8. Ahmad Arkanza Davendra

83 17 3
                                    

Beberapa pemuda nampak serius. Mereka tengah membicarakan sesuatu yang nantinya akan menjadi permainan yang menyenangkan.

"Lo yakin, Ar?"

"Yakin dong,"

"Ini libatin anaknya Bang Fen sama Bang Lang loh, lo ga takut?" tanya Boy. Arkan menyeringai dan terkekeh pelan.

"Ya elah, gue ga akan main fisik, buat aja mereka ngerasa bersalah, cukup buat gue,"

"Wait, lo bilang Achaz akan bantu. Achaz bukannya terlibat?"

"Dia cuma terlibat ngerayu Mala, sisanya yang lain. Achaz juga punya tugas dari bokapnya kali,"

"Adrian gimana woy?"

"Ck, kalau dia mau mihak cewenya ya silahkan," balas Arkan.

"Bos, Achaz masuk rumah sakit," ucap salah satu anggotanya.

"Tumben,"

"Woy lah, Achaz juga manusia bego!"

"Ngegas mulu perasaan," ketus Arkan.

Arkan tersenyum kala melihat notifikasi di ponselnya. Bahkan tanggal seperti ini saja ia tandai di ponselnya. Hari ini, tepat 4 bulan kehamilan Mala. Namun, ia belum sempat mengecek perkembangan calon anaknya.

"Wah, notif cewe nih," Arkan langsung menatapnya tajam.

"Santai, bro, notif apaan?"

"Tepat 4 bulan. Besok deh gue buat acara empat bulanan,"

"Hah?! Bini lo 4 bulan? Wah makan-makan kita," kekeh Boy.

"Ga akan ngundang lo,"

*:..。o○ ○o。..:*

Suasana SMP Antero terlihat sepi. Sudah jam pulang sekolah, jadi wajar saja. Terlihat dua siswa tengah menunggu hujan reda.

"Ya Allah, ayah lupa kali ya punya anak seganteng gue," gerutunya.

"Sabar Ar," tegur temannya.

"Rin," gadis yang ada disebelahnya menoleh.

"Ga jadi,"

"Kamu aneh," timpal gadis tersebut. Sang pemuda menarik tangan gadis tersebut dan berdiri ditengah lapangan.

"Arkan! Basahkan!" pemuda tersebut hanya tertawa. Ia senang bisa bersama Rinjani, sahabatnya, sebelum ia pindah ke Indonesia.

"Lucu, udah lancar aja nih Bahasa Indonesia nya," goda Arkan.

"Ya karena dirimu," kesalnya.

"Sudahlah, ayo pulang, terlanjur basah juga,"

"Lest go," mereka berjalan beriringan menelusuri trotoar Kota London.

"Arkan, bolehkah aku mencintaimu?"

"Why not?"

"You know, kita berbeda. Aku anak Tuhan dan kamu Hamba Allah,"

"Aku pernah mendengar satu kalimat, kamu boleh mencintai nya, tapi jangan rebut dia dari Tuhannya. Jadi itu tidak salah, aku juga mencintai mu, because, you my friend," balas Arkan dengan senyuman.

"So, me your friends?"

"Ya, tidak lebih,"

Arkan mengusap kasar wajahnya saat tiba-tiba saja ia terbangun karena mimpi itu. Rinjani Christian, gadis yang menjadi sahabat satu-satunya selama 3 tahun di London. Arkan pernah singgah di kota itu, saat ayahnya mempunyai tugas di sana.

"Kenapa kak?" tanya Mala. Arkan hanya menggeleng. Ia melirik jam dinding, tepat pukul 2 pagi.

"Aku ke markas boleh?" tanya Arkan.

"Boleh, asal Mala ikut," ucap Mala sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya. Arkan berdecak dan kembali masuk kedalam selimutnya.

"Loh, katanya mau ke markas,"

"Ga jadi deh, ngebucin aja dirumah,"

"Heleh, didepan Rexsan aja sok cool, sok cuekin. Kalau dirumah, aku diem sepuluh menit aja gerutu ga jelas, king of the drama," kesal Mala. Arkan seakan mempunyai dua kepribadian. Yang Arkan ucapkan didepan anggotanya kemarin hanyalah bulshit, omong kosong.

"Kamu juga pinter aktingnya, cocok dong king and queen of the drama," balas Arkan.

"Tapi kemarin Mala nangis beneran!"

"Iya maaf,"

"Btw, kemarin Mala sempet punya rencana mau habisi Bang El tau,"

"Heh! Ga boleh, dia abang aku," Arkan reflek bangun dan memposisikan diri didepan Mala.

"Ih, dengerin dulu. Itung-itung bales dendam tau, kan gara-gara dia abi nyuekin kita,"

"Ga gitu juga, sayang. Ga boleh kembali ke Mala yang dulu. Gini aja kalau lagi ngambek nyeremin tau,"

"Liat Zani, abimu sebucin itu sama umimu,"

"Heleh, ngadu mulu,"

"Hihihi, sayang banyak-banyak," ucap Mala sambil merentangkan tangannya.

"Ih ga mau, bukan mahram," balas Arkan sambil memeluk dirinya sendiri.

"Ih sini,"

"Ih tante jangan sentuh aku, aku masih bujang," Mala tertawa melihat tingkah Arkan.

"Sok suci, sini ga," ucap Mala.

"Jangan tante, aku masih mau sekolah,"

"Saha maneh?" ucap Mala sambil menyentuh kepala Arkan, layaknya orang yang tengah mengobati korban kesurupan.

"Aing maung, hahaha," tawa Arkan pecah. Sedari tadi ia menahan tawa.

"Astaghfirullah," ucap keduanya ditengah tawa mereka.

"Kita kayak orang sedeng deh," ucap Arkan.

"Kakak sih," timpal Mala.

"Ya Allah, hamba bersyukur masih bisa melihat tawanya. Maafkan kakak ya, Mal, kalau suatu saat nanti kakak pergi,"










Heh! Mau kemana?

Kemana-mana hati ku senang, lalalalalala ~ Arkan

AA Davendra 2 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang