T 005

701 74 8
                                    

"Papa---"

Plak.

Belum sempat menyelesaikan perkataan nya sebuah tamparan sudah mendarat di pipi mulus Gian tapi wajah itu tidak menunjukkan raut kesakitan hanya tersenyum miris.

"Gian buat kesalahan apa lagi pa?" Tanya nya karna setiap papa nya bertindak sangat kasar pasti ada kesalahan yang di buat nya.

"Saya malu punya anak pembawa sial kaya kamu, saya beneran menyesal karna pernah mengharapkan kamu lahir ke dunia. Semalam kemana kamu? Samperin Marvin? Memang kamu itu gak tahu malu ya, karna kamu Gala semalam menangis" Bentaknya tidak memikirkan bahwa ucapan nya tadi membuat hati sang anak bertambah hancur.

"Aku semalem cuma mau anterin kado buat Marvin pa, dia minggu lalu ulang tahun dan aku belum sempat kasih dia kado" Jawab nya.

Memang benar semalam Gian kerumah Marvin itu pun hanya sekedar mengantarkan kado tidak lebih karna sepertinya Marvin juga sangat malas bertemu Gian semalam.

Erlangga tersenyum sinis mencengkram dagu Gian, "Tapi Gala memberitahu saya bahwa kamu mencium Marvin, kamu memang jalang Gian" Jeda Erlangga menghempaskan tubuh itu sampai terbentur tembok.

Sakit, seketika Gian merasa hancur karna perkataan papa nya.

"Kamu benar-benar berbeda dengan Gala dia sangat pandai dalam segala hal, selalu menjadi juara di kelas dan kebanggaan bagi orang tua saya, Gala selalu bisa mengharumkan marga Argantara. Berbeda dengan kamu, anak pembawa sial sejak kelahiran nya bahkan jika waktu bisa di putar ulang saya akan membunuh kamu dengan tangan saya sendiri" Sentak nya dia melihat sang anak yang hanya diam menunduk tajam, Erlangga sangat membenci siapa pun yang membuat anak nya menangis.

Gian hanya bisa diam tanpa ada nya jawaban meremat kuat tangan nya untuk melampiaskan semua nya, Gian sakit dan hancur karna papa nya tapi untuk melawan dia tidak berani karna sang papa lah yang memberi nya kehidupan.

Gian tidak mungkin membentak ataupun membenci orang yang memberikan nya kehidupan bukan?

"Kamu kecacatan dalam hidup saya Gian, saya berharap kamu mati agar kesialan dalam keluarga saya tidak ada lagi"

Gian langsung mendongak menghapus kasar air mata nya, "Papa bahagia kalau Gian mati?" Karna jika sang papa bahagia Gian akan melakukan nya, selama hidupnya dia tidak pernah membuat sang papa bahagia.

"Yaa saya akan sangat bahagia jika kamu mati" Tegas nya tidak ada keraguan dalam mata nya seolah jika Gian mati dirinya akan terbebas dari segala kesialan.

"Kalau gitu Gian akan menuruti nya" Senyum nya merekah dan manis tapi itu mampu membuat hati Erlangga terusik, merasa seperti senyum itu adalah terakhir kali nya dia dapatkan.

"Jika kematian Gian adalah sebuah kebahagiaan untuk papa, Gian akan melakukan nya. Apapun untuk kebahagiaan papa, karna selama Gian hidup papa tidak pernah bahagia kan? Jadi jika nanti Gian mati papa bahagia, tapi tolong saat Gian mati sekali saja papa peluk Gian ya?" Sesederhana itu permintaannya tapi sangat sulit untuk dia dapat kan.

Jika semua orang menginginkan kehidupan yang mewah berbeda dengan Gian yang meminta sebuah pelukan hangat dari cinta pertamanya.

Erlangga tidak menunjukkan ekspresi apapun tapi tangan nya mengepal kencang dan menekan rasa sakit atas semua nya.

"Papa cinta pertama Gian, papa super hero bagi Gian, dan Gian selalu mencintai papa tidak pernah sekali pun dalam hati Gian ataupun pikiran Gian untuk membenci papa" Gian langsung pergi dari sana mencari sebuah ketenangan yang entah dimana letak nya, dia harus keluar dari rumah yang terlalu sesak untuk nya bernafas.

terlambat (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang