CHAPTER | 5

10 1 0
                                    

Monte Carlo, Monaco.

Secercah cahaya sinar matahari pagi bersembunyi malu-malu dari balik jendelanya. Cahaya terang itu menyapa kulit Devan. Matanya mengerjap perlahan, Ia menatap jam tangannya. Jam menunjukkan pukul 6 pagi. Devan bangun sebentar meraih remot pengatur gorden. Setelah tertutup sempurna, Ia merangkak ke kasurnya dan memutuskan untuk tidur.

Baru dua jam dia tertidur, akhir-akhir ini insomnianya semakin mengganggu. Pikirannya berkelana ketika dia tanpa sadar mempercayai ramalan wanita gipsy yang ditemuinya di Meksiko. 'Apakah dia harus benar-benar menikahi wanita Petrov itu?' Keraguan memenuhi benak Devan sejak sebulan yang lalu. Jika ramalan wanita itu benar, maka dia harus menikahinya demi keselamatan mereka berdua.

"Ini konyol, dipikir berkali-kali pun tetap konyol. Bagaimana bisa ramalan itu terasa nyata."

Devan kembali membuka matanya. Matanya memandang dinding kamarnya, terdapat sketsa wanita yang digambar peramal itu. Seorang wanita dari keluarga Petrov yang sedang dicarinya itu.

Flash back on

"Kau Nordic?" Wanita Gipsy berumur 70 tahun itu menyentuh tangannya sambil menebak sempurna. Matanya mengerjap spontan. 'Bagaimana dia bisa tahu?' Devan membatin. Namun dia memilih diam mendengarkan saja.

"Wahai anak muda, kamu dan keturunanmu telah diberkati oleh para leluhur. Darah yang mengalir di tubuhmu adalah bukti dirimu adalah keturunan raja Nordic. Mata hazel hijau dan darah emas mengalir di setiap sel tubuhmu. Siapapun yang menikahimu maka wanita itu akan diberkahi keberuntungan hingga ajal menjemputnya."

"Terima kasih. Namun saya tidak begitu percaya hal tersebut." Devan menjelaskan secara sopan. Dia berpikir wanita ini hanya mendekatinya untuk meminta uang. Devan segera memberi beberapa lembar uang dengan nominal cukup besar; ditaruhnya di tangan wanita tua itu. Wanita itu tersenyum misterius.

Baru saja ia melangkahkan kaki, wanita itu menarik bajunya cukup kuat. Devan yang merasa langkahnya terganggu kembali membalik badan. "Ada apa, nek?" Tanyanya sambil membungkukkan badan. Perbedaan tinggi badan diantara mereka mengharuskan Devan untuk membungkuk setiap kali ia berbicara dengan wanita gipsy tersebut.

"Jantungmu membeku, lambat laun itu akan membunuhmu. Kalian para nordic tidak paham membagi kehangatan." Balas Wanita tua itu.

Sungguh, dia sangat terganggu dengan sikap sok tahu yang dilontarkan wanita gipsy ini. Namun dia tidak ingin membuat keributan.

"Saya memang memiliki masalah jantung sejak saya kecil. Tapi dunia sains yang modern memberikan saya kesempatan untuk hidup lebih lama." Ucap Devan. Ia berusaha tersenyum meski otot wajahnya terasa kebas.

Sudah lama ia tidak tersenyum jadi rasanya sangat canggung, terutama kepada orang asing seperti wanita gipsy ini. Wanita itu menggenggam tangan Devan tanpa permisi. Bibirnya mengucapkan sesuatu layaknya sebuah mantra.

'Cih, apa yang diinginkan wanita ini, apa uang yang diberikannya kurang?' rutuk Devan. Matanya memandang keheranan.

"Beruntung, terberkatilah dirimu anak muda." Devan semakin keheranan dengan ucapan wanita ini,

"Temui pengantinmu dan selamatkan dia. Wanita itu dari marga Petrov, Rusia. Dialah yang akan menyelamatkan jantungmu yang membeku. Dia berutang budi kepada dirimu. Kalung yang kamu berikan sebagai janji suci diantara kalian menjadi saksi bisu pernikahan kalian di masa mendatang." kata Peramal itu. Wanita tua itu terus menerus menatapnya sambil membaca sesuatu.

Ada rasa tidak nyaman yang mengganggu Devan.

"Kalung, bagaimana Anda bisa mengetahuinya?" tanya Devan lagi. Kali ini wanita tua itu melangkahkan kakinya menciptakan jarak.

The Curse of The Petrov FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang