Ia melirik sekitar sebelum menyentuh icon panggil kepada Kava. Dirasa aman, Yera lekas mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.
"Kava?"
"Hm, kenapa sayang?"
"Gue dalam bahaya."
"Ada masalah?" Suara di sebrang sana sedikit cemas.
"Naila dan Klayra punya foto gue sama Sora. Kita ketemu di tempat biasa hari ini. Gue butuh bantuan."
"Mau gue jemput?"
"Enggak usah By. Bang Vanzo mulai curiga juga. Bahaya kalau lo ketemu dia."
Setelah panggilan mereka akhiri. Yera menutup telfonnya dengan hembusan nafas berat. Kala berbalik badan, tubuhnya membeku melihat sosok yang berdiri tepat satu meter di belakangnya.
Devan, cowok itu mengeluarkan tangannya yang tadi ia selipkan dalam saku celana. Dua sorot matanya menatap penuh tanya. "Foto gue sama Sora?"
Yera mencengkram ponselnya kala Devan juga memangkas jarak. Ia tak mengalihkan tatap. "Maksud lo?" Bibirnya melengkungan senyuman.
Devan belum menjawab. Ia menelisik wajah Yera dan menatap mata itu lekat. "Lo bukan Sora?"
Ia terkekeh. "Lo bercanda ya? Gue Sora, Soraya."
"Jadi siapa yang lo maskud Naila dan Klayra punya foto gue sama Sora?"
Yera tertawa. Tangannya naik menepuk bahu cowok itu, tapi Devan lekas menghindar. "Lo salah dengar, Devan."
"Apa yang buat Bang Vanzo curiga?"
Netra Yera berganti dingin. Devan terlalu ikut campur. Ia melipat tangannya angkuh. "Lo kepo sama kehidupan gue?"
"Dari dulu gue selalu cari tahu tentang Sora, karena gue suka dia."
"Sayangnya gue nggak suka lo."
"Iya, karena lo bukan Sora kan?"
"Lo pikir gue bukan Sora?"
Devan mengangguk. "Gue terlalu sadar perubahan lo terlalu banyak.dan obrolan tadi bikin gue penasaran akan satu hal." Devan memangkas lagi jaraknya hingga ujung sepatu mereka hampir bersentuhan. "Cewek di depan gue ini, benar Sora atau orang lain?"
***
"Argh!" teriaknya kesal begitu berada di Rooftop. Wajahnya yang biasa tenang tanpak cemas. Ia mondar-mandir di sana dengan tangan yang terus bergerak gelisah. Berpikir keras.
"Sialan! Kenapa Devan bisa dengar obrolan gue. Bangke!"
"Bagaimana kalau Devan bicara sama Askar. Arghh!"
Yera terdiam sesaat. "Apa menurut lo ada orang lain yang mirip gue?" pertanyannya ganti membuat Devan bungkam. Netra mereka saling menatap, tidak bersahabat.
"Kenapa bisa lo nyimpulin dari satu hal yang lo dengar?"
"Gue rasa. Lo nggak perlu ikut campur sama urusan gue Devan."
Yera menghentikan langkahnya. Sesuatu terlintas dalam benaknya. Ia yakin Devan juga akan mengikutinya nanti. "Lo ikut campur, rasain akibatnya Devan," seringainya.
***
Cowok yang duduk di motor besar itu melirik sesaat jam di tangannya, lalu mendongak kala taksi yang melaju kencang setelah Yera masuk. Ia lekas menarik gas, mengikuti. Sedang Yera di dalam taksi itu menatap spion dengan senyum sinis.
Cukup lama mengikuti, Devan menjaga jaraknya hingga jauh agar tidak ketahuan, namun memastikan taksi itu tidak hilang dari pandangan. Hingga mobil itu masuk ke jalanan sepi yang kanan kiri dipenuhi hutan. Ia melirik sekitar dan terus mengikuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Itu Bukan Aku ✓
Roman pour AdolescentsIni tentang tokoh utama yang menghilang lalu berganti dengan orang lain. 10 September 2022