[23] NOBAR MOTOR GP

522 98 5
                                    

“Mau bareng Papa apa Bang Vanzo?”

Ia menggeleng. “Bareng Askar.”

Sebelah alis Vanzo naik. “Askar?”

Kepalanya mengangguk seiring ponselnya yang berdering, nama Askar yang tertera di layar membuatnya lekas berdiri dan menyambar tas. “Sora pergi. Assalamualaikum,” pamitnya dan langsung keluar usai salim.

Di depan sudah ada Askar yang duduk di motor besarnya, ia tersenyum dan mendekat. Menerima helm yang Askar berikan.

“Gue sempat heran, lo chat lagi minta dijemput,” tutur cowok itu.

“Jadi lo nggak mau?”

“Emang gue bilang nggak mau?”

Ia mendengus. Askar terkekeh dan mengacak puncak kepalanya.

“Rambut gue Askar,” decaknya melayangkan helm, siap melempar. “Mau mati lo?”

Askar menarik tangannya dengan cengiran. “Galak lo! Biasanya nggak gini.”

“Bodo amat.”

Ia mengulum senyum dan menunggu Sora untuk naik, semalam ia cukup kaget karena Sora tiba-tiba minta bareng. Sedikit heran, pagi kemarin Sora marah di Rooftop padanya, namun kini ... sudahlah.

Motor besar itu melaju di tengah padatnya kendaraan pagi hari Kota Jakarta. Tidak ada pembicaraan di antara mereka, begitu motor Askar masuk ke parkiran, semua mata melirik ke arahnya, termasuk Naila, Glisa dan Klayra yang baru tiba dengan mobil mereka.

“Mereka kelihatan baik-baik aja.”

Glisa menunjuk Sora dengan dagunya. Naila menggepalkan tangannya dan Klayra tersenyum sinis sambil melipat tangan.

“Kita lihat aja apa yang akan terjadi ke depan.”

***

“Soraya, maju.”

Ia lekas maju dan menerima kertas ulangan hariannya. Angka 75 terpampang jelas, guru terus menatapnya, tak ia pedulikan dan kembali duduk.

“Dapat berapa lo?”

’75,” jawabnya tanpa beban.

What? Rendah lagi?”

Bola matanya menatap kesal. “Gue nggak harus sempurna kali. Masih manusia nih moon maap.”

“Tapi nilai lo turun drastis banget So.”

Ia mengedikkan bahunya dan sempat melirik nilai Rea 88 di ulangan kali ini. Kala guru keluar seiring bel berbunyi nyaring, ia lekas berdiri bersama Rea, menuju kantin. Kali ini Yera langsung mengambil duduk di meja yang sama dengan Askar.

“Askar udah jadi pesanin buat gue?”

Askar mengangguk, mengeser satu mangkok bakso padanya. “Nih. Habisin ya?”

“Siap.” Yera mengacungkan jempol dengan senyuman manis.

Keempatnya yang ada di sana dibuat melongo, termasuk Rea yang masih berdiri. Bagaimana tidak, Sora yang akhir-akhir ini bicara ketus dan menatap malas Askar, bicara dengan begitu lembut. Pakai senyum lagi.

“Sora udah balik dulu lagi?”

Yera mendonggakkan kepalanya. Geno menatapnya penasaran. Ia hanya tersenyum tipis. “Gue masih sama.”

Geno menyipit. “Sikap lo kek cuaca ya, suka berubah.”

“Bacot.” Bekas tisu melayang padanya. Geno menatap jengkel sang pelaku, Askar.

Itu Bukan Aku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang