Extra Part

110 69 1
                                    

Prok! Prok! Prok!

Terdengar suara tepuk tangan di dalam ruangan yang kedap suara. Hari ini Bimantara menemui orang yang sudah melukainya kemarin, dan syukurnya fisik Bimantara kuat sehingga bisa langsung turun ke lapangan.

"Saya kagum dengan keberanian Anda, untuk membunuh saya pada malam itu. Tapi ironisnya Anda gagal, saya lebih kuat dari Anda. Camkan itu!"

"Cih!" Pria dewasa yang sudah dipasung berdecak lalu berkata. "Saya tidak akan takut pada manusia seperti Anda. Karena Anda tidak tahu tuan saya siapa."

"Tuan? Memangnya siapa tuan Anda? Coba katakan sekarang, mana dia? Adakah dia menolong anak buahnya di detik terakhirnya?!"

Pria di depannya langsung terdiam.

"Chiko, tolong siapkan senjata api dan alat kesukaanku, sekarang!" perintah Bimantara pada sang adik.

"Ini Bang."

Rupanya Bimantara sedang bingung, alat mana yang akan digunakan untuk menyakiti pria pengecut di depannya.  Dan akhirnya dia memilih dua-duanya.

"Bukankah satu tembakan pakai senjata api di bagian dada akan melemahkan seluruh fungsi dari organ tubuh? Dan fungsi dari besi panas ini bisa menimbulkan rasa sakit jika ditujukkan pada telinga? Apa jadinya organ tubuh Anda jika besi panas ini mengenai Anda?" Bimantara berkata seraya memberikan ilustrasi menyakitkan pada tawanan.

"Jangankan telinga, jika besi panas ini menyentuh bagian kulit saja, rasanya sudah hampir mau mati."

Tanpa banyak mikir, Bimantara langsung mempertemukan besi panas ke bagian telapak kaki tawanannya hingga dia mengerang kesakitan. Bimantara akan lebih puas jika dia segera beraksi untuk hal yang lebih jauh.

"Suara Anda sangat menggelegar di dalam ruangan kedap suara ini. Mana yang katanya tuan Anda peduli? Dia tidak datang untuk menyaksikan anak buahnya disiksa!" tutur Bimantara sembari menikmati suara kesakitan dari pria itu.

"Bagaimana rasanya? Apakah masih mau main bersama saya?!"

Pria itu menggelengkan kepalanya kuat. "Saya lebih baik mati sekalian daripada harus merasakan sakit seperti ini. Jadi, ayok lah bunuh saya bajingan!" Lirihnya yang masih terdengar jelas oleh Bimantara.

"Tidak semudah itu," ucap Bimantara.

"Saya baru saja merasakan kepuasan tersendiri, masa mau disudahi lagi,"

"Dua hari yang lalu, Anda sudah membuat istri saya ketakutan dan Anda pun sudah membuat saya hampir mati!"

"Chiko, ambilkan senjata api satu lagi," perintah Bimantara.

Bimantara pun mulai menembakkan senjata api ke beberapa sudut ruangan. Di rasa cukup, dia berjalan mendekati tawanannya dan menatap tajam.

"Sekarang katakan yang sebenarnya, siapa tuan Anda?"

"Jangan berharap itu akan terjadi," jawabnya dengan terbata-bata.

Bimantara mengeluarkan senjata api lalu diletakkan tepat di bawah dagu tawanannya. Seketika pria itu pun membelalakkan kedua mata, dan sekujur tubuhnya bergetar hebat.

Two Hearts, One Sorrow (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang