5. Ahmad Arkanza Davendra

74 18 4
                                    

Arkan tersenyum kala melihat wajah tenang Mala, dengan beberapa jejak air mata. Perlahan, tanganbya mengusap perut Mala, sebentar lagi mereka akan mengadakan acara 4 bulanan. Ah, ia belum memikirkan itu.

"Assalamu'alaikum, Zani, maaf ya abi baru dateng,"

Merasakan ada usapan lembut, membuat Mala terusik dan membuka matanya. Ia tersenyum kala mengetahui siapa yang mengusap perutnya.

"Kak," Arkan menatap Mala sekilas.

"Hmm,"

"Makasih,"

"Abi pamit ya, jangan nakal,"

"Kak," Mala menahan tangan Arkan, ia tak ingin Arkan pergi lagi. Ia bangkit dan langsung memeluk Arkan, setidaknya terakhir sebelum Arkan tak memperdulikan nya lagi.

"Mala minta maaf, hisk, jangan benci Mala kak," dengan ragu, Arkan membalas pelukan Mala. Jujur, ia merindukan dekapan hangat ini.

"Kakak ga benci sama kamu, Mal, hanya kecewa," ucap Arkan sesekali mengusap lembut kepala Mala.

"Maafin Mala, kak,"

"Kakak udah maafin kamu, udah jangan nangis,"

"Jangan tinggalin Mala lagi kak," Mala kembali memeluk Arkan, bahkan tambah erat.

"Eh, jangan tambah erat, kasian Zani nya,"

"Kakak mah, Mala kangen," Arkan melirik jam tangannya.

"Udah jam 12, tidur, kakak mau balapan," Mala menggeleng.

"Jangan pergi, hisk,"

"Jangan nangis lagi, kakak didepan. Mau ngobrol sama Achaz,"

"Janji jangan pulang tanpa Mala," Arkan hanya mengangguk. Ia kembali mengecup perut Mala sebelum keluar kamar.

"Chaz,"

"Bucin selamanya bucin," cibir Achaz.

"Lama-lama gue tabok tuh mulut,"

"Nyenyenye, gimana?"

"Sabi kali bantu gue buat jalanin rencana gue,"

"Aman," sebuah rencana untuk memberi pelajaran kepada orang-orang yang terlibat dimalam itu.


A

rkan mengerutkan kening kala melihat lokasi yang dikirim pelaku penculikan Mala.

"Bukannya ini rumah barunya Bang El? Ada yang aneh," Arkan langsung melajukan motor nya menuju lokasi tersebut.

"Ar," Arkan menoleh, rupanya anggota inti Rexsan sudah ada ditempat.

"Inikan rumah El," ucap Boy.

"Serang!" mereka kompak membulatkan mata saat melihat beberapa orang bertopeng menyerang.

"Gue belum siap anjing," ucap Boy, namun masih tetap menjalankan aksinya.

"Mereka siapa!"

"Anjing, olahraga malam,"

"Balikin istri gue bangsat!"

"Beres," beberapa orang sudah tergeletak. Arkan begitu brutal saat menyerang tadi.

"Masuk!"

"Mala, kamu dimana!" yang pertama kali ia lihat adalah kekosongan dan kegelapan.

Clekk

Lampu menyala dan menampakan beberapa orang dengan Mala diantara mereka. Dibelakang mereka juga ada banner dengan tulisan Happy Birthday Arkanza.

"Cie yang nambah umur,"

"Happy birthday, Ar,"

"Maksudnya apa nih? Mala?"

"Ini rencana kita Ar, mau ngasih lo suprise,"

"Suprise? Lo semua ngebahayain anak gue!"

"Lo juga Mal, lo lagi hamil, gimana jadinya kalau lo kenapa-napa hah?!"

"Ar, kok lo malah nyalahin kita?"

"Kalian ngotak ga sih? Arkan sampai keliling Jawa buat nyari Mala," timpal Jeno.

"Gue kecewa sama kalian,"

Arkan terkekeh mengingat malam itu, alay ga sih, cuma gara-gara itu ia marah? Seharusnya seneng, tapi namanya juga kecewa dan emosi jadi satu.

"Tunggu skenario selanjutnya," lirih Arkan.

"Tapi, jangan lukain Mala sama Ainsley ya,"

"Gue ga akan main fisik," balas Arkan. Ia langsung menyambar kunci motor dan mulai meninggalkan area padepokan.

"Bizar," Achaz menoleh, ia mendapati Mala dengan senyuman yang nampaknya dipaksakan.

"Kenapa?" Mala menggeleng sekilas dan kembali masuk. Baru beberapa menit yang lalu, ia merasakan pelukan Arkan, tapi kenapa ia ditinggal sendiri lagi?

Keesokan harinya, Arkan dan Mala pergi kemarkas rahasia yang diketuai oleh El. Beberapa anak tengah berkumpul. Helaan napas terdengar dari El. Ini idenya dan ia tak menyangka kalau jadinya akan seperti ini.

"Kalau Mala cosplay jasa gadis kegelapan lagi gimana woy," ucapan Gala sontak membuat mereka menatapnya.

"Ya jangan sampai lah," sebuah motor mencuri pandangan mereka, sebuah senyuman terukir diwajah El.

"Hai, Ar," sapa El. Arkan memilih acuh dan menuju lemari buku. Ia akan mengambil barang-barangnya yang sempat ia tinggal.

"Mal, udah akur?" tanya Ainsley. Mala menoleh sekilas dan menggeleng.

"Arkan," Arkan mendengarnya, namun, malas untuk menanggapi.

"Lo denger ga sih!" nada bicara El bertambah satu oktaf. Hal ini membuat Arkan berhenti memasukan barangnya kedalam tas.

"Ngomong sama gue?" tanya Arkan santai.

"Jadi orang lebay banget sih, cuma karena itu lo ngacuhin kita semua, termasuk istri lo sendiri," Arkan terkekeh pelan.

"Lebay lo bilang? Kalian kenal gue berapa lama sih? Satu tahun? Dua tahun? Lebih dari itu dan dengan santainya kalian mempermainkan keselamatan anak gue, kalian kan tau gue paling benci keselamatan keluarga gue terancam, terutama anak gue!"

"Oke fine, kalian jagain Mala selama beberapa hari ini, tapi kalian mikir ga gimana khawatir nya gue, gimana perjuangan gue buat nemuin mereka! Gara-gara rencana konyol kalian, orang tua Mala ga percaya sama gue, puas? " Arkan kembali melanjutkan aktivitas nya yang sempat tertunda.

"Dan kalian, ga akan tau, gimana rasanya berjuang dapetin anak tunggal Hafizh Ramadan. Ayo pulang," Arkan menarik Mala begitu saja. Sekuat tenaga ia menahan agar air matanya tak jatuh.






Jangan lupa votmen

Satu kata dongs buat babang Arkanza

AA Davendra 2 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang