38. ABANG, AYO BANGUN

35.4K 4.1K 654
                                    

—🐊🦋—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—🐊🦋—


"Biru yang buat abang kaya gini, maafin Biru...."

Gumaman lirih itu kembali terdengar. Entah sudah berapa kali anak itu mengucapkan kalimat yang sama. Elard tak tau harus berbuat apa sekarang. Mereka semua sudah mencoba menenangkan Biru, namun anak itu tak kunjung berhenti menyalahkan dirinya sendiri.

Pakaian khas rumah sakit Bhalendra masih melekat ditubuh kecilnya. Kini Elard tengah menggendong Biru sembari membisikkan kata-kata penenang disamping telinga putra bungsunya.

Wajah pucat itu terlihat sembab dengan mata sayu menatap kosong kedepan. Tangannya terlihat dilapisi perban karena Biru membuka paksa infus ditangannya sebanyak dua kali. Itu sebabnya, Arsyad memutuskan untuk tidak menginfus Biru lagi.

"Tenang boy, itu semua bukan salahmu," ujar Elard mengusap punggung Biru teratur.

"Papa, Biru udah dua kali buat abang-abang celaka. Biru takut, gimana kalo nanti Biru nyelakain abang-abang yang lain juga?" Biru menatap mata Elard dengan napas memburu karena panik.

Elard buru-buru mendudukkan anak itu diatas bed rumah sakit. Ia memegang kedua tangan dingin itu lembut. "Hey ... lihat Papa sayang," bujuk Elard saat melihat Biru mulai meliarkan pandangan panik.

Elard menangkup wajah Biru karena anak itu tak kunjung merespon. "Dengar Biru."

"P-Papa...," panggil Biru dengan suara bergetar.

"Kau tidak melakukan apapun. Ini semua bukan salahmu. Saat Liam terjatuh, itu juga bukan salahmu son. Abangmu hanya ingin menolongmu, bukan karena kau mendorongnya. Aldar terkena tembakan juga bukan karenamu sayang," jelas Elard pelan sembari memaksa agar Biru terus menatapnya, tak membiarkan anak itu berpikir semakin jauh.

"T-tapi itu karna Bir–"

"Ssttt, bukan. Itu semua bukan salahmu. Jangan merasa bersalah, Papa mohon ...." Elard memeluk putra bungsunya. Tanpa ijin air mata bening itu meluncur bebas membasahi pipinya. Ia tak tau kenapa, yang jelas ia sangat tersiksa melihat Biru-nya yang sekarang. Ia tak ingin putra bungsunya seperti ini.

"Papa mohon, jangan menyakiti dirimu semakin jauh."

Ucapan dengan suara pelan itu membuat Biru menangis. Ia membalas pelukan Papanya erat. "Papa jangan nangis hiks!"

Anak itu menangis keras saat mengetahui bahwa Elard tengah menangis. Ia buru-buru melepaskan pelukannya kemudian menghapus cairan yang membasahi pipi Papanya. Tak ada suara tangis yang Biru dengar, namun air mata itu selalu keluar dari manik tajam milik Papanya. Ini kali pertama Biru melihat Elard menangis.

"Papa akan berhenti menangis jika kau berhenti menyalahkan dirimu sendiri," ucap Elard.

Biru menganggukkan kepalanya beberapa kali sembari menangis sesenggukan. Ia sudah terlihat seperti anak kecil yang akan ikut menangis jika melihat orang tuanya menangis.

Biru Aldaren [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang