CHAPTER | 18

17 0 0
                                    

TANGERANG, INDONESIA

"Riftan!"

Suara Agnes membuyarkan lamunannya di sofa. Pria itu sejak tiga puluh menit yang lalu hanya terduduk mematung tanpa suara. Raga dan jiwanya tidak sinkron.

Riftan mendongakkan wajahnya. Kekasihnya, Agnes sedang berada tepat di matanya. Riftan tersenyum lalu menatap lembut wajah kekasihnya itu. Gadis itu mengenakan dress berwarna kuning dengan kardigan berwarna cokelat. Rambutnya yang bergelombang terurai hingga sebahu. Matanya sedikit sembab karena cuaca dingin, parasnya yang manis tanpa riasan sedikitpun tetap membuat Riftan tidak bisa berpaling ke lain hati.

Baginya, Gadisnya itu adalah manekin berjalan. Kebanggaannya dan penakluk hatinya. Apapun tentang Agnes, Riftan akan menyukainya.

"Kemarilah, aku butuh kamu Agnes." Ujar Riftan lirih. Pria itu merangkul tubuh kecil Agnes ke pangkuannya. Dia memeluk erat tubuh Agnes yang kurus dan ringkih itu.

"Next time coba perbanyak makan ya sayang. Tubuhmu itu terlalu kurus, diriku seperti memeluk kerangka manusia." Ejek Riftan sambil menahan dagunya di atas kepala Agnes. Memeluk Agnes seperti ini selalu membuat Riftan merasa nyaman.

"Kau!" Rutuk Agnes sambil memukul pelan dada bidang milik Riftan. Agnes membalikkan tubuhnya untuk menatap wajah Riftan. Pria ini terlihat kurus semenjak permasalahan calon kakak iparnya dengan kakaknya berpisah. Tidak hanya itu saja dirinya harus turun langsung mengatasi media yang memborbardir keluarga Anderson karena isu berpisahkan Kesha dan Revan.

"Ayahmu sudah mencarimu seminggu ini, apa kau yakin tidak ingin bertemu langsung dengan ayahmu?" tanya Agnes hati-hati. Riftan memandangi ekspresi Agnes.

Riftan tersenyum tipis. Gadis itu selalu mengkhawatirkan hubungannya dengan Ayahnya yang tidak akur. Keluarganya Anderson sangat berbeda dengan keluarga Dirgantara. Mereka dibesarkan dari dua orang tua yang berbeda; dengan latar pendidikan yang berbeda; taraf hidup yang berbeda; dengan cara hidup yang berbeda.

Riftan tahu Agnes memedulikannya. Sekeras apapun usaha kekasihnya untuk peduli dia tidak pernah akan mengerti bagaimana beban yang ditanggung Riftan dan Revan sebagai cucu konglomerat dengan bisnis yang menggurita tidak hanya di wilayah Indonesia melainkan kawasan Asia Pasific.

Riftan memikul beban yang berat dan kakaknya baru saja mencoreng nama baik keluarga Anderson dengan batalnya pernikahannya karena perselingkuhan dan anak di luar nikah. Skandal itu sudah terendus di media hingga seminggu terakhir dirinya hilir mudik melakukan konferensi pers untuk memberikan klarifikasi. Kakaknya Revan seperti biasa, menghilang tanpa jejak setiap kali berulah.

Terkadang, Riftan ingin keluar dari Keluarga Anderson hanya untuk menikmati arti kehidupan berkeluarga seperti yang diajarkan Keluarga Dirgantara. Riftan selalu bersyukur memiliki Agnes, gadis itu dibesarkan dari keluarga baik-baik yang dicukupkan kasih sayang kedua orang tua juga harta benda meski sederhana.

"Let me think first Agnes. It's hard for me too." Desisnya lalu bersembunyi di balik ceruk leher Agnes.

"Riftan, dirimu sudah bekerja sangat keras seminggu terakhir ini untuk mengontrol media. Aku tahu, ini bukan kesalahanmu namun kamu harus menanggung beban karena kesalahan kakakmu." Agnes benar. Ini bukan sepenuhnya salahnya, tapi dunia ini kejam. Dirinya tetap harus menanggung kesalahan yang bukan miliknya.

"C'est La Vie, my dear." Sahut Riftan lalu merapikan surai rambut Agnes.

"Ini sudah menjadi tugasku Agnes. Masalah ini harus selalu keluarga yang turun tangan membereskannya." Jawab Riftan getir. Lebih tepatnya selalu dirinya yang menjadi tumbal untuk menyelesaikan kekacauan yang dibuat oleh Revan.

The Curse of The Petrov FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang