Seperti yang disarankan Vee semalam. Pada akhirnya Airin memilih untuk melakukan apa yang dikatakan Vee padanya. Tentang membahasnya secara perlahan, membuat Aster dan Arsen juga dapat memahami satu sama lain. Meski Airin sendiri juga yakin, sekali bicara saja tidak akan cukup untuk membuat semuanya selesai begitu saja.
Meski begitu, Airin tetap akan mencobanya. Dimana kini dia sudah mendapati Aster baru saja keluar dari kamarnya, dengan mata yang masih terlihat mengantuk.
"Aster, Mami sudah buatkan sarapan. Ayo, makan," ajak Airin pada Aster.
Tanpa penolakan, Aster pun mengangguk dan mengekor di belakang Airin. Tak dapat dipungkiri kalau perutnya merasa lapar sejak semalam.
"Arsen masih belum pulang?" tanya Aster yang kini sudah terduduk di meja makan.
Airin mengambil tempat untuk duduk di depan Aster. Sembari mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Aster.
"Arsen menginap di tempat Aily. Nanti Mami juga akan menjemputnya," ucap Airin dengan senyuman yang dia tunjukan.
Tidak ada lagi jawaban dari Aster. Pria itu lebih memilih untuk menikmati sarapan yang sudah di siapkan Airin di sana. Dimana Airin lantas menatapnya lekat.
Senyum Airin terlukis saat dia memperhatikan Aster yang terlihat antusias dengan makanannya. Bersamaan rasa syukur di dalam hatinya karena dapat kembali bertemu dengan Aster. Meski, dia tak dapat berada di sampingnya bahkan saat Aster sudah tumbuh sebesar ini.
"You like tattoo?" tanya Airin saat dia memperhatikan beberapa tato di tangan Aster.
Astern nampak tersenyum. "Eum. It's beautiful. Isn't it?"
Airin mengangguk. "Indah. Sepertimu."
Jawaban Airin berhasil membuat senyuman Aster semakin lebar terlihat. Dia senang dengan respon yang diberikan sang Mami. Di saat ayahnya selalu berpikir jika tato di tubuhnya adalah sebuah kesalahan besar, Airin justru lebih menghargainya.
Bagi Airin sendiri, tato yang dilukis di atas kulit Aster bukanlah hal yang buruk. Tato tak selamanya berarti buruk. Tato juga termasuk ke dalam sebuah seni yang indah. Tak masalah untuk Airin saat melihat Aster memiliki tato tersebut. Dia percaya anaknya itu mengerti mana yang baik dan tidak, kebaikannya juga tak dapat diukur dari bertato atau tidaknya.
Baik Arsen atau pun Aster, Airin akan menghargai setiap keputusan yang mereka buat. Selagi tidak merugikan orang lain atau bahkan diri mereka sendiri.
"Tapi, kalau memang kau mau bersekolah di sini, bisa kau menutupnya?" tanya Airin begitu lembut.
Tentu bukan karena Airin tak ingin tato Aster terlihat orang lain. Tapi, karena di negaranya ini, ada aturan tertentu yang harus dipatuhi. Dimana bagi anak sekolah seperti Aster juga harus mematuhinya. Di Korea sendiri, masih terlalu sensitif soal tato.
Aster sama sekali tak masalah dengan hal itu. Dia bahkan segera menganggukkan kepalanya mengerti. "Jadi, apa Mami akan memperbolehkan aku tinggal di sini. Bagaimana dengan Arsen?"
Airin terdiam sejenak. Dia teringat akan Juna yang masih bersikeras mengatakan akan membawa Aster kembali. Airin takut jika Aster pada akhirnya akan kembali jauh darinya. Meski begitu, Airin tetap akan berusaha untuk mempertahankan Aster untuk bersamanya. Bersama Arsen. Tanpa perduli jika Juna akan pergi sejauh mungkin.
"Mami akan mencoba bicara dengan Arsen nanti," jawab Airin.
Sekarang, giliran Aster yang terdiam. Dia juga tampak mengetukkan sendok miliknya pada piring dengan pelan sembari menatap Airin.
"Mami, sayang sekali ya pada Arsen?" tanya Aster pelan.
Pertanyaan itu sama sekali tak terbayang oleh Airin sebelumnya. Tak menyangka jika Aster akan melontarkan pertanyaan demikian.
Tapi, Airin menganggukkan kepalanya tanpa ragu. Menunjukan jika dia membenarkan pertanyaan Aster di sana. "Tapi, Mami juga sayang padamu. Kau dan Arsen, kalian yang paling Mami sayangi di dunia ini. Kalian yang membuat Mami bertahan hingga saat ini."
Mendengar namanya disebutkan, tetap tak membuat Aster merubah raut wajahnya. Dia masih terlihat muram, seolah tak begitu puas dengan jawaban yang diberikan Airin.
"Walau hanya Arsen yang menghabiskan waktu bersamamu? Mami bahkan tak pernah menemuiku," ungkap Aster dengan kekecewaannya yang tak bisa ditahan lagi.
Kalimat yang berhasil membuat Arsen merasakan sesak pada dadanya. Rasa bersalah yang teramat besar pada Aster. Meski Aster tak sepenuhnya benar, tetap saja tak dapat membuat Airin membantahnya. Bukan karena tidak ingin, tapi Airin takut jika Aster tetap kecewa padanya.
"Aster, maaf," ucap Airin dengan tangan yang terulur mengusap tangan Arsen yang berada di atas meja.
Airin menatap Aster dengan sorot mata yang begitu sendu dan berkaca+kaca. "Mami memang bukan ibu yang baik untukmu. Maaf telah membuatmu kecewa. Tapi, Mami janji akan membuatmu tetap bersama Mami di sini. Kita bisa bersama."
Diam. Hanya itu yang bisa dilakukan Aster. Padahal, biasanya dia selalu berbicara banyak hal, mengatakan ini dan itu dengan senyuman lebarnya. Tapi, sekarang dia hanya bisa terdiam dengan sorot mata yang tak kalah sendu dari Airin.
Ternyata benar, melihat seorang ibu menangis lebih menyakitkan dari apapun.
"Don't cry. I'm sorry." Aster bangkit dari duduknya. Dia berjalan untuk mendekat ke arah Airin. Dimana selanjutnya dia memeluk tubuh Airin di sana.
Aster tak menyalahkan Airin sepenuhnya, karena mungkin memang dia memiliki alasannya sendiri apalagi jika Aster mengingat bagaimana ayahnya, bagaimana neneknya di sana. Walaupun rasa iri akan Arsen itu begitu besar karena bisa bersama Airin selama ini.
"Mami juga ingin bersamamu terus Aster. Bersamamu, bersama Arsen. Kalian berdua sama-sama berharga untuk Mami."
Air mata Airin tak dapat tertahan lagi. Dia menangis hingga terisak saat rasa bersalah itu semakin menggerogotinya. Sungguh, dia juga ingin yang terbaik untuk kedua putranya. Dia ingin bersama mereka dan berada dalam keluarga yang harmonis dan bahagia. Tapi, apa boleh buat? Takdir membuat Airin harus terpisah dari Aster dan Juna. Membuat kebersamaan keluarga kecil itu hanya bertahan beberapa bulan hingga akhirnya terlihat begitu jauh. Bersama dengan rasa kecewa Airin yang begitu dalam terhadap Juna.
"I'll here, Mam. Aku juga bisa membuat Arsen menyetujuinya. I promise, we'll be together!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TO(GET)HER
RomanceBae Airin adalah seorang perempuan berusia 34 tahun yang telah memiliki putra berusia 17 tahun. Tidak hanya satu, melainkan dua. Dua putera kembar yang memiliki sifat berbeda. Sebab, sejak bayi, salah satu dari dua puteranya tinggal terpisah darinya...