4. Main Sepeda
Bahagia itu sangat sederhana. Tergantung bagaimana kamu menerima dan menjalankannya.
***
April 2012
Langit sore hari ini tampak sangat indah, terlihat jelas dari warna oranye nya yang begitu cerah. Seolah mendukung para manusia yang ingin keluar rumah sore ini.
Tapi tidak dengan seorang gadis yang sedang duduk depan halaman rumah dengan muka ditekuk serta dengan sebatang ranting pohon di tangannya dan mencoret-coret tanah dengan ranting tersebut. Tulisan yang dia tulis pada tanah itupun sudah tidak bisa di baca lagi sangking lamanya dia mencoret hingga membuat tanah itu berlubang.
Setelah cukup lama, Mila lalu melempar ranting bersamaan dengan helaan napas kasarnya. Bosan dengan rutinitas tidak jelas yang tengah dia lakukan sekarang.
“Gue bosannnn,” teriaknya kesal. Karena ini hari libur kenaikan kelas, Yasmin sedang pergi berlibur bersama keluarganya. Oleh sebab itu Mila tidak memiliki teman untuk bermain. Sedangkan Barga pergi entah kemana. Jadilah dia berdiam diri di depan rumah.
Mila menunduk, setitik air mata jatuh dari matanya. Di momen seperti ini dia jadi merindukan Papa yang sudah pergi satu tahun lalu. Biasanya Papa pasti mengajaknya keluar jalan-jalan jika sedang libur seperti ini.
Mila berdiri, retinanya langsung menangkap sosok Gesar yang berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri.
“Kak Gesar ngapain disitu?” tanyanya.
“Berdiri,” jawab Gesar sembari berjalan menghampiri Mila.
Mila berdecak. “Mila tahu. Maksud Mila tuh kakak sejak kapan di situ?”
“Emmm ... kayaknya sejak sepuluh menit yang lalu,” kata Gesar sembari melihat jam tangannya.
“Kenapa diam aja?”
“Kakak nggak mau aja gangguin kamu.” Gesar memang memperhatikan Mila sejak tadi, bahkan dia juga sempat melihat Mila menangis tanpa suara. Gesar tahu, gadis itu sangat kesepian sekarang.
“Bang Barga mana?” tanya Mila untuk mengalihkan pembicaraan.
“Enggak tahu, seharusnya ‘kan kakak yang nanya gitu ke kamu.”
“Mila juga enggak tau.” Mila kembali duduk, “dari Mila bangun tidur siang tadi Bang Barga udah enggak di rumah.”
Gesar menjulurkan tangan kanannya pada Mila. “Main yuk. Kakak tahu kamu lagi bosan.”
“Kemana?” Mila memalingkan wajah, melihat seorang anak kecil yang lewat di depan rumahnya dengan sepeda roda bantu. “Kalau ke Mall, Mila enggak mau.”
Gesar mengikuti arah padangan Mila. “Main sepeda, keliling kompleks yuk. Sore-sore gini kayaknya seru main sepeda."
“Ayo kak, Mila mau.” Mila berdiri dengan semangat.
“Sepedanya ada ‘kan?” tanya Gesar memastikan. Takut-takut sepedanya malah tidak ada.
“Ada di garasi.” Mila berlari ke garasi di ikuti Gesar di belakangnya.
•••
Dari belakang Gesar tersenyum tipis, senang melihat gadis yang rambutnya di kuncir kuda itu sangat bahagia hanya bermain sepeda saja. Sangat mudah ternyata membuat perempuan manja seperti Mila bahagia.
“Dek, tungguin kakak dong.” Gesar sedikit berteriak karena Mila semakin laju mengayuh sepedanya.
“Ayo, lebih cepat lagi kak,” balas Mila berteriak.
“Siapa yang sampai taman duluan yang kalah harus traktir makan eskrim ya, kak.” Tanpa menunggu jawaban dari Gesar, Mila semakin melaju meninggalkan Gesar.
Gesar tertawa kecil. “Dasar curang.”
Eskrim rasa Cokelat dengan ukuran besar sudah berada di tangan Mila. Hasil curang nya akhirnya membuahkan hasil. Keringat bahkan sudah membasahi seluruh rambutnya.
“Kakak benaran enggak mau?” tanya Mila lagi karena Gesar hanya memesan satu cup eskrim.
“Kan kakak udah bilang enggak suka eskrim.”
“Sayang banget padahal eskrim enak loh.” Mila
menyodorkan satu suap pada Gesar. “Coba deh, kak.”“Kamu aja yang makan.”
“Ih coba aja dulu,” paksa Mila. Karena tidak ingin memperpanjang Gesar pun menerima suapan tersebut.
“Manis,” kata Gesar.
“Namanya juga eskrim ya manis lah,” timpal Mila.
“Justru karena manis kakak jadi enggak suka.”
Mila mendekatkan wajahnya pada Gesar sembari
tersenyum lebar. “Kalau lihat senyum Mila yang manis suka enggak?”
“Suka,” jawab Gesar tanpa berkedip.
Mila mendadak diam. Menatap wajah Gesar yang tiba-tiba jadi serius. Beberapa detik kemudian Mila memalingkan wajahnya.
“Setelah Mila pikir-pikir,”
“Emang kamu pernah mikir?” potong Gesar sembari terkekeh.
“Iss... dengarin dulu.” Mila menyuapi eskrim terlebih dahulu kedalam mulutnya. “Mila pengen kurus masak.”
“Tiba-tiba?”
“Waktu libur masih seminggu lagi. Dari pada Mila tidur, nonton, tidur lagi, nonton lagi mending Mila cari kegiatan yang bermanfaat.” Gesar mengangguk membenarkan. "Lagian ‘kan Mila suka banget makan yang manis. Kalau buat sendiri pasti lebih sehat."
“Kakak dukung kalau gitu.”
Mila tersenyum penuh arti lalu mendekat pada Gesar.
“Kalau kak Gesar dukung Mila. Tolong bantu bilangin ke bang Barga ya? Please.”
“Kalau kakak enggak mau gimana?” Gesar ikut
mendekatkan wajahnya pada Mila. Seolah menantang.“Yaudah kalau enggak mau,” kata Mila datar lalu menjauh.
Namun, dengan cepat Gesar menarik tangan Mila hingga kembali menghadap padanya. Mata Mila membulat, kaget, karena jarak keduanya hanya tinggal beberapa senti saja. Mereka bahkan bisa merasakan helaan napas masing-masing.
“Mila mau main perosotan aja deh kalau gitu.” Mila berdiri kemudian berjalan cepat meninggalkan Gesar.
“Itu perosotan untuk anak TK dek, bukan untuk anak SMA.”
“Biarin, badan Mila kan kecil,” kata Mila tidak peduli lalu menjulurkan lidah pada Gesar.
•••Gini nih kalau kakak-adik zone. Rasanya tuh dugun-dugun juseyo 🤣
Jangan lupa di Vote dan komen yawww. Gratis kok gak bayar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILA Dan GESAR [TERBIT]
Romance⚠️WARNING⚠️ DI LARANG KERAS MENCOPAS! ATAU BAHKAN MENGUTIP SETIAP KALIMAT YANG ADA PADA CERITA INI! Sudah terbit dalam bentuk booklet dengan Novel "I WANT PREGNANT" [Ini adalah cerita PREKUEL "I WANT PREGNANT" atau cerita sebelum Gesar dan Mila meni...