Tahun Kelabu

3 1 0
                                    

Tahun yang berat dan juga penat, tahun yang penuh tuntutan dan juga harapan, tahun dimana diri ini semakin beranjak dewasa dan lupa pada usia.

Aku ingat, hari itu dia berkata "Menangis lah... Menangis lah selagi kau bisa, tak perlu ragu untuk menangis. Menangis lah jika kau ingin menangis"

Hari itu adalah hari dimana aku merasa ingin menyerah pada dunia, menyerah pada keadaan. Saat aku gagal, dan mulai menyadari bahwa keinginanku berbanding terbalik dengan keinginan ibu. Aku dilema, aku tak tau harus bagaimana. Keluar dari peta hidup yang telah ia bangun adalah sebuah bentuk penentangan, dan aku melakukannya.

Apa aku telah mengecewakannya? 

Pada akhirnya aku berpikir begitu. Meskipun awalnya aku selalu berpikir "aku bisa, dan keputusanku tak salah" namun semakin hari hal itu semakin sulit. Apa benar pilihanku tak salah? Apa benar aku bisa menjalaninya seperti apa yang aku pikirkan sebelumnya?

Aku pikir aku bisa berjalan sendiri, aku pikir aku mampu melakukannya sendiri. Namun ralat. Nyatanya aku tak bisa. Semakin hari, diri ini semakin tak yakin akan keputusan sendiri.

Ada kalanya hati ini berteriak, "aku ingin pulang... benar-benar ingin pulang" karena merasa hati ini tak tenang, aku ingin pulang. Pulang kembali pada waktu itu. Tapi itu mustahil, dan itu tak mungkin terjadi. 

Aku sadar waktu tak pernah bisa kumiliki sepenuhnya. Waktu milikku hanya pada saat ini, bukan waktu kemarin hari atau pun waktu esok hari. Tapi hanya hari ini. Aku bisa apa? Tak ada pilihan selain terus menjalaninya dan menghadapi semua situasi yang ada.

The End.

note:

Tercetak dalam buku antologi "Menyimpan Mimpi Tahun Ini"

Labirin HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang