36.MENDUNG

37.8K 4.6K 1.3K
                                    

—🐊🦋—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—🐊🦋—

     Elard duduk disamping kasur Biru. Pria itu tak henti-hentinya mengusap lembut puncak kepala Biru yang tengah tertidur. Sudah tiga hari semenjak kejadian itu, Biru tampak berbeda dari biasanya.

Biru sempat demam tinggi hingga harus dibawa ke rumah sakit, tapi pagi tadi ia meminta pada Papanya agar segera pulang.

Tak seperti biasa, Biru tak meminta untuk segera ke sekolah. Bahkan anak itu sendiri yang mengatakan bahwa itu tak ingin kemana-mana.

Banyak yang berubah. Biru tak ceria seperti semestinya. Anak itu lebih banyak diam dan tak banyak bicara. Seharian Biru hanya menghabiskan waktunya didalam kamar, lalu akan menangis jika Elard meninggalkannya.

"Papa ... tolongin Biru."

Elard menyodorkan tangannya sambil mengusap kening berkerut putranya saat melihat Biru mulai kewalahan. Bungsunya itu pun kembali tertidur tenang saat Elard menggenggam tangan kecilnya.

Tiga hari. Selama itu tidur Biru tak pernah tenang. Ia sering mengigau bahkan sampai menangis dengan mata terpejam. Kemarahan Aldar tempo hari membawa pengaruh besar bagi Biru.

Elard menatap Biru lamat. Sesekali ia mengecup kening Biru lembut. Ia tak main-main saat memutuskan agar Aldar tidak menemui Biru untuk sementara. Kini putra sulungnya itu hanya bisa memantau Biru dari CCTV dengan segala rasa bersalahnya.

"Papa."

Suara kecil itu membuat Elard menurunkan pandangannya. Ia mendapati putra kecilnya sudah bangun dari tidurnya. Anak itu terlihat memeluk erat lengan Elard.

"Ada apa sayang? Kau terbangun?"

Biru tak menjawab, lantas balik bertanya dengan sorot mata penuh ketakutan. "Papa hari ini temenin Biru kan?"

Elard tersenyum menenangkan. Tangannya terangkat mengusap puncak kepala Biru. "Papa sudah mempercayakan semua pekerjaan itu pada Arsen. Tenang sayang, Papa disini sampai kau benar-benar tenang."

Biru tersenyum tipis. Mata sembab itu menatap Elard lama. Ia masih tak menyangka mengapa pria ini begitu baik padanya. Juga mengapa Elard mau mengangkat anak sepertinya?

Ceklek

Biru beringsut cepat merapatkan tubuhnya pada Elard. Tangannya yang tadi memeluk lengan Elard kian mengerat. Biru selalu bereaksi begitu saat seseorang membuka pintu kamarnya. Ia takut jika orang itu adalah Aldar.

"Jangan takut, ini Abang."

Suara lembut Liam membuat Biru perlahan membuka matanya. Ia menatap Liam lamat seolah meyakinkan bahwa itu memanglah Abang Liamnya.

Liam menghela napas maklum. Ia duduk disisi ranjang tepat disamping Biru. Ia memeluk Biru erat sembari mengusap punggung adiknya berharap Biru bisa tenang dari ketakutannya.

Biru Aldaren [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang