online saja."
"Mami bisa terlambat," tolak Arsen.
Arsen sebenarnya sudah berkali-kali mengatakan pada Airin agar tidak perlu mengantarnya dan Aster. Sebab, Arsen juga bisa berbicara pada guru pada Aster. Meski cenderung pendiam, tapi Arsen juga pandai berbicara kalau urusan seperti ini. Dia takut malah merepotkan Airin yang harus bolak balik ke sekolah sebelum akhirnya ke kantornya.
Padahal, sekolahnya dengan tempat Airin bekerja berlawanan arah.
"Ada apa? Apa ada sesuatu yang terjadi?" Aster yang baru saja keluar menghampiri keduanya terlihat kebingungan.
"Mobil Mami bocor. Jadi sepertinya kita harus memesan taksi online. Jadi—"
"Tidak. Sepertinya tidak perlu, Mam. Look at that!" Potong Aster dengan tangan yang sudah menunjuk ke sisi jalan rumah mereka.
Di sana, sebuah mobil nampak berhenti tepat di depan rumah mereka. Hingga akhirnya, seorang pria dengan setelan jas lantas keluar dari mobil tersebut. Seseorang yang berhasil membuat Arsen berdecak malas dan memutar bola matanya.
Berbeda dengan Aster yang nampak tersenyum lebar dengan tangan yang sudah melambai.
"Daddy!" Panggil Aster.
Ya, itu Juna. Ayahnya. Pria yang bahkan hingga saat ini tetap membuat Airin membencinya setengah mati.
Juna membalas senyuman yang ditunjukan Aster. Tangannya juga terulur untuk menepuk bahu Aster pelan.
"Something happen?" tanya Juna pada mereka bertiga. "Kenapa belum berangkat ke sekolah?"
"Bagaimana kau bisa tahu Aster bersekolah hari ini?" tanya Airin ketus.
"Aku memberitahunya, Mam. Is that okay?" ucap Aster merasa bersalah karena Airin terlihat tak menyukainya.
"Bagaimana pun mereka juga putraku, Airin," ujar Juna tak kalah dingin.
Airin mendecih dan menunjukan senyuman miringnya. "Put—"
"Seharusnya bukan 'mereka', tapi hanya Aster," potong Arsen.
Ya, Arsen benar-benar menunjukan secara gamblang ketidaksukaannya pada Juna. Dia sama sekali tak pernah menganggap pria itu sebagai ayahnya.
Menghela nafasnya, Juna lebih memilih untuk mengabaikan apa yang dikatakan Arsen.
"Aku antarkan kalian. Sepertinya mobilnya bocor, ya." Juna melihat ke arah mobil Airin.
"Bagaimana, Mam?" tanya Aster pada Airin.
Sebenarnya Aster cukup senang karena dengan adanya Juna mereka mungkin tak perlu memesan taksi online atau bahkan naik bus. Tapi, dia tak bisa juga kalau membuat Maminya tak nyaman.
"Tidak perlu. Kita bersama dia saja." Arsen berucap sembari melangkah melewati tiga orang di sana.
Dimana Arsen kini tengah berjalan menuju sebuah mobil yang sudah berhenti tepat di belakang mobil Juna.
Airin menatap tak percaya saat Arsen pergi begitu saja. Bahkan, Aster juga sampai membuka mulutnya tak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang.
"Mam, cepat. Kita terlambat," seru Arsen yang sudah menolehkan kepalanya ke belakang. Menatap Airin yang kini hanya terdiam menatap tak percaya ke arahnya.
"Wow! Kau tidak salah minum obat, Arsen?"
Ya, pertanyaan itu dilontarkan dari pria yang kini sudah membuka kaca mobilnya menatap Arsen.
Dia Vee, pria yang sekarang tersenyum penuh kemenangan saat Arsen masuk ke dalam mobilnya. Belum lagi dengan Airin yang sudah menuntun Aster untuk berjalan ke arahnya. Meninggalkan Juna yang tampak mengepalkan kedua tangannya erat.
"Jadi, aku datang sebagai pahlawan yang datang di waktu yang tepat sekarang? Bukan pahlawan yang kesiangan 'kan?" tanya Vee dengan cengiran lebar yang dia tunjukan.
"Soalnya, sekarang masih pagi. Belum siang," tambah Vee yang membuat Arsen berdecak malas kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
TO(GET)HER
RomantizmBae Airin adalah seorang perempuan berusia 34 tahun yang telah memiliki putra berusia 17 tahun. Tidak hanya satu, melainkan dua. Dua putera kembar yang memiliki sifat berbeda. Sebab, sejak bayi, salah satu dari dua puteranya tinggal terpisah darinya...