Airin dan Vee telah sampai di kantornya. Seharusnya mereka segera bergegas menuju tempat kerja mereka masing-masing karena mungkin saja pekerjaan yang mereka miliki tengah menunggu untuk di selesaikan.
Namun, siapa sangka jika hambatan lain akan muncul begitu mereka berdua baru saja keluar dari mobil. Dimana tepat di depan mobil mereka, kini telah muncul seorang pria jangkung yang sudah menatap keduanya bergantian.
Layaknya seorang predator yang siap bertarung demi mempertahankan teritorinya, Vee segera menunjukan sorot mata yang tajam. Dia bahkan dengan sengaja mensejajarkan langkahnya dengan Airin. Mewaspadai apa yang telah dia tangkap oleh sorot matanya di depan sana.
"Airin, aku ingin berbicara denganmu."
Suara pria itu terdengar. Dimana Vee lantas menunjukan ketidaksukaannya. Meski tetap berusaha menahan diri agar tidak bersikap gegabah. Setidaknya dia mencoba tetap terlihat bijak.
Ya, walaupun rasa cemburu itu juga dia rasakan sekarang. Sebab yang berada di sana adalah ayah kandung dari anak kembar Airin. Jeon Juna. Masa lalu Airin.
"Bicara di sini saja. Aku juga harus terburu-buru untuk bekerja," ujar Airin dingin.
Lengkungan senyum penuh kemenangan ditunjukan Vee di sana. Mati-matian dia berusaha menahan senyumnya agar tidak terlalu terlihat.
Namun, belum lama lengkungan senyum itu terlukis, Vee harus memudarkan senyumnya kembali saat Juna melirikan matanya pada Vee dan membuat Airin juga melirik ke arahnya.
"Kau bisa pergi lebih dulu, Vee. Aku harus bicara dengannya," ucap Airin pada akhirnya.
Membuat Vee menghela nafasnya kecewa akan hal itu. Bahkan, dia dapat melihat Juna yang sekarang tersenyum miring.
"Tidak, kita masuk bersama. Ada hal yang harus aku bahas juga denganmu," ucap Vee mencoba mencari alasan agar tetap berada di sana.
"Vee ...."
"Tentang pekerjaan!" Seru Vee buru-buru.
Terkadang Vee memang keras kepala. Dan saat inilah pria itu tengah menunjukan kekeras kepalaannya. Lantas kalau sudah seperti ini, Airin tak dapat melakukan apapun lagi.
"Juna, katakan saja yang ingin kau katakan." Ya, pada akhirnya Airin memilih hal ini sebagai apa yang dia lakukan.
Juna sempat ingin menolak. Akan tetapi, jika dia menolaknya mungkin Airin juga akan berubah pikiran dan malah meninggalkannya lagi seperti tadi.
"Ayo kembali bersamaku dan Aster. Bersama Arsen juga. Ayah dan ibuku pasti akan mulai menerimamu sekarang," ujar Juna yang mencoba meraih tangan Airin untuk dia bawa ke dalam genggaman.
Namun, jelas Airin menepis tangan itu dengan cepat. Sekali lagi membuat Vee menghela nafasnya lega.
Sekarang, Vee hanya bisa bersandar pada mobil yang berada di belakangnya. Memperhatikan keduanya yang tengah berbicara.
"Menerima? Kemana saja selama ini? Kau bahkan tak pernah mencoba membelaku saat itu. Kau membiarkan aku diusir dan malah membawa Aster dariku. Dan kau meminta aku kembali padamu? Sebaiknya kau sadarkan dirimu, Juna!"
Airin marah. Apa yang dikatakan Juna membuat hatinya jengkel. Ini seperti pria itu baru saja mengorek luka lama yang telah mengering hingga rasa sakitnya bisa Airin rasakan kembali.
Sebenarnya, Vee ingin membela Airin dan menjauhkannya dari Juna. Tapi, dia tak bisa begitu saja melakukan hal itu. Dia tidak ingin disebut mencampuri urusan pribadi Airin di sana. Maka dia lebih memilih memperhatikan dan mengawasinya. Seandainya Juna membuat Airin terluka, baru dia akan bertindak dan menghajar wajah itu kalau perlu.
"Aku minta maaf, Airin. Aku bisa memperbaikinya. Kau tahu aku tidak bisa kehilangan masa depanku saat itu. Usiaku masih terlaku muda, dan jelas aku tidak bisa menikahimu dan meninggalkan sekolahku," jelas Juna dengan penyesalannya.
Bagi Airin, penyesalan itu benar-benar sama sekali tidak tulus.
"Lalu bagaimana dengan aku? Kau tidak bisa kehilangan masa depanmu dan juga sekolahmu, tapi bagaimana dengan aku? Kau hanya memikirkan egomu sendiri, Juna. Kau selalu egois."
Juna terdiam sejenak. Dia telah menatap Airin dengan lekat sekarang. Sorot matanya terlihat sendu. Dimana barulah Airin bisa melihat kesungguhan atas penyesalan yang dirasakan pria itu.
"Maaf sudah membuatmu menderita. Tapi, sungguh. Aku benar-benar ingin membawamu kembali bersamaku. Aku akan mempertahankan kali ini. Aku akan berusaha membuat semuanya jauh lebih baik. Kita bisa tinggal bersama," ucap Juna lirih.
Dia seolah tengah memohon pada Airin di sama.
Dimana hal itu sempat membuat Airin sedikit goyah. Meski pada akhirnya dia mencoba untuk menyadarkannya. Dia ingin mempertahankan prinsipnya sekarang, dimana tanpa seorang pria seperti Juna pun dia bisa hidup dengan baik dan membesarkan Arsen.
"Berhenti mengatakan omong kosong. Semua yang sudah hancur tidak bisa ditata kembali untuk menjadi utuh," jelas Airin tegas.
Dia lebih memilih kembali mengingat rasa sakit yang dia rasakan di dalam dadanya atas apa uang telah terjadi belasan tahun lalu.
"Demi Arsen, demi Aster. Demi anak kita, Airin. Memangnya kau tidak kasihan melihat mereka harus kebingungan dengan dua orangtuanya yang berpisah?"
Airin terdiam mendengar penuturan Juna. Dalam benaknya, sempat teringat akan kesedihan Aster dahulu yang begitu mengharapkan untuk memiliki seorang ayah yang akan selalu ada untuknya. Dia membutuhkan sosok ayah. Ditambah dengan Aster yang Airin takuti akan kembali dibawa pergi oleh Juna.
Bohong kalau Airin tidak kembali goyah dan sedikit tergiur dengan penawaran yang diberikan Juna di sama.
Sampai pada akhirnya dia telah menatap Vee yang juga sudah memberikan tatapan lekat padanya. Sorot mata pria itu seolah tengah berbicara dengan lembut pada Airin untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Rasanya seperti Airin tengah di hadapkan dengan pilihan antara masa lalu dan masa depannya. Walau dia sendiri tidak tahu apakah dia benar-benar akan jatuh dalam pelukan Vee atau tidak. Sebab masih terlalu sulit untuknya menerima Vee saat berbagai rintangan masih banyak sekali untuk dia lewati.
"Seharusnya kau tanyakan itu pada dirimu sendiri tujuh belas tahun yang lalu. Apa kau tidak memikirkan bagaimana nasih Aster dan Arsen saat itu? Dimana dengan brengseknya kau menelantarkan aku dan Arsen. Membuat aku dan Arsen harus terpaksa berpisah denhan Aster," ucap Airin pada akhirnya.
Dia sudah kembali menatap Juna tajam. Dengan segala keyakinan yang sudah dia mantapkan di dalam dirinya.
"Aku tidak akan pernah kembali padamu!" Tegas Airin bersamaan dengan dia yang sudah memilih melangkah pergi. "Ayo, Vee," ajak Airin pada Vee yang sudah tersenyum bangga pada Airin.
Meninggalkan Juna yang sudah mengepalkan tangannya menatap dua orang yang kini telah berjalan berdampingan tersebut.
"Aku akan membawa Aster dan Arsen bersamaku kalau kau memang bersikeras seperti ini. Kau tahu aku hias melakukannya dengan uangku!" Seru Juna setengah berteriak sebab Airin sudah mulai menjauh dari tempatnya berdiri.
Mengabaikan apa yang dikatakan Juna, Airin lebih memilih melanjutkan langkahnya. Berbeda dengan Vee yang sudah mengangkat tangannya sejajar dengan bahu. Dimana di sana, dia telah menunjukan jari tengah pada Juna. Bersamaan dengan senyuman miring yang dia lukiskan di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TO(GET)HER
Любовные романыBae Airin adalah seorang perempuan berusia 34 tahun yang telah memiliki putra berusia 17 tahun. Tidak hanya satu, melainkan dua. Dua putera kembar yang memiliki sifat berbeda. Sebab, sejak bayi, salah satu dari dua puteranya tinggal terpisah darinya...