[9] KEADAAN BERBALIK

1.4K 225 11
                                    

“Teman kalian, Soraya alhamdulillah sudah ditemukan dan sekolah hari ini. Sora, nanti saya tunggu di kantor guru ya?”

“Iya, Buk.”

“Ya sudah kita mulai pelajaran hari ini.”

Sora menatap guru dihadapannya yang kini sudah menuliskan sesuatu di Papan tulis, ia lalu mengambil headset dari balik lacinya. Melihat itu membuat Rea menyenggol lengannya.

“Lo dengar lagu?”

“Bukan, ya iyalah, lo nggak lihat ini headset?”

“Ketimpuk apa lo?”

Sora mengedikkan bahunya. Posisi duduknya yang strategis tidak akan membuatnya ketahuan. Ia menumpu satu tangannya ke dagu dengan tatapan lurus ke papan. Jari telunjuk kirinya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme teratur.

“Nggak nyatat?”

“Nggak!”

Rea mengernyit, lalu mengedikkan bahunya tidak peduli. Dua jam mata pelajaran itu terlewati, Sora berkali-kali menguap. Begitu dilanjutkan dengan mata pelajaran FISIKA, bola matanya membulat.

“FISIKA?”

Teriakannya membuat semua siswi bahkan guru menengok padanya penasaran. Ia melengos, lalu menjedukkan kepalanya ke atas meja.

“Ada apa Soraya?”

Ia mengangkat wajahnya dengan malas. “Enggak ada Pak.”

“Lo kenapa sih? Kayak ketemu macan aja?”

“Gue benci Fisika.”

Rea tertawa. “Lo? Benci Fisika? Ngelawak?”

“Apaan sih?”

“Lo habis hilang kok aneh sih? Lo kan paling suka FISIKA. Kenapa kusut banget itu wajah? Nilai lo aja di atas 98 semua.”

Dua alis Sora tertaut. Ia terdiam sesaat kemudian berdehem dan membuka buku catatan di atas meja.

“Sebelum masuk ke materi hari ini. Buka halaman 53, kerjakan latihan di sana point 1 dan 2, yang cepat maju, dapat point 50 tambahan untuk ulangan kedepannya.” Perintah itu membuat semua siswi membuka buku cetak mereka.

Sora membuang nafas, mengambil tasnya, dan tidak menemukan apapun di sana. Hanya ada satu buku catatan yang ia keluarkan tadi. Ia menunduk, memeriksa lacinya. Ada beberapa buku cetak, tapi tidak ada FISIKA.

Ia lirik Rea yang sudah menggembangkan buku. “Rea, gue nggak bawa buku.”

Rea menoleh cepat. Kekagetan di wajah itu membuatnya mengernyit.

“Apaan?”

“Lo nggak bawa buku? Demi apa?”

Ia melongos. "Biasa aja kali. Kek gue rajin aja.”

“Lah, lo kan emang rajin. Lupa lo?”

“Mulai sekarang gue nggak akan terlalu rajin.” Ia melipat kedua tangannya dengan angkuh.

Tangan Rea beberapa saat mendarat di keningnya. Ia tepis kesal. “Gue nggak demam mohon maap.”

Rea menghela nafas berat.

“Kenapa lo? Berat banget hidup? Makanya nggak usah terlalu serius banget hidup.”

“Kayaknya lo yang terlalu serius hidup.”

Sora melirik kesal. Ia lalu melipat tangannya di atas meja dan merebahkan kepala.

“Bangunin gue kalau dipanggil.”

Itu Bukan Aku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang