Setibanya dibawah, Hakam menunjukan ekspresi yang tak terduga.
"Ayo, naik." ajak Damar. Ia tiba-tiba sudah duduk diatas motor Vespa Primavera berjenis kendaraan skuter matic warna oranye.
"Kau habis maling dimana, Dam?" tanya Hakam mengerutkan keningnya.
"Enak saja jangan sembarangan kau kalau bicara."
"Lalu ini motor siapa?"
"Aku meminjam motornya mas Yanto."
"Untuk apa kau meminjam motornya mas Yanto?"
"Kebetulan hari ini mas Yanto lagi libur kerja, terus aku meminta izin sama dia untuk meminjam motornya buat ku pakai untuk mengajak Lintang nonton bioskop."
"Terus aku bagaimana?"
"Ya, kau naik bus lah." jawab Damar enteng.
Hakam membuang napas berat sambil berkacak pinggang, tak bisa berkata-kata saking menahan rasa kesal akibat ulah Damar, karena tak memberi tahunya lebih dulu mengenai hal ini.
"Aku tidak jadi ikut." Hakam membalikan badan hendak melangkah untuk naik ke atas lagi, namun dicegah oleh Damar.
"Eh, tidak bisa. Kau harus ikut, karena Lintang sudah mengajak Niskala dan mereka sudah menunggu di halte bus sekarang."
Hakam menghela napas berat, "kau memang sengaja ya naik motor supaya kau bisa berduaan dengan Lintang? atau kau sengaja membiarkan aku agar bisa berdua dengan Niskala juga?"
"Kenapa kau bisa sampai berpikiran seperti itu? Bukannya kau sendiri yang meminta untuk ikut? Tadinya kan aku memang hanya berdua saja dengan Lintang."
"Ya, tapi kan...!"
"Sudah bicaranya nanti lagi saja, buruan naik. Tidak enak ditunggu sama mereka." ujar Damar menyalakan mesin, sambil menyodorkan helm satunya lagi untuk Hakam.
Hakam menerima helm bogo itu dengan terpaksa, memasang wajah datarnya. Lalu memakaikannya ke kepala. Sejurus kemudian mereka telah bergerak meninggalkan kosan.
Sepanjang jalan, sambil mengendarai motor Damar senyum-senyum sendiri. Ia merasa telah berhasil mengerjai Hakam. Damar tahu niat Hakam untuk ikut nonton ke bioskop sekedar hanya ingin mengganggu kedekatan antara dirinya dengan Lintang.
Teman macam apa, yang tidak mensupport temannya sendiri yang sedang berjuang untuk mendapatkan hati seorang perempuan.
"Kam, jujur saja. Motivasi kau ikut nonton sebenarnya mau mengganggu rencana ku kan untuk berduaan dengan Lintang?" Damar sedikit menaiki nada bicaranya, agar terdengar oleh Hakam. Mengingat mereka tengah berada di jalan raya.
"Jangan suka suudzhon jadi orang." jawab Hakam sekenanya.
"Bukan suudzhon, aku hanya bertanya memang tidak boleh?"
"Itu bukan pertanyaan tapi tuduhan." sindir Hakam, "aku hanya tidak mau kau berduaan dengan dia."
"Kenapa? jangan bilang kau menyukai Lintang juga? lalu kau cemburu aku jalan dengannya?" tak pelak pernyataan Damar membuat Hakam geram hingga ia mengeluarkan jurus menepuk helm Damar.
PLAK!
"Aduh. Kok, kau mukul sih kam?" ringis Hakam membenarkan helmnya yang sedikit miring akibat pukulan tangan Hakam.
"Dibilang jangan suudzhon, suudzhon terus." omel Hakam geregetan.
"Aku hanya menebak bukan suudzhon, atau jangan-jangan kau ini?" Damar tak berani melanjutkan kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELEPAS SENJA [ON GOING]
RomanceLelaki itu hanya menangis dalam diam. Siapa yang tidak bisa menahan air mata saat seorang perempuan yang dicintainya menikah dengan pria lain. Damar mencintai Lintang, tapi tidak tahu dengan Lintang sendiri. Saat pengakuan cinta malah menjadi cinta...