12. Ahmad Arkanza Davendra

59 13 3
                                    

Suasana sebuah rumah nampak sepi. Orang tuanya tengah berada dirumah sakit. Ia sendirian dirumah. Akibat ulah nya sendiri. Ia membiarkan adiknya membeli jajanan disebrang rumahnya. Alhasil, sang adik terserempet mobil.

"Eh, hujan," lirihnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Diusianya yang baru menginjak 10 tahun membuatnya sedikit mengerti tentang kehidupan luar.

"Bun, Yah, kenapa belum pulang? Arkan takut sendirian tau," adunya.

"Yang Arkan takutin terjadi ya, Arkan tersisihkan setelah ada Anggi," ia memandangi air hujan sambil sesekali menyodorkan tangannya.

"Eh, jagoannya uncle ngapain diluar?"

"Main air hujan,"

"Kok keliatannya murung, kenapa?"

"Arkan nakal banget ya, sampai bunda marahin Arkan terus," tanyanya tanpa menatap uncle nya.

"Engga kok, Arkan baik banget. Makasih loh, udah jagain Alya,"

"Terus kenapa bunda marahin Arkan pas Anggi keserempet mobil? Padahal, Arkan baru pulang sekolah,"

"Bunda cuma khawatir sama Lina," Arkan menatap halaman rumah dari atas balkon.

"Kalau Arkan jatuh, bunda bakal marahin Anggi ga?" Fenly tak bisa menjawab.

"Arkan coba lompat ya,"

"Jangan dong, nanti yang jagain Lina sama Alya siapa?"

"Kak Alya punya Kak Anis, Anggi punya ayah bunda,"

"Arkan punya uncle. Kita main game aja yuk, diluar dingin, ga baik buat kamu,"

"Iya uncle,"

*:..。o○ ○o。..:*

Arkan masih setia didepan ruang ICU. Senyumannya perlahan terbentuk. Momen dimana dia bersama Mala teringat jelas di otaknya.

"Jutek banget jadi cewe, jangan jutek-jutek ntar gue diambil orang,"

"Kamu siapa sih! Pergi ga!"

"Gue akan pergi setelah dapetin lo,"

"Bulshit! Abiii!" gadis tersebut berlari menuju sang abi yang tengah berjalan kearah mereka.

"Kenapa?"

"Dia siapa sih, ganggu Mala mulu,"

"Arkan,"

"Hehehe maaf, abisnya anak uncle cantik banget. Pengen cepet-cepet halalin,"

"Ga mau sama kamu! Cewe nya pasti banyak!"

"Iya cewe gue banyak, ada bunda, Anggi ade gue, Alya sama Anis sepupu gue," ucap Arkan diakhiri senyuman.

"Abi ga mau liat dia," rengeknya pada sang abi.

"Ya Allah, Mal, jangan kayak gitu. Jadi pengen gue makan,"

"Sudah-sudah, Arkan kamu belum boleh mendekati Mala sampai tantangannya selesai,"

"Bentar lagi selesai kok,"

Arkan terkekeh. Kejadian tersebut terjadi tepat awal tahun. Mala amat menggemaskan kala itu.

"Mala, kakak harap, kamu cepat sembuh," lirih Arkan.

"Ar,"

"Lo lagi," ketus Arkan.

"Jangan sentuh gue bisa?!"

"Kenapa?"

"Bukan mahram bego!" 3 pemuda lainnya hanya memperhatikan saja. Senakal-nakalnya Arkan, ia paling tidak suka disentuh perempuan selain keluarganya.

"Kenapa kamu menjauh? Bukankah dulu kita selalu bersama?"

"Rin, itu masalalu. Gue anggep lo cuma sahabat ga lebih, lo nya aja yang berlebihan!"

"Tapi, kamu bilang, cintaku tidak salah,"

"Cinta nya emang ga salah, yang salah lo, lo ga bisa ngendaliin perasaan lo! Pergi! Gue ga pengen liat lo lagi, muak liatnya,"

"Sebaiknya anda pergi, kehadiran anda malah memperkeruh suasana," ucap Achaz. Namun tak indahkan oleh Rinjani.

"Ayolah Arkan, saat ini kamu butuh sandaran. Dan aku orangnya,"

"Gue masih punya Allah, kenapa juga harus lo? Apa mata lo buta? Mereka, lo anggep apa?" pertanyaan Arkan sukses membuat Adrian terkekeh.

"Gus Arkan," lirih Adrian.

Clekk

Pintu ICU terbuka. Dokter yang menangani Mala baru saja keluar. Sedari 20 menit didalam memastikan keadaan pasiennya.

"Pak Arkan,"

"Anjir Arkan tua banget," lirih Adrian.

"Bagaimana perkembangannya dok?"

"Alhamdulillah, keadaan ibu dan janin semakin membaik. Saya sarankan, jangan terlalu memberi tekanan yang akhirnya membuat sang ibu stress, hal ini sangat berbahaya untuk janin,"

"Alhamdulillah Ya Allah, apa boleh saya menemui istri saya?"

"Silahkan pak, kebetulan Bu Nirmala ingin menemui anda,"

Setelah menggunakan baju medis, Arkan segera mendekati brankar. Ia tersenyum kala melihat kondisi istrinya yang semakin membaik.

"Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumsalam," balas Mala sambil tersenyum.

"Udah baikan?" Mala mengangguk lemah.

"Maafin ka-"

"Ga usah minta maaf kak, kakak ga salah. Mala nya aja yang ga becus jaga kesehatan," Arkan mengecup kening Mala lama. Perlahan air matanya menetes.

"Maafin kakak, kakak ga becus jaga kalian, kakak ga bisa nepatin janji,"

"Udah, jangan nangis di depan kita kak. Itu buat Mala tambah sakit, kakak, suami dan abi terbaik. Kakak selalu ngelindungin kita, jadi jangan selalu merasa semua itu salah kakak,"

"Berapa lama nangisnya? Sampai matanya sembab," tanya Mala.

"Dari tadi siang,"

"Ululu, khawatir ya," kekeh Mala. Walaupun masih lemah, namun, kekehan Mala masih begitu manis dan menggemaskan.












Di hatiku cuma Mala.... ~ Arkan

Namun takdir telah berkata, jalan kita harus berbeda...

Jangan dilanjutin dong mak ~ Arkan

Lah emang itu lanjutannya

Sa bodo teuing, papay ~ Arkan

AA Davendra 2 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang