01- obrolan tuyul

38 5 3
                                    

Kopernya ikut melompat lompat terseret oleh sang pemilik melewati jalan bebatuan, pria tua dengan kriput tak menghalangi senyumnya mengembang, memperlihatkan giginya tanggal.

"Kakek! Apa kabar," sapa Nina, pada kakeknya.

Mengelus pundak cucu perempuannya, menyahut. "kamu itu, datang mendadak, untuk si Nini itu masak lebih tiap harinya, yuk masuk." Ajak kakek lembut.

Ruangan dengan nuansa jawa, kental. Sebut saja rumah joglo

"Nini kemana kek?" tanya Nina, mencari sosok perempuan tua dengan banyolannya tak pernah gagal menghibur para cucunya untuk ikut mendengarkan ceritanya.

"Nini di tegalan."

"Tegalan?" ulang Nina tak paham. Kakek dengan mata tuanya baru ingat cucunya kurang paham, "it-itu, kebun."

"Ah-ah, kebun. Kakek kok ngak nyusul Nini, malah nini yang di kebun."

Si kakek mencebik dengan bibir tuanya, nampak jabrut.

"Ini sebagai kakek perhatian ya bantu cucu-nya duluan, kamu tidur aja, kalau mau makan di dapur ada makanan." Titah si kakek, Nina mengeret kopernya menuju salah satu kamar, katanya sih itu kamar ayahnya dulu saat bocah.

"Masih bersih ternyata." Nina mengaggumi interior dari bahan kayu dan ukiran kayu jati, kasur dengan kelambu nyamuk menutupi bak ningrat, "astetik sekali, enak nih. Tidur."

Nina merebahkan tubuhnya di ranjang, melepaas atribut jaket miliknya ke kursi, bayangan akan liburan smester kali ini angat tenang.

"Gak pulang, gak ketemu kakak. Indahnya." Ia bersyukur kali ini dirinya tak perlu mendengar ocehan kedua kakaknya.

'Ki..kik...ki..kikk....'

Dahi Nina mengkerut, pendengarannya ia tajamkan, mengawasi suara asing yang entah darimana asalnya.

'Suara apa itu?' batin Nina mengedarkan pandangan.

Suara melengking seperti wanita, yang ia ketahui adalah suara makluk yang familiar, berlahan matanya tertuju ke arah lemari kuno.

Ukiran topeng menjadi mahkota hiasan di atas lemari, menjadi solah nilai tambahan eksestiknya.

Berlahan Nina beranjak dari tempatnya.

'Tap..tap..tap.'

Kakinya mendekat, suasana mendadak hening dan lembab. Jemari kurus Nina membuka cepat daun pintu lemari.

'Bruak!'

Tempatnya hanya kosong, tak ada baju satupun di sana. Mengingat ini mungkin kamar tempat ayahnya serta pakaian ayah sudah di sedekahkan, Nina kembali berkata suaranya begitu gemetar.

"Gak ada apa apa, apa perasaanku saja, ya?"

'bruak!'

Kali ini bantingan pintu nyaring, ia menutup rapat pintu lemari. Suara degup jantungnya terpacu sejalan denganperasaan takutnya meningkat.

Kembali ia melangkah menuju kasur, menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.

Deritan dari kusen lemari kembali menimbulkan suara, kali ini ada sosok perempuan berbaju putuh tengah meringkuk di lemari, rambutnya yang gimbal hampir menutupi sebagian tubuhnya.

Dari sela rambutnya terlihat matanya memutih semua, hanya ada otot mata memerah kian mengukuhkan betapa ngerinya makluk itu.

Lidahnya menjulur hingga dagu, menambah kesan mengerikannya.

Nina merapalkan segala doa yang diingatnya agar si makluk pergi dari penglihatannya

"Aku benci, aku benci begini!!!"

SURAT IBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang