Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta - Indonesia.
23:15 PMHentakan roda pesawat yang menyentuh landasan telah mendarat dengan sempurna di bandara internasional Soekarno-Hatta. Pintu pesawat terbuka secara otomatis, membentuk anak tangga yang menghubungkan jalan keluar.
Seorang pria dengan potongan rambut comma hair dengan setelan jas yang membentuk tubuhnya melangkah menuruni anak tangga pesawat. Seseorang berperawakan kekar, berpakaian serba hitam sudah menunggunya dibawah.
Sebuah kendaraan roda empat Range Rover Evoque berwarna hitam, memintanya untuk segera dinaiki. Billy seorang driver telah bersiap-siap berdiri menyambut kedatangan tuan muda untuk membuka pintu belakang mobil.
"Selamat datang di Indonesia tuan Mirza." sapa Billy membukakan pintu untuknya dengan setengah membungkuk memberi hormat.
Mirza membalasnya dengan anggukan dan senyuman lalu menginjakan kakinya memasuki mobil tersebut. Setelah menghabiskan waktu penerbangan selama 24 jam dari New York - Jakarta akhirnya dia tiba juga di Indonesia.
Tanah kelahirannya yang sudah lama sekali ia tak pernah kunjungi selama hampir tujuh tahun berada di New York. Mobil mewah itu bergerak meninggalkan landasan pacu bandara, membawanya menuju ke istana yang megah kediaman orang tuanya.
Billy yang tengah mengemudi, kedua matanya melirik ke arah spion tengah kaca mobil. Melihat Mirza dibelakang sedang memijat dahinya.
"Are you okay, sir?" ucap Billy sambil fokus menyetir menanyakan kondisi tuan muda.
"I'm just so tired!" balas Mirza sambil menyandarkan tubuhnya ke belakang.
"Apakah kita langsung ke rumah atau mau mampir ke tempat lain dulu tuan?"
"Kita langsung saja ke rumah. Lagi pula ini sudah malam. Saya mau istirahat."
"Baik, tuan."
Billy mempercepat laju kendaraannya, menginjak pedal gas kopling lalu memindahkan persneling menambah kecepatan. Mirza menikmati pemandangan malam jalanan ibu kota dari balik kaca jendela mobilnya.
Suasana kota Jakarta tak ubahnya New York gemerlap cahaya lampu, papan iklan yang terpasang di pinggir jalan hingga bangunan gedung-gedung yang menampilkan videotron, serta gedung-gedung pencakar langit seolah menandakan bahwa Jakarta sebagai kota yang tak pernah tidur.
Jakarta ibarat Yin dan Yang, ada pagi dan malam. Orang-orang New York, pernah menepuk dada dengan jemawa. Mereka bangga tinggal di kota yang dijuluki “tak pernah tidur”. Selalu ada kehidupan di New York, jam berapapun kau terjaga. "Ada sesuatu pada udara New York yang membuat tidur seperti perbuatan yang sia-sia," kata penulis Simone Beauvoir, yang bahkan bukan orang Amerika Serikat.
Jakarta adalah kota yang tak terlelap, hingar bingar kota ini tak pernah surut walau malam telah larut. Sementara itu di ujung sana pada sebuah rumah mewah sepasang suami istri sedang duduk santai menonton televisi di ruang tengah.
Namun, istrinya tampak begitu gelisah. Sesekali ia melirik ke arah jarum jam yang terpampang di dinding. "Pah, apa kau yakin Mirza akan tiba di Indonesia malam ini?" tanya Chyntia--istrinya.
"Of course, darling. He'll be at the airport tonight." ujarnya santai.
"Lalu kenapa sudah jam segini belum juga ada tanda-tanda kepulangannya?" Chyntia begitu sangat mencemaskan putra mahkotanya itu.
"Honey, relax don't worry. Let's just wait for him. Okay?" Mahesa berusaha menenangkan Cynthia.
"Ini sudah jam dua belas lewat pah, how can I not worry?" Cynthia buru-buru menggeser layar ponselnya, lalu mencari nomor kontak putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS SENJA [ON GOING]
Roman d'amourLelaki itu hanya menangis dalam diam. Siapa yang tidak bisa menahan air mata saat seorang perempuan yang dicintainya menikah dengan pria lain. Damar mencintai Lintang, tapi tidak tahu dengan Lintang sendiri. Saat pengakuan cinta malah menjadi cinta...