[40] TELPON DARI SORA

554 102 72
                                    

Bukannya mendatangi sekolah. Lengkap dengan seragam sekolahnya, Yera menuju apartemen Kava. Ia langsung berlari masuk usai membayar ongkos Ojek online. Menaiki lift menuju lantai kamar sang pacar berada.

Tidak menunggu dibukakan pintu, Yera memasukkan beberapa digit angka seperti biasa. Masuk begitu saja ke apartemen Kava sudah biasa baginya. Namun sepi yang ia dapati.

“By, Ini gue …"

Ia meringis melihat kacaunya ruangan itu. Bahkan guci di sudut ruangan pecah. Iya, ini akan terjadi kala cowok itu mengamuk. Belum lagi dia tidak memenuhi permintaan Kava untuk datang.

Yera mengembuskan nafas sebelum memungut barang yang berserakan di lantai dan membersihkan pecahan kaca. Begitu selesai, kakinya bergerak menuju kamar besar di sudut ruangan.

“By … kamu masih tidur?”

Tok tok tok

Tidak ada balasan apapun. Tangannya bergerak membuka engsel pintu. Lagi kosong dan kekacauan yang ia dapatkan. “Astaga By … “ Ia rogoh saku rok seragamnya, mengambil ponsel. Ingin menanyai langsung keberadaan cowok itu.

“Sekolah?”

Yera menyimpan anak rambutnya di belakang telinga sebelum mencari nomor Kava. Ia tempelkan benda itu seraya berjalan mondar-mandir. “Angkat dong Kava.”

***

“Kamu nggak pulang?” Seorang laki-laki dengan jaket kulit hitam kebesaran itu menepuk bahu Ahsan- rekan kerjanya sesama polisi.

Ahsan yang tengah berpikir serius menatap layar wallpaper komputernya bersunggut kesal. “Jangan ngagetin begitu Kapt.”

Tawa Hartono berderai. Ia mengeser kursi di sebelah Ahsan dan mengambil posisi ternyaman. “Apa yang menganggu pikiranmu?”

Ahsan terdiam sesaat hingga mengeser kursinya mendekat. “Saya ngerasa banyak keganjalan Kap,” ungkapnya. Sebelah alis Hartono naik. Ahsan mengambil pena yang tergeletak dan seakan tengah mengambar sesuatu di atas meja.

“Sampai sekarang kita nggak nemukan hasil apapun. Menurut saya, korban, Devan bukan menghilang di sana, jika iya harusnya CCTV di beberapa titik pasti menangkap keberadaan korban, pelajar perempuan itu juga nggak tertangkap CCTV di tempat lain,”

Hartono mengusap dagunya dengan anggukan.

“Waktu interogasi siswi yang diikuti korban, saya juga merasakan hal aneh.”

“Maksudmu?”

“Bola mata korban bergerak ke arah kanan atas.”

“Dia berbohong?”

Ahsan menjetikkan jarinya sambil mengangguk cepat. “Kalau dia mengingat yang terjadi, bola matanya harusnya bergerak ke kiri atas.” Mereka kemudian sama-sama diam, hingga Ahsan mengeluarkan sebuah flashdik. “Karena itu beberapa waktu ini saya mencoba cek lagi rekaman CCTV dari tempat lain. Lihat.”

Setelah menghubungkan flashdisk. Ahsan memulai memutar sebuah rekan CCTV yang ia temukan kemarin malam. “Saya memantau Siswi bernama Sora ini, tempat dan orang yang dia kunjungi.”

“Satu CCTV menangkap tempat yang sering dia kunjungi.”

Di rekaman itu mengangkap aktivitas Sora yang turun dari taksi di depan sebuah rumah yang tampak kosong. “Keluarganya tidak ada di sini.”

“Selain itu.”

Ahsan mengeluarkan sebuah foto dari Map. Laki-laki berseragam SMA. “Siswa ini bernama Kava. Dan ini.” Ada foto lain. Gambaran sebuah apartemen. “Tempat tinggal siswa ini. Tidak ada keluarga di sini. Hanya di Jogja.”

Itu Bukan Aku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang