[28] KERAGUAN ASKAR

422 90 19
                                    

“Sora!” tangannya dicekal Askar.

“Apa sih!”

“Ke UKS dulu, wajah lo ada yang luka.”

“Kecil."

“Tapi berdarah.”

“Gak usah lebay.”

Askar menghela nafas. “Lo keras kepala,” keluhnya langsung menarik tangan itu. Tak pedulikan berontakan Sora. Askar memegang kedua bahu Sora, memerintah perempuan itu duduk di tepi brankar. Dia sendiri beranjak mengambil obat-obatan.

Yera duduk diam saja. Pikirannya tengah sibuk memikirkan ancaman baru.

Sialan mereka!

“Kalian kenapa sih berantem?” Askar mearik kursi mendekat. Duduk di sana seraya mengambil betanol dan kapas pembersih.

“Noh mantan lo sama temannya nyari ribut.”

“Masalah apa?”

Yera mengatupkan bibirnya. Ya kali dia bilang ke Askar. Diam yang ia lakukan, Askar tidak memaksa lagi, kini sibuk membasasi kapas dengan betanol. Dengan lihai mengobati luka Yera.

Yera mundur begitu Askar kini mendekatkan kapas ke dahinya. “Pelan-pelan.”

Askar mengangguk. Membersihkan dulu luka itu, baru lalu memberikan obat merah. Sora memperhatikan wajah Askar di saat seperti itu.

“Shh,” desisnya kala merasakan sakit.

“Sakit?”

“Hm?”

“Dikit lagi ya,” tutur suara itu lembut. Deru nafas Askar mengenai wajahnya. Yera bergeming, netra mereka bertemu sesaat. Bola mata Askar bagai menguncinya, pun dengan Askar yang tersenyum.

“Ehem,” deheman itu menyadarkan mereka.

Askar sontak langsung menjatuhkan tangannya dengan gugup. Yera memalingkan wajah pada Vanzo yang berdiri di ambang pintu UKS, menyandarkan bahunya ke kusen pintu dengan sebelah alis naik.

“Tinggal kasih ini.” Askar membuka Hansaplast dan dengan telatan menutupi luka itu. Ia mundur begitu Vanzo mendekat.

Vanzo duduk di kursi yang Askar tempati tadi, menatap adiknya intens. Luka di dahi, rambut yang berantakan, dasi gadis itu bahkan sudah tak terbentuk. “Mirip singa,” ledeknya mendapat tatapan nyalang.

“Bilang apa kalau ditanya di rumah?”

“Jatuh,” balasnya tanpa dosa.

Vanzo berdecak. “Siapa yang mulai?”

“Naila sama temannyalah. Gue nggak ada nyari perkara.”

“Ada hubungannya sama gue?” tanya Askar kemudian.

Ia menoleh. “May be setelah lo putusin dia.”

Askar menghela nafas. “Biar gue bicara sama Naila.”

“Nggak!” sentaknya panik. Askar dan Vanzo menatapnya penasaran. “Maksud gue lo nggak usah sok jadi pahlawan. Gue bisa hadapin sendiri,” ujarnya menatap mata Askar. “Bang Vanzo juga, jangan lakuin apa-apa. Ini masalah sepele,” pesannya juga.

Bukan apa-apa, yang ia takuti Naila bilang perihal tentang jati dirinya di Jogja. Klayra kenal betul dia. Sudah pasti Naila akan mencari tahu banyak. Setelahnya Yera bangun dari posisinya, beranjak pergi dahulu.

Vanzo dan Askar menatap punggung Yera yang hilang dibalik pintu.

***

“Ada masalah apa lo sama Sora?”

Itu Bukan Aku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang