PERSINGGAHAN | 6.0

4 2 0
                                    

PERSINGGAHAN | 6.0

"Jika hanya aku yang ingin mempertahankanmu, akankah semuanya bisa berubah?"

--

*Flashback On*

Author POV

Ternyata perempuan itu adalah teman kampus Kala, satu program studi hanya berbeda kelas saja. Perempuan yang Tisha ketahui namanya adalah Tia. Memang benar dunia tidak selebar daun kelor, karena informasi yang Tisha dapatkan justru berasal dari sahabatnya. Lucu, bukan?

Tisha tidak sakit hati karena Kala bersama perempuan lain, sama sekali bukan. Hanya saja apakah tidak bisa Kala selesaikan dulu hubungan itu dengan Tisha? Walau Tisha sendiri tidak yakin apakah Kala menganggap kedekatan mereka selama ini dapat dikategorikan sebagai sebuah hubungan atau tidak. Atau hanya Tisha sendiri yang merasakan semuanya.

Setelah mengirimi Kala pesan semalam, di sinilah Tisha sekarang. Duduk menghadap laki-laki yang meruntuhkan semua rasa percayanya. Sudah ada dua minuman di atas meja, Tisha yang memesannya karena perempuan itu datang lebih dulu. Namun, minuman itu masih utuh, belum ada yang menyetuhnya selain pelayan yang mengantarkannya tadi.

"Maaf tadi sedikit macet, makanya agak telat." Kala dapat merasakan ketegangan di antara mereka berdua. Suasana cafe sore itu cukup ramai, namun terasa lebih bising isi pikiran Tisha saat itu. "Gapapa, aku aja yang terlalu cepat datangnya," balas Tisha.

"Gak pesan makan dulu?" tanya Kala, karena biasanya Tisha akan memesan makanan atau setidaknya cemilan karena Tisha suka sekali nyemil bila bersama laki-laki itu. Namun sekarang bukan hal itu yang penting, karena Tisha hanya menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Kala.

"Kenapa?" itulah pertanyaan pertama yang Tisha lontarkan pada laki-laki yang ada di hadapannya saat ini. Laki-laki dengan sweater hitam memandang lurus padanya. Lidahnya terasa kelu—mungkin untuk menjawab pertanyaan yang bagi Tisha sangat menyesakkan.

Tisha saat ini tengah berusaha mengontrol emosinya; marah, kecewa, ingin menangis, teriak dan masih banyak lagi. Sedangkan Kala sendiri nampak sedang memikirkan kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari Tisha, karena laki-laki itu tahu kalau Tisha sangat pandai membaca isi pikiran Kala hanya dengan menatap matanya.

"Lan, aku mau ketemu kamu untuk nanya alasannya. Bukan ngeliat kamu diam kayak gini," desak Tisha karena dirasa Kala masih juga enggan untuk membuka suara. Tak lama kemudian mata perempuan itu berkaca-kaca. Masih tidak menyangka hari ini datang, hari yang tidak pernah disangka olehnya.

Bahkan Tisha masih berharap tahun ini akan membuat hubungannya dengan Kala semakin membaik, melihat bagaimana laki-laki itu begitu peduli padanya. Bulan lalu bahkan tawa di tengah malam itu masih ia dengar, menenangkannya untuk menuju bawah alam sadar. Namun, bagaikan roller coaster, kini semua berubah begitu saja. Untuk tersenyum pada laki-laki itu saja, pipi Tisha terasa kaku.

"Tidak ada alasan yang pasti," Kala membuka suara, suaranya bahkan tidak sehangat dulu. Secepat itukah semuanya memudar? Rasa yang selama ini mereka pupuk, justru diputuskan secara sepihak. Ah, ya. Atau Kala ingin membalas apa yang dilakukan Tisha tahun lalu saat dirinya memilih untuk berpisah dengan Kala?

"Kamu anggap aku apa? Kamu sendiri yang memintaku untuk menunggu. Kamu sendiri yang memintaku untuk menemanimu, tapi kenapa, Lan? Kenapa kamu setega ini?" Bahkan suasana ramai cafe itu terasa sunyi dan hanya berisikan suara dua insan yang tengah mencari sebuah penyelesaian. "Andai kamu tidak menahanku dulu, rasanya tidak akan sesakit ini. Dan kamu tahu? Hal yang paling menyakitkan adalah aku kecewa dengan orang yang sangat aku percaya." Tisha menghapus air mata yang jatuh membasahi pipinya. Kala nampak menunduk, mungkin menyesali apa yang sudah ia perbuat, ahh—mungkin saja. Tisha tidak perlu berkhayal bahwa laki-laki itu akan menyesal.

IF IT'S NOT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang