12. Suatu Malam

110 18 8
                                    

Kurang lebih lima belas kilometer jarak yang sudah Tay tempuh. Sepanjang perjalanan, tak sedikit pun muncul keraguan dalam benaknya. Jika ini adalah salah satu cara untuk memastikannya, maka ia tidak akan pernah takut mengendarai mobil sewaannya dengan kecepatan yang tinggi. Beberapa tikungan tajam berhasil ie lewati walaupun sesekali ia melihat papan peringatan yang menyarankan agar pengendara lebih berhati-hati di jalur ini. Belum lagi lampu penerangan jalan yang minim membuat siapa saja bisa berdebar saat berkendara di malam yang seperti ini. Tapi Tay mengabaikan itu semua, sedikit lagi ia akan mencapai daerah kota. Dengan kata lain, ia akan menemukan daerah dengan jumlah penduduk yang lebih ramai. Bukannya daerah jalanan sepi yang hanya ada tebing dan jurang di sisi kanan dan kirinya.

Setelah Bli Wira memberi tahu alamat toko kue yang dibicarakannya sore tadi, Tay langsung merasa harus memeriksa sesuatu. Barangkali ia bisa mendapat sesuatu mengenai siapa ulah di balik peristiwa paranoid tadi pagi yang membuat dirinya dan rekan-rekannya khawatir dengan kematian yang mendadak.

Mobil Tay melewati jalanan menurun. Beberapa rumah penduduk mulai terlihat semakin banyak. Ia sedikit lega, akhirnya tujuannya sudah dekat. Ponselnya yang terpasang di dashboard menampilkan rute berserta posisi mobil Tay yang terus bergerak. Ia mengecek kembali, ternyata tinggal dua setengah kilometer lagi. Serasa dicambuk membuat dirinya agar cepat sampai di sana. Namun, tiba-tiba sebuah panggilan masuk dengan nama kontak bertuliskan 'Newwie My Husband'.

Tay berdecak, "Ada apa lagi sih Newwie?" Dalam sekali usap, ia mengangkat telpon tersebut. "Halo sayang."

"Tay, kamu ke mana?"

"Ada urusan bentar."

"Sekarang kamu mau sembunyi-sembunyi sama aku? Kamu mau ke toko kue kan? Mau cari pembeli kue tadi pagi itu kan?"

"Kalau iya kenapa?"

"Haruskah kamu bertindak sejauh ini? Yang terpenting kita semua sudah baik-baik saja sekarang."

"Tapi aku gak mau tinggal diam New." Kedua tangan Tay semakin erat memegang kemudi, pandangannya pun kian fokus melihat jalanan di depannya.

"Jangan bersikap gegabah Tay."

"Aku tahu." Tay mendengar suara deru angin dan kebisingan layaknya orang sedang berkendara dari loud speaker. "New, kamu lagi di luar?"

"Iya, aku menyusulmu."

"New, kembaliah sekarang! Gak usah cari aku ke sini. Aku gak akan lama New."

"Aku juga gak bisa diam membiarkanmu sendiri."

"New, tolong dengarkan aku. Aku akan segera kembali setelah ini selesai. Sekarang pulang dan jangan ganggu aku." Tay langsung menutup sambungannya. Dalam hatinya ia berdoa, semoga semuanya baik-baik saja.

.

.

.

Tay menginjak pedal remnya. Mobilnya berhenti tepat di depan sebuah toko kue yang tidak terlalu besar. Ia memastikan bahwa nama toko dan alamat yang ditujunya sudah benar. Bisa terlihat dengan jelas bahwa pegawai di sana sedang bersiap-siap untuk menutup tokonya. Tay segera turun dari mobil dan berlarian menuju pintu masuk toko sambil membawa sekotak kue dari villa.

"Permisi mas, tokonya masih buka enggak?" tanyanya kepada salah satu pegawai yang sedang mengelap meja di teras toko.

"Wah, maaf mas. Kita sudah mau tutup. Masnya bisa datang lagi besok ya."

"Tapi mas, saya boleh minta waktunya sebentar. Saya cuma mau tanya apa mas tahu siapa yang pernah beli sekotak kue ini?"

"Bisa tanya sama kasir yang di dalam ya mas. Saya tidak terlalu ingat."

TayNew Met in Bali 2 : T-Rex Beach, We Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang