15. Anak tunggal kaya raya

199 51 4
                                    

Baiklah, bohong kalau Vee tidak senang saat Airin dan dua putranya kini telah memilih mobilnya untuk mengantar mereka.

Akan tetapi, cukup tak nyaman juga bagi Vee saat ketiganya malah memilih duduk di kursi penumpang di belakang sana. Dengan posisi Airin berada di antara kedua putranya. Sedangkan kursi di samping Vee dibiarkan kosong.

Bukannya menjadi pahlawan, Vee lebih merasa kalau dia malah menjadi supir untuk ketiganya.

"Bukankah di sana sempit? Tidak enak kalau berdesakan begitu, 'kan? Kenapa tid—"

"Tidak perlu," potong Arsen cepat.

Aster ikut mengangguk bersemangat. "Jangan harap Mami duduk di sampingmu, ya!"

"Aku baik-baik saja," ucap Airin jadi tak enak sendiri.

Baik Arsen atau Aster, mereka benar-benar menunjukan ketidaksukaannya pada Vee. Bahkan, mereka juga yang menarik Airin duduk bersama mereka. Sedangkan salah satu di antara mereka juga tak ada yang mau duduk di samping Vee.

Airin mengerti kekhawatiran dua putranya, tapi tetap saja Airin menjadi tak enak pada Vee. Dia bahkan sudah membantu, tapi malah diperlakukan seperti ini. Terlebih, Vee adalah boss-nya sendiri. Bayangkan saja, dimana lagi ada boss seperti ini?

"Baiklah, baiklah! Aku tidak akan protes lagi, terserah kalian saja maunya bagaimana," ucap Vee menyerah.

Setidaknya, dia juga senang saat Arsen malah lebih memilih dirinya daripada ayahnya sendiri. Menunjukan jika Arsen sedikit lebih nyaman saat bersama Vee.

Iya, walau hanya sedikit sekali.

***

Sesampainya mereka pada sebuah sekolah menengah atas, ketiganya turun dari mobil Vee.

"Boleh aku ikut?" tanya Vee pelan pada Airin.

Airin menoleh pada Arsen yang sudah berjarak lebih jauh dari mereka, sedangkan Aster melipat kedua tangannya di depan dada menatap Vee seolah mengancam pria itu dengan sorot matanya.

"Tidak!" Seru Aster tegas.

Nyatanya dia mendengar apa yang dikatakan Vee.

"Vee, maaf dan terima kasih sebelumnya. Tapi, tak perlu ikut ke dalam. Kau bisa berangkat ke kantor lebih dulu, aku mungkin akan datang sedikit terlambat."

Ya, mendapatkan penolakan dari Aster akhirnya membuat Airin juga menolak Vee di sana.

"Ayo, Mam!" Seru Arsen yang menoleh ke arah Airin dan Aster berada.

"Oh? Vee?"

Seseorang menghampiri mereka. Tersenyum begitu lebar saat melihat Vee yang kini bahkan bergerak keluar dari mobilnya.

"Ayah di sini? Aku kira hari ini tidak datang kemari," ucap Vee tersenyum lebar membalas seorang pria paruh baya di hadapannya.

"Ada yang harus ayah selesaikan di sini," jawabnya sembari menepuk pundak Vee di sana.

Vee menoleh ke arah Airin yang sedang menatapnya kebingungan.

"Oh, iya Airin, kenalkan. Ini Choi Taesung. Ayahku," ucap Vee memperkenalkan pada Airin. "Dan ayah, ini Bae Airin. Temanku."

Sebenarnya ingin sekali dia memperkenalkan Airin sebagai wanita yang dia sukai. Tapi, saat menatap Arsen dan Aster bergantian, Vee sadar kalau dia tak mungkin mengatakan itu kalau ingin selamat.

"Tunggu, Pak Taesung ini ayahmu?" tanya Arsen yang sudah kembali menghampiri mereka.

Vee mengangguk dengan bangga. "Kau mengenalnya, Arsen?"

"Ah, salam kenal. Aku Airin," ujar Airin saat menyadarinya. Tangannya terulur pada Taesung, dimana pria itu menyambut uluran tangan Airin dengan baik.

"Ya, salam kenal. Senang bertemu denganmu, Nona Bae," ujar Taesung ramah dengan senyuman lebarnya.

Sedangkan Arsen, kini sudah membuka mulutnya tak percaya. Berbeda dengan Aster yang masih kebingungan dengan situasi di sana.

"Memangnya siapa pria ini? Mami juga kenapa begitu ramah seperti itu?" tanya Aster penasaran.

Dia juga sudah menatap Taesung dengan tatapan anehnya. Mengetahui dia ayah dari Vee entah kenapa membuatnya waspada sendiri.

"Aster! Jaga bicaramu. Dia pemilik sekolah ini," bisik Arsen pada Aster diam-diam.

Sebuah bisikan yang masih terdengar jelas untuk Vee dan Taesung, dimana keduanya sudah tersenyum dengan gelengan kepala menatap dua anak kembar tersebut.

"Wow! Luar biasa. Mam, kenapa tidak mengatakan padaku kalau dia anak orang kaya?"

Arsen merutuki Aster dalam hati. Sungguh, dia tak mengerti lagi dengan isi kepala saudara kembarnya itu. Bagaimana bisa dia saja berbisik dengan berhati-hati untuk memberitahunya, tapi dia malah berkata seperti itu dengan lantang.

"Aster!" Peringat Airin yang sudah membulatkan matanya menatap Aster terkejut.

"Jangan salah, aku memang punya banyak uang. Orang-orang menyebutku, anak tunggal kaya raya!" Sombong Vee dengan tangan yang sudah menyentuh dahinya sendiri.

Aster kini justru malah bertepuk tangan mendengar apa yang dikatakan Vee. Berbeda dengan Arsen dan Airin yang sudah memalingkan wajahnya dengan merutuki Aster di dalam hatinya.

Sedangkan Taesung, kini malah tertawa seolah apa yang dia temukan di sana adalah hal yang begitu menggelikan.

Menatap Taesung yang seperti itu tanpa menunjukan sikap arogannya sama sekali mengingatkan Airin akan orangtua Juna. Jika saja, orangtua Juna juga memiliki sikap seperti ini, mungkin Airin tidak akan berakhir berpisah dengan Aster selama ini.

Namun, saat Airin menyadari Vee kini juga menatap ke arahnya membuat Airin cemas sendiri.

Bersama dengan Vee, bukankah itu hal yang teramat tidak mungkin? Bukan hanya soal restu kedua putranya, tapi juga keluarga Vee yang juga jelas tak akan merestui mereka.

Airin sadar diri, dia tidak berada di level yang sama dengan keluarga Vee. Apalagi saat mengingat status Airin sekarang yang menjadi ibu tunggal tanpa pernah menikah.

TO(GET)HERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang