11- Kembali Sadar

11 2 2
                                    


Hembusan nafas memburu, semuanya senyap. Nafas perempuan 20-an itu bisa terdengar jelas.

"Aku mimpi?"

Keringatnya sebesar biji jagung meleleh dari dahinya.

"Apa-apaan itu tadi."

"Masa laluku," sangah si kunti.

Nina mendongak, sosok kuntilanak itu berada di atas lemari, berlahan terbang ke arah Nina.

"Jadi itu, kisah hidupmu?" sahutnya. "gimana bisa,"

Nina belum bisa memahami paranormal eksperiens dirasakannya saat itu.

"Sebenernya kita ngapain aja tadi, baru kali ini seumur hidupku aku ngerasain kayak gitu. Rasanya bener-bener nyata."

"Itu kilasan masa laluku, aku baru aja bawa kamu ke dalam ingatan aku yang dulu. Ini cara satu-satunya aku bisa ngasih tau kamu."

"Kenapa, aku?"

Nina menghindari tatapan kosong si kunti, sekarang penampilannya memang manusiawi seperti manusia pada umumnya. Aura berbeda tetap saja bisa Nina rasakan, hawa dingin darinya.

"Ada ikatan," suaranya terdengar dingin. tentunya berasal dari ucapan makluk dari dunia lain.

"Ikatan?" ulang Nina mengernyittkan dahi. "ikatan tali kafan maksudnya, heh!" tukas Nina setengah melengking.

ya kali, ikatan batin. dikira dia ini dukun, mending jadi manusia normal aja kayak yang lainnya.

"Aku ini kunti, bukan pocong."

"Apa ikatan, tali BH kuntilanak?" Nina memijat keningnya sendiri. "jadi kepikiran, sebenernya kuntilanak, pake BH ngak ya?"

ia melihat ke sosok kuntilanak yang sudah menjelma jadi gadis jawa dengan pakaiannya. "situ pake BH?"

"Apa itu BH?" balasnya balik bertanya. dilihatnya dalamana dikenakan. "pakek kemben,"

"Oo-oh," angguknya. mengerti kalau hantu jenis kuntilanak mungkin aja pakai kemben sebagai daleman daster mereka.

"Ternyata..., setan juga ada fashion nya?"

si kunti ikut duduk bersebelahan, "jadi, tadi maksudnya ikatan apaan?"

"Kamu ga bisa liat?"

"Liat, apaan. setan? nih di depan." melihat hantu si Ningsih di depannya kini, penampakan makin solid, nampak nyata.

"Coba fokusin dirimu sekarang,"

"Caranya?"

"Nanya mulu nih," bantah si kunti. "ku ajarin, merem."

"Merem nih?"

"Jangan nanya mulu, cepet merem deh." si kunti langsung mengelap muka Nina biar cepet menutup matanya, "duhh, di lap muka sama setan kek di siram es." protes Nina di paksa merem oleh si kuntilanak tersebut.

Rasa dingin, familiar dengan air es yang langsung mengenai muka entah kenapa makin dirasakan Nina mengakui jika perasaannya menjadi tenang, suara brinsik mendadak henig, apa ini namanya de javu. di tarik kembali ke ingatan si kunti?

"Fokus," pringat si kunti terngiang di telinga Nina. ia mencoba fokus seperti apa yang di perintahkan ki Kunti.

Kini di depan Nina, ia merasakan cahaya putih, terang tapi membuat dirinya nyaman anehnya cahaya terang itu gak membuat penglihatannya silau. Dapat dirasakan tubuhnya menuju sumber cahaya, terus melangakah.

Ia berdiri di tenagh ruangan di kelilingi cahaya, seorang diri. Matanya di buat kagum, melihat benang sewarna darah mengikat jari manisnya. Entah kemana ujung benang itu yang pasti Nina melihat benang itu lurus di tengah kabut/

'Ikuti, ikuti, ikuti... .'

"Apa itu!"

Nina merasa suara dengan intonasi datar menjadikan perasaannya gak nyaman, tapi tungkai kakinnya tetap melangkah pergi. Menuju ujung benang tersebut, ruangan cahaya itu kian lama menjadi tempat berkabut.

"Sampai kapan, ini ngak selesai-selesai!" Merasa lelah, mengikuti ujung benang, entah terikat dimana ujungnya, tapi Nina merasa di permainkan hanya dengan ujung yang tak pasti. segala kemungkinan akhirnya tercatut dalam benaknya, 'jangan-jangan, benang ini gak ada ujungnya?' batinnya mendadak galau.

'Tenang, sebentar lagi sampai.'

Nina terjingkat, mendengar suara itu berhembus di kupingnya.

'Glup!'

Langkahnya kini berhenti di tempat yang Nina heran, tadi dia berada di ruangan kosong, tempat berkabut, sekarang....

"Tempat apa, ini." suaranya bergetar.

























SURAT IBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang