3.KELUARGA?

73.4K 7.4K 1.1K
                                    

Happy Reading🤎

     Siang yang cerah kini berubah gelap. Malam telah tiba, rintik-rintik hujan ikut turun membasahi bumi dan isinya. Seorang anak laki-laki masih nyaman dengan lelapnya.

Sudah beberapa jam mereka menunggu tapi Biru tak kunjung terjaga. Terlihat beberapa luka lebam di setiap sudut wajah imutnya. Punggung tangannya dihiasi infus karena anak itu kekurangan cairan.

Biru tak menggunakan atasan. Perut dan dadanya dililit kain kasa karena luka tendangan Ayahnya yang berhasil menciptakan banyak ruam kebiruan disana.

"Mengapa putraku tidak sadar juga?" tanya Elard membentak Arsyad, dokter kepercayaan sekaligus adik Elard.

"Sabarlah kak. Lukanya yang cukup parah itu tentu saja membuatnya sulit untuk bangun," ucap Arsyad menatap datar kakaknya.

Sedari tadi Elard tak henti-hentinya mondar-mandir dan selalu bertanya kapan putra bungsunya akan bangun. Tak jauh berbeda dengan Liam yang juga ikut mengamuk. Ia turut andil menyiksa Ayah Biru tadi sore sampai puas.

Enghh

Lenguhan anak itu terdengar lirih namun mampu menarik perhatian ketiga pria berwajah datar disana. Elard dan Liam langsung mendekati Biru yang mencoba membuka nertanya perlahan.

Biru berkedip beberapa kali saat cahaya lampu yang amat terang itu memenuhi penglihatannya. Sesaat setelah ia membuka mata sepenuhnya, ia menatap liar ruangan itu.

Dimana ini? Mengapa kamar ini sangat besar dan mewah? Ya, ini adalah kamar Biru dimansion keluarga Bhalendra. Mereka memang sudah menyiapkan semuanya. Kamar ini di desain sebagus mungkin dengan beberapa wallpaper dinding yang bergambar berbagai jenis hewan. Sudah seperti anak TK saja. Huft!

"Ka-kalian siapa?" tanyanya pelan.

"Ada yang sakit nak?" Bukannya menjawab, Elard malah balik bertanya membuat Biru berdecak malas.

"Gue nanya! Lo siapa?" tanya Biru sewot.

Elard menaikkan sebelah alisnya kemudian mengangkat sudut bibirnya menciptakan sebuah senyuman iblis. Benar kata Arsen. Anak ini memang tengil.

"Hm, anak nakal?" Elard berbisik. Ia mengusap puncak kepala Biru dengan sayang.

Senyuman Elard sungguh seperti iblis. Biru dapat melihatnya dan seketika membuat jiwa lakiknya langsung merosot turun. Apa mereka akan membunuhnya?

Biru memutuskan kontak mata dengan Elard kemudian menoleh kearah manusia yang berdiri disisi kiri ranjang itu.

"Abang kulkas?"

"Hm." Liam hanya berdehem.

"Anjing! Lo nyulik gue? Lo beneran mau bunuh gue? Astaga bang, gue kan udah minta maap kemaren," cerocos Biru. Matanya mulai berkaca-kaca. Belum lagi ia harus menahan sakit di sekujur tubuhnya.

Liam hanya menatap datar adiknya itu. Apa bocah ini tidak mengingat bahwa Liam dan Elard telah menyelamatkan Biru? Dan ia harus bersabar karena dituduh ingin membunuh anak itu.

"Aku tak akan membunuhmu, karena aku menyukaimu," ucap Liam dengan wajah dingin.

Otak Biru langsung menanggapi kata-kata Liam negatif. "Anjir bang, lo belok? Gue lurus bang mohon maap. Gue gak mau bang, gue masih suci!"

Biru menoleh kembali kearah Elard. "Om, anak lo belok om. Gue gak mau disini," adu Biru dengan tatapan memohon.

Elard terkekeh kecil. "Panggil Papa, aku Papamu. Dan ya, aku juga menyukaimu."

Biru membelalakkan matanya. Lelehan air mata mulai keluar membasahi pipi gembilnya. "Anjing hiks ... Belok semua babi! Gue gak mau, demi sempaknya mimi peri, gue gak ma-u disini ...." ujarnya sesenggukan.

Biru Aldaren [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang