Netra Naila terus memperhatikan dua foto dihadapannya yang begitu mirip. Satu foto Sora, dan satu lagi sosok Yera yang dibilang Klayra. Mereka benar-benar mirip.
“Kalau mereka kembar. Apa Sora anak angkat?” gumamnya penuh tanya. Setahunya Sora punya orang tua, anak dari presiden Ragloaz 17 tahun lalu. Lantas kenapa kembarannya ada di Jogja dan tinggal di panti asuhan?
Ia mengangkat wajah, saat itu juga netranya menatap Sora yang melintas bersama Devan. Ia mengernyit. Jika dilihat-lihat memang banyak yang beda, apakah perempuan yang ia lihat saat ini benar-benar Soraya?
Kemarin saat ke kantor guru bahkan ia tidak sengaja menguping pembahasan di sana, mengenai mahasiswa berprestasi, Soraya yang kini tidak lagi dibahas karena prestasi ataupun nilainya yang selalu sempurna, melainkan seorang Soraya yang sering kali tertidur di kelas, bolos dan nilainya bahkan tidak sampai delapan puluh.
“Gue harus selidiki ini.”
“Kita lihat apa dia benar-benar Soraya atau Yera?” Ia menyeringai, menyimpan ponselnya dan menyusul Sora dan Devan.
“Sora?”
Sora menoleh, wajah perempuan itu tampak tidak bersahabat melihatnya, tatapan malas yang ia dapat. Naila tersenyum tipis, ia baru menyadari bagaimana eskpresi Sora saat ini, biasanya Sora hanya menatapnya datar dan dingin.
“Apa? Tumben lo panggil gue? Punya salah apa lo?”
Naila mengedikkan bahunya. “Cuman mau tanya sesuatu.”
“Gue nggak punya waktu tuh. Ayo Devan.” Sora melangkah dahulu. Belum langkah Sora kian jauh, ia kembali bersuara yang benar-benar membuat langkah Sora berhenti.
“Lo ingat kita pernah ngobrol sebelum lo hilang saat Study Tour?”
“Kalian ngobrol?” Devan berbalik badan dahulu. “Lo bilang nggak lihat Sora.” Devan tampak kesal. Naila hanya menyunggingkan senyumnya, ia hanya memperhatikan Sora yang kini berbalik badan. Ekspresi kaget itu bisa ia lihat walau sesaat.
“Devan lo duluan aja, gue mau ngomong sama Naila.”
“Kenapa Devan harus pergi?” Dua alisnya naik. “Gue yakin Devan mau dengar sesuatu. Karena gue penasaran di depan gue ini-“
“Nanti gue nyusul.” Sora memotong, dia melihat Devan sesaat dan menarik tangannya pergi. Naila berdecak, tangannya dicekal kuat hingga mereka berada di belakang sekolah.
“Apaan si lo, singkirkan tangan lo dari gue!” makinya.
Sora baru melepas tangan itu dengan hempasan kasar. “Apa yang mau lo bilang Naila?”
“Lo Sora?” Senyum licik Naila terlukis Ia maju satu langkah.
“Kenapa diam? Lo beneran Sora?”
Sora tertawa.
Satu alisnya naik. “Lo pikir ada yang lucu?”
Senyum miring Yera terbit. “Oh tentu Naila. Lo sakit ya? Belum sembuh? Atau mata lo kena? Lo nggak lihat di depan lo Soraya Arbel Gathraz?”
“Oh ya?” dengusnya. “Kalau gitu jawab pertanyaan gue.”
“Pertanyaan?”
“Apa yang gue bilang saat Study Tour?”
Sora menatap dingin manik mata kemenangan Naila. Tangan kirinya mengepal.
“Lo bilang apa sama Sora?”
Suara itu membuat mereka kompak menoleh. “Askar?” ucap Naila terkejut. Cowok itu mendekat, memangkas jarak dan berdiri di samping Sora. Tatapan tajam Askar membuatnya menelan saliva susah payah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Itu Bukan Aku ✓
Fiksi RemajaIni tentang tokoh utama yang menghilang lalu berganti dengan orang lain. 10 September 2022