33.WITH ABANG ALDAR

32.5K 4.2K 751
                                    

Absen duluuuu

—🐊🦋—

"Abang," cicit Biru.

Akibat perkataan indah yang Biru lontarkan pada Aldar, kini anak itu tengah dihukum berdiri disudut ruangan dengan kedua tangan diangkat keatas.

Biru sudah berdiri selama hampir satu jam namun Aldar belum juga luluh. Beberapa kali Biru memanggil Aldar tetapi abangnya yang datar itu tak memperdulikannya.

"Naikkan tanganmu Biru!" Suara berat Aldar terdengar kala tangan kecil itu mulai menurun.

Biru melengkungkan bibirnya kebawah. Ia kembali menaikkan kedua tangannya. Matanya mulai berkaca-kaca. "Abang, tangan Biru sakit," adunya dengan suara bergetar.

"Tanggung saja akibatnya," kata Aldar acuh.

Biru menundukkan kepalanya. Cairan bening itu mulai beradu membasahi pipi berisinya, namun ia menahan suara tangisnya tak ingin Aldar marah. Walau begitu, ia tak bisa menyembunyikan suara sesenggukan kecil yang perlahan terdengar.

Aldar tau Biru sedang menangis walaupun netranya fokus pada laptop dihadapannya. Ia sesekali melirik Biru dengan ujung matanya. Aldar tersenyum tipis. Dilihat dari sini Biru benar-benar masih seperti anak kecil.

Saat tangan Biru menurun, adiknya itu kembali mengangkat tangannya tinggi dengan air mata yang semakin deras mengalir membasahi wajah gembulnya.

Aldar menghela nafasnya panjang, semakin kesini ia tak tega membiarkan Biru terus berdiri disudut sana.

Aldar berdiri, kemudian berjalan mendekati adik bungsunya. Ia berdiri dihadapan Biru, terlihat jelas bahwa adiknya itu mengatupkan bibirnya rapat agak suara sesenggukannya tak terdengar oleh Aldar.

"Apa kau masih akan mengumpat pada Abang setelah ini, Biru?"

Biru mendongak menatap wajah dingin Aldar. "Nggak lagi hiks!" Biru merentangkan tangannya pada Aldar meminta digendong.

Aldar segera mengangkat tubuh kecil itu kedalam gendongannya. Biru menangis keras sembari memeluk Aldar erat. Saat dirasa ingusnya sudah sangat banyak, Biru membersihkannya dikemeja Aldar.

Aldar menggelengkan kepalanya melihat hal itu. Biru menghentikan tangisnya saat Aldar menyodorkan segelas susu, namun setelah anak itu menghabiskan susu itu, ia kembali menangis lalu meraih kemeja Aldar untuk menghapus air mata dan juga ingusnya.

"Tangan Biru sakit," adunya memperlihatkan kedua lengan kecilnya pada Aldar.

Aldar meraih tangan Biru lalu memijitnya pelan. "Ini masih hukuman ringan Biru. Beruntung tadi kau tak masuk kedalam ruangan gelap itu," ucap Aldar dengan suara rendah.

Biru bergidik ngeri. Ia yang kini duduk disamping Aldar semakin mendekatkan dirinya memepet tubuh atletis abangnya. "Jangan kesitu lagi, Biru tadi gak sengaja kok," ucapnya menunjukkan puppy eyes miliknya membuat jantung Aldar sekarat seketika.

"Hm. Sekali lagi kau mengumpat didepan Abang, Abang akan mengurungmu seharian disana sampai–"

"Iya iya! Abang jangan ngancam-ngancam gitu dong!!" sewot Biru mengerucutkan bibirnya.

Aldar tersenyum tipis, mengusap puncak kepala Biru gemas lalu mendaratkan kecupan singkat dikening Biru.

"Papa pasti marah sama Abang," kata Biru tiba-tiba.

Aldar menaikkan sebelah alisnya. "Marah?"

"Iyalah! Soalnya Abang udah buat anak kesayangannya yang ganteng sedunia ini nangis," ucapnya sombong sembari memutar bola matanya julid.

Biru Aldaren [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang