Tatapan Itu | 11.0
"Bagaimana bisa setelah sekian lama, aku masih mampu mengenalimu hanya melalui belakang punggungmu?"
--
Author POV
Hari weekend biasanya diisi dengan berdiam diri di rumah, menikmati waktu di kamar dan bersama Arman yang terkadang memilih merawat tanaman yang ada di halaman rumah dan membersihkan alat-alat mancing yang tetap dibersihkan secara rutin walaupun belakangan ini tidak pernah digunakan.
Seperti minggu pagi ini, setelah sarapan bersama. Mereka; Arman, Andra, Diah, Zita, dan tentu juga Tisha tengah duduk di ruang keluarga. Dengan televisi yang menampilkan serial kartun Roma & Diana yang tersambungkan ke youtube, kartun kegemaran dari keponakan Tisha—Zita. Bocah cilik itu tidak mengedipkan mata saat tengah menonton, tidak lupa dengan cemilan buah semangka kuning yang ada di tangan kanannya.
"Iiii Oma itu," tunjuk Zita yang tengah melihat Roma—salah satu tokoh kartun itu tengah bersiap untuk pergi ke sekolah. "Ya, Romanya lagi pergi ke sekolah, Ta," Arman menyahutinya, kemudian menarik pinggang Zita untuk dipangku.
Sedangkan Andra tengah menikmati kopi yang memang sudah dibuatkan oleh Tisha. "Mba, udah pernah nyobain mangga bunga itu?" tanya Tisha sembari memakan buah yang sudah dipotong-potongnya. Mangga bunga yang dimaksudkan adalah, buah mangga yang diukir menyerupai bunga. Nampak menarik namun belum pernah dicoba oleh Tisha. "Pernah, minggu lalu kalau gak salah belinya. Tapi asem banget, Sha." Kekeh Diah menceritakannya pada Tisha.
"Loh kok bisa? Padahal enak rupanya, kuning menggoda," Tisha memang ingin mencoba namun tidak pernah kesampaian, hanya mampu melihatnya melalui media sosial instagram saja, banyak yang mempromosikannya. "Mangganya masih terlalu muda kali," sahut Andra yang duduk di sebelah Diah. "Ih gak kebayang gimana asemnya.""Mba aja sudah ngira bakal enak banget, eh tapi pas dicoba malah asem banget." Tisha tertawa mendengar itu. "Kalau asemnya kayak sambel mangga si enak, tapi ini asemnya itu asem banget," lanjut Diah.
"Apalagi yang kuahnya Mba, enak banget rupanya," Tisha memang menyukai makanan yang sedikit asem, asin dibanding makanan yang manis. Pakai sambal mangga saja, Tisha bisa menambah nasi. Sambal mangga buatan Mama Mba Diah paling mantep, lebih lebih rujak serut yang dibuatkan Adik dari Arman saat lebaran kemarin juga lebih parah mantepnya. Ditambah makannya pakai kerupuk, nikmat banget.
"Emang enak rupanya, Sha. Tapi yang Mba beli kemarin gak sesuai ekspetasi," Tisha menggeleng, "mungkin karena lagi viral-viralnya ya, Mba." Diah mengangguk menyetujui yang dikatakan oleh Tisha.
--
Siang harinya, Tisha pergi ke pernikahan salah satu Kakak tingkat semasa kuliah dulu. Rekan kerja Tisha saat masih kerja di lapangan juga. Tisha datang bersama temannya yang bernama Sukma, mereka datang bersama ke Islamic Center, yang menjadi tempat acara pernikahan itu berlangsung. Di dalam ballroom sendiri sudah ramai diisi oleh tamu undangan dari kedua belah pihak.
Tisha dan juga Sukma langsung diarahkan menuju panggung oleh pihak panitia yang berjaga untuk memberikan ucapan selamat kepada kedua pengantin yang tengah tersenyum bahagia di atas sana, dengan menggunakan konsep pernikahan timur tengah serta tidak lupa dengan pakaian khasnya.
"Kak Triiii," heboh Tisha dan Sukma saat mereka sudah bersalaman dengan pengantin perempuan. "Hehh! Kalian dateng. Ya ampunn, makasi ya," ucap Tri dengan senyum merekah yang senantiasa terpantri diwajahnya. "Kak Tri, selamat yaaa. Huhuuu cantik bangetttt!" setelah kehebohan itu mampu menggemparkan panggung, kedua wanita itu turun dari panggung kemudian menuju ke arah katering untuk menikmati makanan yang telah disiapkan.
Makanannya pun bertema timur tengah, ada nasi briani pula dengan daging kambing. Namun di sediakan juga makanan biasa untuk yang kurang menyukai makanan khas timur tengah tersebut. Sebelum mengambil makanan, Tisha dan Sukma lebih dulu mencari tempat duduk untuk mereka makan nanti. Karena, tidak mungkin saja kan mereka makan sambil berdiri, ya walaupun di sana banyak yang melakukan itu. Namun, bagi Tisha kurang elok saja untuk dilihat, dan tentu kurang baik rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF IT'S NOT YOU
General FictionDia baik, hingga aku tidak memiliki alasan untuk membencinya. Sekalipun alasanku terluka adalah; dia. Banyak kenangan manis yang terjadi, sekalipun yang pahit justru saat ini masih menghancurkanku. Namun, tetap saja aku tidak bisa membencinya. Dia...