13. Bukan yang diinginkan

169 50 2
                                    

"Wait, kau setuju begitu saja? Memang kau ini cocok sekali dengannya. Sama-sama aneh," ujar Arsen dengan gelengan di kepalanya.

Arsen benar-benar tak menyangka kalau Aster akan semudah itu mengatakan setuju. Padahal sebelumnya Aster memiliki pendapat yang sama dengannya. Tapi, berubah hanya karena apa yang ditawarkan Vee. Sebuah sogokan yang bahkan sama sekali tak membuat Arsen tertarik karenanya. Apalagi, saat Arsen sendiri tidak terlalu suka bermain game.

"Aku belum selesai," ujar Aster santai menatap tiga orang di sana secara bergantian.

Tangan Aster menunjuk pada Vee di sana. "Aku bukan setuju untuk membiarkan Mami bersamanya."

Vee mengerutkan keningnya atas apa yang dikatakan Aster. "Tadi mengatakan setuju, kok. Aku tidak tuli."

"Iya! Tapi, setuju untuk pc gaming-nya, bukan untuk setuju kau dengan Mami!" Seru Aster tanpa merasa bersalah sama sekali. Sebab, dari awal niatnya memang seperti itu.

Jawaban Aster berhasil membuat Arsen berusaha menahan tawanya. Begitu juga Airin yang sempat hendak tertawa sebelum akhirnya sama seperti Arsen. Berusaha menahan tawanya agar tidak keluar dan malah membuat Vee lebih malu lagi.

Meski Airin juga tidak membenarkan tindakan Aster. Tapi, tetap saja ini terdengar begitu lucu. Apalagi saat raut wajah Vee menunjukan jika pria itu sudah menukikkan alisnya menatap Aster dengan bibir yang cemberut.

"Sudah, sudah. Lebih baik kita makan makanan yang sudah Vee bawakan untuk kita," ujar Airin berusaha mengalihkan mereka dari situasi tersebut.

Tak tega juga kalau pada akhirnya Vee diperlakukan seperti itu terus. Walaupun Airin jugs berkali-kali merapatkan bibirnya agar tidak melepaskan tawa dan membuat Vee semakin malu.

"Aku har—"

"Arsen. Makan bersama tak akan membuat keputusan Mami berubah," potong Airin saat Arsen hendak berbicara.

Ya, Airin tahu kalau Arsen hendak menghindari Vee. Menghindari berada di meja makan yang sama dengan Vee dan juga Aster secara bersamaan. Terlihat jelas ketidaksukaan Arsen di sana. Dimana kekhawatiran Arsen juga dapat terlihat.

"Ars, kita bisa menganggap dia tak ada. Lebih baik nikmati makanannya saja!" ujar Aster pada Arsen.

Vee membuka mulutnya tak percaya. "Wah, kau bahkan mengatakan hal itu di hadapanku langsung?" Gelengan kepala Vee ditunjukan. Tak habis pikir dengan isi kepala Aster di sana.

"Tapi, aku suka gayamu!" Tambah Vee dengan bersemangat dan acungan jempol yang ditunjukan pada Aster. Seolah dia memang benar-benar tak masalah sama sekali dengan apa yang dikatakan Aster sebelumnya.

Arsen menatap keduanya. Membuatnya mengernyit dengan tatapan seolah dia memang merasa baik Aster atau pun Vee, memiliki keanehan yang sama. Keanehan yang sama sekali tak disukai Arsen.

"Vee, duduklah," ujar Airin berusaha kembali menengahi mereka.

Dan itu berhasil sebab Vee kini sudah duduk di salah satu kursi kosong di depan si kembar itu.

"Mam?!"

Airin yang hendak mendaratkan tubuhnya untuk terduduk di samping Vee mengurungkan niatnya. Bahkan, dia yang hampir terduduk di kursi itu segera berdiri dengan tegak lagi karena peringatan yang ditunjukan Arsen.

Tak hanya itu, dua putranya kini tengah menatapnya lekat, tajam, seolah ada laser di kedua bola mata mereka.

"Here, Mam!" seru Aster dengan menepukkan tangannya pada kursi kosong di samping dirinya.

Airin hanya bisa menghela nafasnya berat bersamaan dengan menurut dengan apa yang dikatakan Aster.

Mau bagaimana lagi? Kedua putranya memang menjadi yang paling penting. Airin pasti akan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan dua putra tercintanya itu selama masih bisa dia lakukan.  Sekalipun, dia juga harus mengorbankan beberapa hal yang mungkin akan membatasi dirinya.

Vee hanya bisa tersenyum miring melihat semua itu. Nyatanya, meski dia mendapatkan penolakan, tetap tak membuat Vee membenci dua anak kembar tersebut. Entah kenapa, melihat bagaimana posesifnya mereka pada Airin membuat Vee menjadi gemas sendiri. Jadi membayangkan bagaimana jika Vee juga ikut menjadi seseorang yang bisa bersikap posesif pada Airin bersama mereka.

Iya, bersama mereka. Bersama dengan putra-putra Airin yang pasti akan Vee sayangi sepenuh hati.

"Baiklah, aku seperti pemimpin sebuah organisasi sekarang," ujar Vee begitu dia hanya duduk sendiri berhadapan dengan tiga orang yang sudah menatap padanya.

"Organisasi menyayangi dan mencintai Bae Airin!" tambah Vee yang kini sudah mendapat tatapan tajam dari ketiganya secara bersamaan.

TO(GET)HERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang