2. Ahmad Arkanza Davendra

88 17 21
                                    

23:45

Sebuah notifikasi membuat lamunan Arkan buyar. Nomor tak dikenal, ia memilih mengabaikan nya dan fokus pada sajadah didepannya. Namun, lagi-lagi suara dari ponselnya mengganggu. Sebuah panggilan.

"Halo, siapa? Ganggu tau ga," kesal Arkan.

"Kak,"

"Ma-mala? Mala ini kamu?"

"Iya, kak, tolongin Mala kak, Mala takut,"

"Iya, sayang, kakak bakal nolong kamu. Kamu dimana?"

"Dateng saja dan ingat, jangan lapor polisi, atau anak dan istrimu yang akan menerima akibatnya,"

"Lo siapa anjing, jangan coba-coba sentuh Mala!"

"Datang ke alamat yang saya kirim, bawa jaket kebanggaan kamu, karena saya menginginkan nya,"

"Oke, gue kesana sekarang," Arkan berdecak. Kalau pelakunya salah satu anggota Rexsan, maka, ia tak akan mengampuninya. Kalau perlu bantai sekalian. Rexsan the King, harus ia jalankan slogan itu.

"Mau kemana?" tanya Fajri yang kebetulan baru saja pulang. Biasa, kerjaan numpuk, mana anaknya kaga mau ikut turun tangan, kan repot jadinya.

"Mala, tadi dia nelpon gue, duluan, assalamu'alaikum," Fajri mengangkat kedua bahunya acuh.

Sebelum pergi, Arkan mengirim pesan kepada anggota inti Rexsan agar bisa membantunya. Siapa tau dia butuh bantuan mereka, apalagi keadaan nya yang bisa dibilang tengah hancur.

*:..。o○ ○o。..:*

Motor Arkan melaju dengan kecepatan penuh meninggalkan area rumah mewah itu. Pikiran nya kalut. Semuanya sia-sia.

"Arghh, BRENGSEK LO SEMUA, GUE BENCI KALIAN!" teriak Arkan. Rasa kecewanya begitu besar terhadap orang-orang yang ia temui tadi, termasuk Mala.

Sementara itu, disebuah rumah yang baru saja di tinggal Arkan, Mala menangis disana. Ia tak tau kalau rencananya akan seperti ini.

"Gue, sebagai sohibnya Arkan, ikut kecewa sama lo, Mal," ucap Adrian yang terdengar sinis.

"Lo tau ga sih, sehancur apa seorang Arkanza tanpa lo? Dan seenaknya lo bikin dia kayak gitu?" lanjutnya.

"Mala tau, Mala minta maaf, tapi ide ini bukan punya Mala!" sentak Mala.

"Dri, udah dong, lo jangan salahin Mala terus," bela Alya.

"Terus gue harus salahin siapa?"

"Gue, salahin gue atas semuanya,"

"Cabut Ad, Arkan butuh kita," ucap Candra.

"Selamat, udah bikin ketua gue hancur," ucap Jeno sebelum meninggalkan area itu.

Mala kembali menangis melihat kepergian 4 anggota inti lainnya. Ia menyesal sudah terlibat dalam kekonyolan ini. Ia tak tau kalau Arkan akan semarah itu, semuanya sungguh diluar ekspetasi nya.

"Mal-"

"Mala benci kalian,"

*:..。o○ ○o。..:*

Suasana markas Rexsan nampak sepi dari biasanya. Beberapa anggota memilih tak singgah karena ketua mereka tengah emosi, ya takut aja kena bogeman.

"Astaga! Arkan! Gila lo!" pekik Jeno saat melihat beberapa botol wine yang ada didepan Arkan.

"Wih, mantep, udah 2 botol aja nih," ucap Boy sambil menyambar satu botol.

Prakk

Jeno menepis tangan Boy, alhasil botol tersebut terlempar begitu saja.

"Bego lo, jangan ikut-ikutan!"

"Ye maap,"

"Can, ambilin air mineral, bangun Ar!"

"Mala! Setengah mati gue nyari lo, tapi lo ngecewain gue, bangsat emang!" ucap Arkan, tentunya dibawah pengaruh alkohol.

"Sadar, Ar, gila nih anak,"

"Nih, Jen,"

"Minum, jangan ngereog mulu, anjir!" Jeno dibuat bingung dengan keadaan ketuanya. Bagaimana tidak, Arkan dikenal dengan spek santrinya, tapi kenapa tiba-tiba minum?

"Cuma Mala yang buat Arkan begini," ucap Candra.

"Kemarin, bonyok nya Mala dateng, mereka nyalahin Arkan, padahal mereka udah tau yang sebenarnya," timpal Boy.

"Jadi, Rexsan ga ada yang tau?" mereka kompak menggeleng.

"Jangankan Rexsan, Ganapati aja ga tau, cuma Anis yang tau," Jeno menghela napas kasar.

"Lo jangan ikutan ngereog, Jen, ntar yang mimpin kita siapa?" ucap Adrian saat Jeno mengambil gelas.

"Mau minum air putih, anjir, Arkan gimana?"

"Aman, udah tidur dia. Oh ya, keluarga Arkan juga ga ada yang tau?"

"Menurut Boy Advance yang tamvan ini, mereka ga tau. Buktinya kemarin Bang Fajri marah-marah kaga jelas gara-gara Arkan mau asal tancap gas,"

"Tampan muka, hati lo jelek banget," timpal Adrian.

"Adrianjing,"

Hening.

Mereka tak tau harus bagaimana lagi. Kalau lapor ke senior pun ga ada gunanya juga. Rasa kecewa pasti ada, namun, dalam situasi seperti ini mereka tak tau harus memihak siapa. Mala hanya mengikuti skenario, sedangkan Arkan terlalu emosional dalam menghadapi sesuatu. Mereka akui kalau Arkan begitu menjaga keluarga dan amat membenci keselamatan mereka dipermainkan.









Kira-kira, apa penyebabnya ya, sampe Arkan semarah itu? Fatal kah?

Ga tau gue, mau resign aja ~ Arkan

AA Davendra 2 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang