Sudah satu bulan sejak hubungan mereka kembali membaik dan Marvin benar-benar membuktikan semua janji nya.
Seperti sekarang Marvin meluangkan waktu di saat dia sedang sibuk di kantor, pria bermata tajam itu menemani pujaan hati nya ke pantai bersama untuk melihat sang fajar untuk turun dan di gantikan oleh indah nya cahaya rembulan.
Tangan mereka saling bertaut di sepanjang jalan pinggir pantai, tawa selalu mengiringi setiap langkah keduanya.
Marvin begitu lembut melihat kekasih hati nya bahkan dia juga terkadang mengelus tangan kecil itu.
"Gian... Kamu bahagia?" Ini adalah kalimat yang selalu dia tanyakan setiap hari nya, dia ingin mendengar sang pujaan hati nya mengatakan kebahagiaan padanya.
Gian dengan lembut mengangguk dan memberi senyum manis nya, "Aku sangat bahagia dan itu berkat kamu, kenapa selalu menanyakan nya? Kamu berhasil kak membuat ku bahagia." Balas nya pelan seolah mengetahui apa yang di pikirkan oleh pria dominan depan nya.
Marvin membawa Gian untuk masuk dalam pelukan nya dan memberi kecupan pada pucuk kepala berwangi vanilla itu.
"Aku hanya takut kalau selama ini tidak membahagiakan mu, aku takut gagal sayang" Lembut sekali berbeda dengan nada bicara nya jika bersama orang lain yang akan menjadi datar dan cuek.
Gian membalas pelukan itu dan memejamkan mata nya, "Jika aku tidak bahagia maka aku akan pergi dari mu, tenang lah aku akan mengatakan pada mu jika aku tidak bahagia." Tidak mungkin Gian mengatakan tidak bahagia pada pria-nya, karna selama satu bulan ini hidup nya cukup dan sangat cukup di limpahi dengan penuh cinta dan kebahagiaan.
Mereka kembali berjalan dan tangan Marvin memeluk pinggang Gian, mereka berdua lalu duduk di pasir putih yang basah dan Gian bersandar di bahu kokoh kekasihnya.
Tangan Marvin pun memeluk bahu Gian.
"Kenapa selalu ingin melihat senja?"
"Karna senja sangat indah... " Balas Gian memandang luruh pada langit biru yang sebentar lagi akan berubah menjadi gelap.
"Senja itu lebih indah dari fajar dan perpisahan lebih indah dari pada pertemuan" Lanjut Gian pelan.
"Lebih menyakitkan perpisahan"
"Pertemuan juga sangat menyakitkan jika tidak berakhir indah." Topik ini sangat berat dan jujur Marvin tidak terlalu suka jika Gian membahas topik ini.
"Gian---"
"Dokter bilang penyakit aku semakin memburuk dan kemungkinan kecil untuk bisa sembuh, aku cuma mau bilang kalau suatu hari nanti aku pergi tolong jangan berlarut dalam kesedihan" Potong Gian tahu jika Marvin ingin mengakhiri topik ini.
"Kamu pasti sembuh sayang." Marvin meremat pelan bahu Gian.
"Kak mau sampai kapan? Memang tidak lelah berharap pada sesuatu yang tidak pasti? Aku juga sangat lelah mengonsumsi obat setiap harinya, hidup ku bergantung pada obat. Kamu memang tidak lelah hidup bersama orang yang selalu menyusahkan mu setiap hari nya?"
"Aku tidak pernah akan lelah hidup bersama kamu, apa salah nya berharap? Hanya tuhan yang tahu kapan kita akan mati, tuhan yang memegang kendali atas hidup kita" Ucap nya tegas. Walaupun jauh dalam lubuk hati nya dia takut, jujur Marvin sangat membenci takdir hidup Gian.
Jika bisa bertukar takdir dia rela hidup penuh penderitaan asal Gian selalu bahagia.
Gian hanya diam tidak menjawab apapun dalam otak nya terpikir sesuatu yang menyakitkan.
"Sayang aku berharap kita bisa bersama sampai kapan ku, aku ingin melihat rambut mu memutih dan kulit mu menjadi kerutan pasti kamu akan tetap menjadi pria cantik yang aku cintai" Ujar Marvin mengalihkan percakapan yang berat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
terlambat (END)
FanfictionMarvin yang telat menyadari tentang perasaan nya pada Gian. "Marvin aku selalu mencintaimu, jika rindu peluk lah aku dalam mimpi mu, aku berjanji akan selalu datang dalam tidur mu di malam hari" "Gian aku ingin memeluk kamu sungguhan, apa aku juga...