Taehyung mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia sudah tidak memperdulikan keselamatannya sendiri. Di pikirannya hanya ada Seokjin.
Dia mengumpati dirinya sendiri, seandainya saja dia menemani Seokjin di rumah saja dan tidak mendengarkan saran Seokjin untuk berangkat terlebih dahulu dan meninggalkannya. Andai saja, dia mendengar peringatan Jungkook seminggu yang lalu kalau mimpi itu sudah kembali datang.
Harusnya Taehyung tahu tanda-tandanya dan seharusnya dia tidak sebodoh ini sampai akhirnya kejadian ini terulang kembali.
Taehyung membanting pintu mobilnya dan berlari masuk ke dalam rumah masih terbesar yang Jungkook pilih, tempat Seokjin sekarang ditangani. Jungkook menelfonnya beberapa jam lalu, dan memaksa Taehyung kembali lagi ke Seoul.
"Dimana?" Taehyung yang nampak panik bertanya pada Jungkook yang menunggui Seokjin di depan ruang IGD.
Jungkook tidak menjawab, dia hanya duduk dengan tatapan kosong.
Taehyung tidak bertanya lagi, dia ikut terduduk di kursi tunggu, di samping Jungkook, meremas kedua tangannya agar tidak berhenti bergetar.
"Dia masih hidupkan?" tanyanya parau.
Jungkook mengeleng, "Tidak tahu," katanya dengan bibir pucat.
Taehyung tahu, Jungkook sama kacaunya dengan dirinya, bahkan bercak merah darah milik Seokjin masih terlihat di baju dan tangan Jungkook. Darah itu mengering karena Jungkook enggan beralih dari tempatnya sejak Seokjin masuk ke dalam ruangan itu.
"Berapa lama dia akan bangun? Apa dia akan melupakan kita lagi?" Jungkook bertanya dengan suara pilunya.
Apa yang di pikirkan keduanya sama saja.
"Yang terpenting dia selamat, aku tidak peduli berapa lama dia akan tertidur lagi, sekalipun dia melupakan segalanya yang sudah kita perbuat untuknyapun, aku tidak peduli!" kata Taehyung dengan tegas.
"Aku sudah tidak tahan lagi Taehyung, kenapa aku harus melewatkan semua ini lagi," Jungkook menutup wajahnya dengan kedua tangannya, menutupi air mata yang kembali keluar. Dadanya sesak, di depan Taehyung dia ingin meluapkan semua isi hatinya.
"Kau bisa pergi jika kau mau, kau bisa menghindarinya lagi jika itu memang akan membuatmu lebih baik," balas Taehyung dingin,
"Kenapa kau berfikir aku akan melakukannya?" Jungkook menatapnya, dia sakit hati mendengar ucapan Taehyung.
Taehyung menatapnya, namun lalu membuang wajahnya. Jika di teruskan, dia akan mengucapkan kata-kata yang lebih menyakitkan dari ini. Dia tahu, Jungkook juga sangat menyayangi Seokjin seperti dirinya. Jungkook juga sudah menganggapnya seperti saudaranya sendiri, namun, mengingat masa lalu mereka, Taehyung selalu takut, Jungkook akan berpaling lagi. Karena dia juga tidak bisa menjaga Seokjin sendirian. Taehyung juga takut.
.
.
.
Ayah Jungkook datang setelahnya, memaksa Jungkook membersihkan dirinya dari darah Seokjin dan beliau juga sudah membawa pakaian dan makanan untuk kedua putranya itu.
"Kalian harus menjaga diri kalian jika masih ingin melihat Seokjin sembuh," kata-kata ayahnya itu menyadarkan keduanya untuk tetap berfikir logis dan mengabaikan ego masing-masing.
Jika mereka masih ingin bertemu dengan Seokjin, mereka harus tetap bersama. Sesakit apapun itu.
.
.
.
Seokjin kembali ke tempat ini,
Dia bosan sekali. Mungkin sudah lebih dari lima kali dia terbangun dan terperangkap di sini. Dia menjejalkan kakinya dengan kesal ke tanah penuh rumput hijau.
KAMU SEDANG MEMBACA
100 Days to Save You
Teen FictionJungkook bermimpi satu teman kelasnya meninggal. Sejak itu kehidupan tenangnya berubah. Apakah mimpi buruknya akan menjadi kenyataan? Dan akankah dia bisa merubah takdir dan menyelamatkan masa SMAnya? Cover is taken from fanart Pinterest #1 taejink...